webnovel

The Darkness of Marriage : RETURN

Autor: Lietamor
Ciudad
Terminado · 259.2K Visitas
  • 37 Caps
    Contenido
  • 4.9
    20 valoraciones
  • NO.83
    APOYOS
Resumen

Pasangan yang tak sengaja saling bertemu dan saling menyakiti tanpa disadari. Bertahan dalam pernikahan yang tak pernah disangka oleh wanita bernama Luna Hall. Pernikahan yang tak pernah diimpikan dalam hidupnya. Berbeda dengan Kevin Sanders, ia harus menahan semua keinginannya dan menyimpan rahasianya rapat-rapat. Ini tentang kisah dua insan. Kisah cinta yang pelik. Terlupakan, memperjuangkan, kesalah pahaman, saling menyakiti, pengkhianatan, trauma, tertipu dan kebahagian yang terenggut oleh takdir di masa lalu. "Takdir telah memisahkan kita, takdir pula yang mempertemukan kita kembali. Apa takdir sedang mempermainkan hidup kita?" WARNING: lebih disarankan 18+ karena terdapat unsur kekerasan dan sedikit berbau seksual.

Chapter 1Begin

Aku berdiri diam di keramaian. Tatapanku hanya terpaku pada ibu dan kakakku di hadapanku. Katakan ini hanya mimpi. Apalagi yang akan merenggut kehidupanku. Aku sudah cukup tersiksa dan kini ibu menyuruhku pergi setelah semua yang terjadi.

"Jangan bercanda bu. Aku akan tinggal bersama siapa? Aku bahkan belum pernah bertemu dengan orang yang ibu sebut adalah pamanku itu," aku ingin sekali menangis tapi aku harus menahannya. Aku tak mau melihat air matanya lagi, itu sudah sangat menyakitkan.

"Jika kau ingin bahagiakan ibu, buat ibu bangga dengan kau hidup di negeri orang. Pamanmu pasti akan membiayai kehidupanmu di sana. Ingat jangan pernah menghubungi ibu sebelum ibu yang menghubungimu atau situasi akan menjadi lebih buruk. Kau mengerti? Sekarang pergilah!"

Aku menggelengkan kepala beberapa kali menolak keinginan ibuku. Tidak, tidak seperti ini. Aku tak ingin meninggalkan mereka. Bukan seperti ini yang aku inginkan.

"Turuti katanya. Kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaga ibu kita. Yang perlu kau khawatirkan adalah dirimu, masa depanmu. Jangan mengecewakan kami. Kami sudah beli tiket pesawat mahal-mahal untukmu, mau tak mau kau harus pergi," kakakku tersenyum sambil mendorongku masuk ke pintu pemberangkatan.

Menjauh, semakin menjauh dan bayangan mereka pun hilang di mataku.

*****

Dua hari yang lalu.....

Malam datang menghampiri dan hari semakin gelap tapi hatiku tak semakin gelap. Hari yang ditunggu-tunggu sudah tiba, hanya tinggal menghitung waktu. Perasaan antara gugup dan penasaran menyelimuti hatiku. Dan akhirnya waktu yang kunantikan tiba. Cepat-cepat aku membuka laptop dan membuka website yang aku tuju.

'SELAMAT ANDA DINYATAKAN LULUS, SILAKAN DAFTAR ULANG PADA 9 JUNI'

Tidak ada yang lebih bahagia dari pada melihat pengumuman di website. Akhirnya aku bisa melanjutkan kuliah tahun ini setelah satu tahun menunda kuliah S2-ku. Ditambah lagi kali ini aku diterima di universitas favorit! Tahun lalu aku mendaftar di universitas yang sama tapi nasibku belum beruntung. Kemudian aku mendaftar di universitas lain dan aku bersyukur dinyatakan lolos seleksi tapi Tuhan berkehendak lain, ekonomi keluargaku semakin memburuk dan mau tidak mau aku harus melepaskan mimpiku tahun itu.

