webnovel

Karena...

"Gak... gak mungkin! Acio udah mati, dia gak mungkin hidup lagi!"

"[Tsk, permainan ini siapa yang buat? Gue. Jadi, ya suka-suka gue mau mati kek mau hidup kek.]"

Yetfa menatap kosong lantai di depannya. Kalau Acio masih hidup... berarti sia-sia dong penyesalan dan rasa bersalahnya.

"Tuh kan! Apa gue bilang, orang itu bermasalah! Lo semua gak percaya sama gue dan malah marahin gue karena benci sama dia!" Kata Galaksi frustasi.

"Hahaha! Jangan marah-marah terus dong, sabar. Oh ya, gue marah loh, Kak Asahi. Kenapa lo lukain kakak gue, hmm? Emangnya list korban yang gue tulis belum cukup?]"

Tangan Asahi gemetar, mengeluarkan kertas khusus para impostor yang ia ambil dari kotak di dekat sofa. Di kertas itu, tidak tertulis nama Nares.

Iya, Asahi, Gendra dan Genta menjalankan tugas membunuh para crewmate bukan sesuai keinginan mereka, tetapi mengikuti list nama tersebut.

Namun entah bagaimana, Galaksi yang seharusnya menjadi korban terakhir masih bertahan sampai saat ini, tidak di bunuh di awal ataupun di vote sama sekali.

Semuanya tersusun dengan sangat rapi.

Perfect.

"[Jangan marah atau salahin Kak Nares—maksud gue Kak Ajun, dia gak tau apa-apa soal ini.]"

"Terus kenapa lo biarin dia ikut game ini?!" Tanya Yetfa tak habis pikir.

"[Gue masukin dia ke game ini karena dia lumayan pinter, hitung-hitung latihan jadi detektif. Gak taunya... mati.]"

Yetfa sontak menunduk. Pupil matanya bergetar, matanya memanas.

Nares tak lagi bernafas, wajahnya pucat pasi, dan badannya kaku. Oh tidak, ini buruk.

"Kenapa... kenapa kita yang lo pilih untuk jadi peserta?" Tanya Yetfa dengan tatapan kosong.

"[Yah, masih tanya. Biar gue kasih tau. Galaksi dan Bara bikin sekolah gue kena masalah gara-gara masalah tawuran, dan lo sebagai ketos waktu itu bukannya jujur malah sembunyiin fakta kalau beberapa anak sekolah lo menyelinap masuk ke sekolah gue untuk curi kunci jawaban ujian nasional, dan berakhir sekolah gue yang kena.]"

"[Kak Aksa dan Kak Genta, mereka sama. Mereka pernah liat gue dan temen-temen gue di tangkap polisi. Saat itu, kita mau balikin tas hasil curian, dan mereka gak bela kita dan kita yang disalahkan hanya karena penampilan kita yang urakan. Ya... walaupun mereka ragu-ragu.]"

"[Kak Evan, dia pernah dateng ke sekolah dan bilang kalau salah satu murid di sekolah gue pernah bully anak tetangganya. Lo tau siapa yang di salahin? Gue, karena gue ada di lokasi saat itu. Padahal gue yang tolongin anak tetangga itu..]"

"[Kak Gendra, kalian pasti gak percaya kalau ayahnya Kak Gendra bermasalah sama ayah gue. Jelas, ayahnya mantan pembunuh bayaran, dan ayah gue polisi. Kenapa gue bawa Kak Gendra kesini? Itu karena dia bikin bunda masuk rumah sakit karena tuduhan gak jelasnya. Untung dia gak tau wajah gue dan Kak Ajun, jadi aman~]"

"[Kak Asahi, lo masih inget pertemuan kita saat itu? Lo liat gue bully anak kelas satu dari sekolah lain dan palak uangnya, faktanya gue gak bully dia. Gue marah, marah karena dia curi uang nenek penjual buah di pinggir jalan.]"

"[Tama... dia gue bawa aja sih, habisnya dia selalu ganggu waktu gue sama Kak Ajun. Cuma anak angkat kok gak tau diri.]"