Akhirnya semua rasa kecewaku terbayar hari ini. Kerja keras memang tak akan membohongi hasil. Kebahagiaan yang aku rasakan sulit untuk diceritakan, yang bisa kukatakan adalah aku seperti dibawa terbang.

"Ibuuu!" aku berlari menghampirinya, kedua lenganku terbuka lebar bersiap untuk memuluk tubuh hangat ibu. Sementara Ibu menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat, bingung melihat tingkahku, "aku diterima!" ucapku bersemangat sambil memeluknya erat.

"Alhamdulillah." ibuku membalas pelukanku sambil mengusap rambut hitam pekatku, "ibu senang. Kapan daftar ulang?"

"Besok lusa bu."

Tapi semua kebahagian yang aku rasakan musnah. Apa yang aku lihat di depanku benar-benar membuatku tercengang. Ada 3 polisi datang membawa surat panggilan dan polisi tersebut membawa sang pelapor. Aku hanya bisa tertawa mengetahui si pelapor itu yang tak lain adalah keponakan ibuku sendiri.

Dunia ini memang sudah gila. Dia, ponakan ibuku menjebak bibinya sendiri. Aku tahu ini jebakan yang ia buat.

"Sudah mengaku saja bahwa kau itu pencuri! Kau menyuruh pembantuku untuk mengambil hartaku, kan?" bibirnya tersenyum lebar, tertawa dalam sirat matanya, menertawakan kemenangannya itu.

*********

-Tak ada cara lain, hidup di negeri orang tanpa keluarga yang tidak kau kenal, satu-satunya pilihan yang buruk-

Interior klasik. Wallpaper dinding yang indah. Aku tahu kamar ini pasti baru disiapkan. Aku bisa mencium bau kamar ini. Tidak cukup besar tapi aku merasa cukup nyaman dengan kamar baru ini.

"Bagaimana? Kau menyukainya?" tanya pria paruh baya itu menatapku di ujung pintu kamar.

Aku hanya mengangguk. Enggan untuk mengeluarkan suaraku. Aku masih tidak percaya wajah asing itu adalah pamanku. Mengapa ibu tidak pernah mengatakan bahwa aku punya paman sebelumnya, kenapa baru sekarang.

"Kau tidak perlu malu ataupun takut. Aku murni pamanmu, jangan menganggapku orang asing. Ya meskipun ini pertemuan pertama kita," ujarnya sambil mengangkat bahunya, "istirahatlah. Sehabis kau istirahat, kau harus makan."

Lagi, aku mengangguk sambil tersenyum tipis. Tak lama dia menjauh dari kamarku, meninggalkanku dengan beribu pertanyaan dengan apa yang telah terjadi. Dia pasti mengetahuinya.

Hari ini memang sangat membuat diriku lelah terutama pikiranku. Otakku sudah lelah memikirkan apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi selanjutnya. Tidak bisakah hidup ini sedikit adil untukku?

3 jam tertidur pulas di kamar ini. Aku masih mengantuk tapi ada aroma sedap yang membuatku enggan untuk melanjutkan tidur. Akhirnya aku memutuskan keluar kamar dan menuju aroma sedap itu berada. Ah, meja makan. Aroma sedap itu berasal dari meja makan.

"Selamat malam, Nak," ujar pria paruh baya itu yang tak lain adalah pamanku, "mari kita makan, kau pasti sudah sangat lapar," ia menata makanan yang ia siapkan sebelumnya.

Entah siapa yang memasak. Rasanya nikmat sekali di lidah. Aku tak tahu nikmat karena rasanya atau memang karena aku lapar. Usai makan, dia melarangku pergi meninggalkan meja makan. lagi pula, siapa yang ingin pergi? Banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya.

Untuk beberapa saat suasana hening. Tak ada yang mau memulai percakapan terlebih dahulu. Aku bukannya tak mau, aku menunggu penjelasannya. Ia pasti mengetahuinya, pasti.

"Well, bagaimana kabarmu?" tanyanya tenang seolah-olah tidak tahu apa-apa.

Aku tersenyum sinis, "kau tahu bagaimana kabarku. Aku tahu ini tidak sopan tapi..," aku sedikit takut menanyakannya tapi mau tidak mau aku harus menanyakan hal ini, "mengapa aku harus tinggal bersamamu? Aku bahkan tidak pernah mengenalmu sebagai pamanku. Mengapa ibuku mengirimku kesini? Padahal masih banyak saudara yang ibuku miliki."

"Kau terlalu cepat untuk bertanya," ujarnya, kedua tangannya saling menyatu mengunci jari-jarinya, "karena aku adalah satu-satunya saudara yang bisa dipercaya dan aku bisa menjamin kehidupan ponakanku. Kau tak perlu takut padaku, aku bukan penjahat seperti saudara-saudara ibumu," jawabnya dengan senyuman tipis, "dan kurasa ini pembicaraan yang berat untuk pertemuan pertama kita. Mengapa kita tidak berkenalan saja, Luna?" kali ini ia tersenyum sedikit lebar.

Senyumannya seperti menyembunyikan sesuatu, sesuatu yang tak boleh kuketahui, "penjahat seperti saudara-saudara ibuku? Apa maksudmu? Tidak semua dari mereka jahat dan mengapa paman mengira aku takut padamu? Padahal bisa jadi kau sama seperti Danni yang berusaha memenjarakan ibuku."

"Danni akan menghubungi saudaramu yang lainnya mengatakan hal yang buruk dan berusaha meyakinkan mereka bahwa ibumu bersalah, mereka pasti akan percaya itu. Jika memang mereka saudaramu, kemana mereka saat ibumu sedang kesulitan mencari makan? Mereka hanya ada saat ibumu mempunyai banyak harta, persis sebelum kau lahir. Dulu ibumu mempunyai segalanya, ibumu menyekolahkan saudara-saudaramu sampai tamat. Tapi apa balasannya? Mereka manusia hina yang gila akan harta. Mereka membalasnya dengan air tuba, terutama Danni, dia malah berusaha memenjarakan ibumu dan dia berencana setelah ibumu di penjara, dia akan menjualmu sebagai pelacur," emosinya terlihat jelas di mataku meskipun ia berusaha menahannya.

Jantungku serasa ditusuk, mulutku tak sanggup mengeluarkan kata-kata, terlebih lagi saat mendengar kalimat terakhir. Sebegitu piciknya kah Danni? Apakah dia sepupuku tak mempunyai hati nurani? Bagaimana bisa dia berencana akan menjualku?

"Itu sebabnya kau disini. Itu sebabnya ibumu menyuruhmu tinggal bersamaku. Maafkan aku, kau seharusnya tidak tahu mengenai ini tapi kau memancingku untuk mengatakan hal ini. Yang perlu kau tahu, aku tidak akan menyakitimu atau berbuat jahat padamu. Tugasku adalah menjamin keselamatan dan masa depan anak dari adikku," lanjutnya.

"Aku mengerti sekarang. Tapi yang kukhawatirkan bukanlah diriku, tetapi...."

"Pengacara yang kukirim untuk menangani kasus itu akan menyelamatkan ibumu dalam beberapa minggu. Kau tak perlu khawatirkan itu. Aku tak mungkin membiarkan adikku mendekam dalam jeruji besi," selanya cepat.

Benar katanya. Pembicaraan ini terlalu berat, berat tuk diterima dan dicerna bagiku tapi setidaknya aku sudah mengetahui kehidupan pahit ini. Semoga Tuhan membalas perbuatan mereka semua.

Minggu pagi, matahari enggan mengeluarkan cahayanya. Ia bersembunyi di balik awan kelabu yang sedang menurunkan hujannya, membuat orang-orang semakin malas beraktivitas di hari Minggu.

Jendela rumah penuh dengan embun hujan. Ingin melihat melalui jendela tapi embun itu menghalanginya, membuat kabur pandangan di luar.

"Aku dengar kau tertarik dengan Hubungan Internasional?" suaranya memecahkan lamunanku. Dia membawakan dua cangkir teh hangat kemudian duduk di sampingku, lumayan untuk menghangatkan suasana dingin ini.

"Sebenarnya hukum."

"Hukum? Memperjuangkan keadilan?" suaranya sangat meremehkan, "Luna sayang, hukum di dunia ini sangat kejam, tidak adil. Banyak orang menyingkirkan keadilan di dunia ini."

"Itu sebabnya aku tertarik dengan dunia hukum. Aku ingin menyingkirkan orang-orang seperti itu. Toh aku sudah mengambil jurusan hukum sebelumnya."

"Orang-orang seperti itu sulit untuk disingkirkan. Jika kau berpikir untuk menyingkirkannya, maka kau akan mati terlebih dahulu sebelum sempat kau melakukan sesuatu," ujarnya lalu menghisap aroma teh dari cangkir yang ada di tangannya, diminumnya seteguk dan meletakkannya kembali.

Ucapannya sangat tajam seperti pisau dan tanpa di sengaja ia mengisaratkanku bahwa aku harus menjauh dari hukum.

"Sepertinya kau sangat mengenal dunia itu, paman," sindirku pelan.

"Joe. Panggil aku Joe, jangan ada embel-embel paman. Joe saja."

Aku mengangguk pelan kemudian mengambil secangkir teh yang dibuatkannya. Kuminum teguk demi tegukan. Aroma teh yang khas yang belum pernah kuhirup, nikmat dan membuat tubuhku lebih hangat.

Sekilas kutatap Joe yang sedang bersandar di sofa memejamkan matanya. Tak sedikit pun keriput yang menempel pada wajahnya. Hidungnya yang lancip, serta bibirnya yang tipis membuat umurnya terlihat lebih muda, dan tubuhnya yang tinggi ideal, menyempurnakan ketampanannya. Aku baru menyadarinya bahwa aku mempunyai paman yang tampan tapi aku heran akan ketampanannya itu, ia tidak mempunyai pendamping hidup setelah kematian istrinya 8 tahun yang lalu.

Beberapa minggu yang lalu setelah kami minum teh bersama, Joe bercerita bahwa istri dan kedua anak perempuannya meninggal dunia karena kecelakaan maut yang menimpa mereka, hanya Joe yang selamat.

8 tahun sudah berlalu baginya, tapi dia tak ingin menemukan wanita lain untuk menemaninya di masa hidupnya, lebih tepatnya dia tidak pernah mau serius dengan wanita padahal aku tahu tidak sedikit wanita yang menyukainya.

University of Seattle, Sastra Inggris. Jauh dari yang kubayangkan. Aku senang bisa melanjutkan pendidikanku tetapi di sisi lain aku tak senang karena Joe memasukanku pada Jurusan 'Sastra Inggris', itu di luar dari apa yang kuinginkan. Bukankah sebelumnya aku sudah memberitahu Joe bahwa aku tertarik pada dunia hukum? Mengapa dia menjerumuskanku di dunia Sastra?

Seharian aku menahan rasa kesal terhadapnya karena ia sama sekali tak menyetujui ketertarikanku dengan dunia hukum dia malah berkata 'aku yang membiayai kuliahmu, jadi semestinya kau berterimakasih'.

10 Bulan kemudian...

"Kau sudah bisa beradaptasi dengan teman-teman barumu dan juga dengan.. sastramu?"

Sialan. Dia benar-benar sengaja menekankan kata 'sastra' padaku. "Sudah 10 bulan aku berkuliah, tentu saja aku sudah bisa beradaptasi dengan semua itu!"

Joe terkekeh.

"Bagaimana denganmu? apakah kau sudah bisa beradaptasi?" sindirku.

"Beradaptasi denganmu?"

"Bukan," tukasku cepat, "bukan dengan diriku tapi dengan hidupmu."

Hanya ada suara mesin mobil dan suara musik di radio. Joe bungkam. Dia malah berpura-pura memfokuskan dirinya menyetir, menghindari ucapanku. Ini sudah sekian kalinya, setiap aku membahas kehidupannya dia pasti bungkam atau mengalihkan pembicaraan. Tak berapa lama kemudian ia menghentikan kemudinya. Kami sampai di rumah.

"Kau mau kemana lagi?" tanyaku setelah keluar dari mobilnya tetapi Joe tidak.

"Ada sedikit urusan," ia mengedipkan matanya lalu melaju gasnya.

También te puede interesar

Pernikahan Sementara

Arsyilla Ayunda, gadis menawan yang baru berusia 17 tahun. Gadis itu baru merasakan yang namanya masa puber. Ya … dia telat merasakan puber karena sifatnya yang terlalu kekanakkan, tapi tidak manja. Lagi senang-senangnya mengenal cinta, Cia (panggilan akrabnya) harus menerima kenyataan pahit, almarhum kakeknya yang telah meninggal beberapa tahun silam meninggalkan wasiat yang membuatnya ingin hilang dari muka bumi. Wasiat gila itu berisikan tentang perjodohannya dengan seorang pria yang memiliki selisih usia sepuluh tahun darinya (udah pasti si pria yang lebih tua). Bahkan perjodohan itu sudah terjadi saat dirinya masih menjadi benih dalam kandungan sang ibu. Sialnya lagi ‘situa bangka’ (julukkan Cia untuk pria yang dijodohkan dengannya) itu adalah guru sekaligus kepala sekolahnya. "Saya, nggak mau nikah sama BAPAK!” "Kamu pikir Saya mau?" "Kalau gitu ngomong dong! Jangan diem aja kayak ban kehabisan angin." "Saya tidak mau membuang energi, tidak merubah apapun." * Mahardhika Addhipratma Sanjaya, pria berusia 27 tahun, memiliki wajah tampan dan tubuh sempurna. Pria berkepribadian dingin itu di paksa menikah dengan remaja labil, cucu dari sahabat kakeknya. Bisakah dia menjalani perjodohan ini? Mampukah dia bertahan demi tujuan tersembunyinya? Lalu bagaimana dengan Cia? Bisakah gadis itu melewati cobaan ini dengan waras? Gadis barbar itu menganggap kisah hidupnya seperti sinetron azab. Dimana dirinya terkena karma karena terlalu sering berganti pacar. 'Oh, Tuhan! Bisakah Engkau membuatku menjadi zigot lagi?’ jerit batin Cia. Nikmati kisah mereka yang akan membuat kalian tertawa, menangis, sedih dan juga bahagia. Pastinya baper parah ....

Ardhaharyani_9027 · Ciudad
4.9
638 Chs

Lolos dari Mantan, Diculik oleh Saingannya

Selama tiga tahun terakhir, Ariana Ari Harlow telah memberikan segalanya untuk suaminya. Mereka menikah karena saudara perempuannya memilih untuk lari pada malam pernikahan, karena ia percaya rumor bahwa Nelson Corporation bangkrut. Ari mencintai Noah sejak usia 16 tahun, ia pikir ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Namun, dia tidak tahu bahwa saudara perempuannya telah menggali perangkap untuknya, dan ini bukan awal kehidupan baru, melainkan neraka baru baginya. Ia terpaksa menghentikan pendidikannya sebagai dokter karena Nyonya Nelson yang terhormat tidak bisa memiliki tangannya tertutupi darah. Ari menyetujuinya. Untuk Noah, ia menjadi istri yang sempurna yang merawat mertua dan suaminya. Namun, yang menanti dia tidak lain hanyalah penghinaan, suaminya malu padanya dan ibu mertuanya berpikir bahwa saudara perempuannya, Ariel, lebih cocok untuk anaknya. Namun, Ari bertahan. Dia berpikir suatu hari dia akan dapat menghangatkan hati suaminya. Namun dia memergokinya berciuman dengan saudara perempuannya! Patah hati, Ariana memutuskan untuk bercerai dengan suaminya, tapi entah bagaimana dia malah terlibat dengan Nicolai. Musuh dan saingan suaminya. Mereka tidak ditakdirkan untuk bersama. Namun Nicolai tampaknya tidak peduli dengan rintangan yang menumpuk di hadapan mereka. Bahkan, dia bertekad untuk masuk ke dalam kehidupan Ari dan membakarnya. Dalam keadaan mabuk, suatu kali dia memegang lehernya mendekat ke dinding pub kumuh, “Kau boleh menyangkal sebanyak yang kau mau, putri, tapi kau menginginkanku.” Matanya melirik dada Ari yang naik turun dan matanya semakin gelap, merahnya tampak tak terkendali, posesif seolah dia ingin mencabik jiwa dari tubuhnya dan menyematkannya ke dalamnya sendiri. “Taruhan jika kupandang, kamu akan basah untukku.” Panas membara di pipi Ariana saat dia mendengus, “Diam.” “Buat aku,” kata Nicolai saat dia menumbukkan bibirnya di bibirnya. Ciumannya membakar jiwa Ariana, dan kehangatannya menyengat kulitnya setiap kali mereka bersentuhan. Ia berpikir bahwa kesalahan terbesarnya adalah terlibat dengan Nicolai. Namun, Ari segera menyadari dengan cara yang sulit, Secara harfiah, diinginkan oleh mimpi buruk seindah itu jauh lebih buruk daripada sebuah kesalahan. Dan situasi menjadi rumit ketika suaminya menemukan kebenaran tentang segalanya. “Temak hatiku, Ari,” kata Noah saat dia menempatkan moncong pistol di mana hatinya berada. “Karena hidup tanpa kamu adalah hidup yang tidak kuinginkan, jadi tembaklah aku atau kembalilah. Aku memohon padamu.” Sekarang Nicolai telah memberinya pilihan, akankah Ari jatuh cinta dengan dia dan melompat ke dalam kehidupan yang penuh dengan bahaya? Atau akankah dia kembali ke suaminya, Noah, yang telah ia cintai sejak ia berumur 16 tahun? Dan akankah Ariana menghindari bahaya yang mengintai dalam kegelapan, menunggu dia untuk melakukan kesalahan dan kehilangan segala sesuatu yang berharga baginya? Akankah dia menemukan kunci dari semua rahasia yang mengikat dirinya dengan Noah dan Nicolai serta takdirnya yang rumit? ******* Potongan: “Ini semua tentang uang, bukan? Ambil itu dan hilang,” Dia berteriak sambil melemparkan kartu hitam ke wajah Ariana. Ariana tidak percaya dengan telinganya ketika dia mendengar suaminya atau calon mantan suaminya menghina dia seperti ini. Tiga tahun. Ariana Harlow memberikan Noah Nelson, tiga tahun dan namun ketika dia memergokinya berciuman dengan saudara perempuannya yang lebih tua, Ariel—— ini yang dia katakan kepadanya. “Saya akan menceraikanmu,” Ari menyatakan dan pergi. Dia pergi tanpa sepeser pun tetapi Ari tersandung ke Nicolai. Musuh dan saingan suaminya, pangeran Mafia kota Lonest, bajingan terkenal karena kecenderungan kekerasannya. Pertemuan malang itu meletakkan dia di jalur Nicolai, dan begitu saja dia menatapnya. Pertama kali mereka bertemu, Nicolai memintanya untuk mengundangnya makan malam. Kedua kali mereka bertemu, dia memberinya sejuta dolar. Ketiga kali mereka bertemu, dia menyatakan, “Kamu akan terlihat bagus di pelukanku, bagaimana menurutmu putri?” ********

fairytail72 · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
508 Chs

valoraciones

  • Calificación Total
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de Actualización
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Contexto General
Reseñas
gustó
Últimos
Katleen_Morse
Katleen_MorseLv11
Tiara_Cahya1317
Tiara_Cahya1317Lv2
ReIN
ReINLv2
Indartayani_
Indartayani_Lv1
Oid_Odnarb
Oid_OdnarbLv1
Anon_imma13
Anon_imma13Lv1
Ceuceu_Eka
Ceuceu_EkaLv10
DaoistPBMCsy
DaoistPBMCsyLv1

APOYOS