"Kalau Kak Ajun, sejak kecil dia pingin jadi detektif. Jadi ya gue kabulin aja disini. Tapi gak disangka dia mati... Kak Asahi, gue orangnya pendendam loh, hehehe.]"

"[Kak Yoshi sama Kak Mashiho, mereka mungkin gak inget kalau sebelumnya pernah ketemu gue. Pertemuan awal kita itu gak mengenakan, gue kepergok bunuh kucing. Langsung aja mereka gue bikin pingsan dan gue bawa kesini. Tamat.]"

"Gila, gila, gila! Gue gak habis pikir lo seniat itu buat bunuh kita karena masalah kecil!" Geram Galaksi.

"[KECIL LO BILANG? MASALAH YANG LO BILANG KECIL ITU BIKIN GUE DI SKORS—HAMPIR DI DROP OUT, DIBENCI, DAN DI JAUHIN SAMA ORANG LAIN! SEKOLAH GUE HAMPIR TUTUP, TEMEN-TEMEN GUE HAMPIR PUTUS SEKOLAH. LO TAU... ANAK-ANAK DI SEKOLAH GUE ITU KEBANYAKAN ORANG YANG KURANG MAMPU. KALAU SEKOLAH TUTUP, MEREKA MAU SEKOLAH DIMANA?! LO BERANI JAWAB GAK?!]"

Bulu kuduk mereka meremang.

"[GUE TAU SEKOLAH GUE ITU BUKAN SEKOLAH MAHAL KAYAK SEKOLAH YANG LAIN. GUE TAU ANAK-ANAK DI SEKOLAH GUE PUNYA SISI BURUK. TAPI DENGAN GAMPANGNYA KALIAN ANGGAP KITA SEBAGAI SAMPAH MASYARAKAT HANYA KARENA HAL YANG GAK SESUAI KELIHATANNYA!]"

"Kenapa lo gak bilang sejak awal?!" Tanya Asahi yang tak tahan menahan emosinya. "Seharusnya lo jujur, Acio. Gak perlu bunuh-bunuhan kayak gini!"

"[Karena kalian bikin gue sakit hati, hehehe.]"

Galaksi menarik Yetfa agar berdiri, dia juga menarik Asahi. "Di semua ruangan pasti ada penyadap suara dan cctv, dan dia pasti mantau kita di ruangan khusus."

Yetfa menatap aneh Galaksi. "Kenapa lo jadi pinter disaat-saat begini?"

"Yeu, masih bagus otak gue jalan sekarang, Kak."

Asahi mendengus. "Ngeselin amat, gue bunuh nih."

"Jangan bunuh-bunuhan lagi napa!"

Setelah itu hening. Tidak terdengar lagi suara Acio dari speaker, ini aneh...

"Kita harus cari jalan keluar secepatnya," ucap Asahi final, berniat keluar sekarang.

"Keluar? Kak Ajun mati karena lo, berarti lo harus mati juga," ucap seseorang dari arah pintu dengan ekspresi dinginnya.

DORR!

"KAK ASAHI!"

Asahi ambruk ke lantai. Matanya melotot lebar, terdapat lubang kecil di keningnya, tempat dimana peluru bersarang.

Yetfa dan Galaksi mundur. Acio berbahaya, pistol di tangan orang itu sangat berbahaya. Sial, dia benar-benar menyiapkan segala dengan matang.

Mereka belum bisa mempercayai kalau orang dengan headband di kepalanya itu masih hidup. Semuanya sama, hanya pakaiannya saja yang berbeda.

"Ck, seharusnya Kak Gendra kasih tau kalian tentang malam itu," decak Acio. "Oh iya, mau tau?"

"Kasih tau apa?!"

"Kak Gendra makan di kantin, terus balik untuk tidur, gak taunya denger suara pintu kebuka, dan itu ruangan tempat gue ngawasin kalian. Eh dia malah bunuh Acio yang itu, salah sasaran."

Perasaan Yetfa jadi tidak enak. "Maksud lo 'Acio yang itu' itu apa? Lo sama dia—"

"Kita beda. Acio yang asli itu gue, gue gak pernah ikut main sama kalian. Hehehe, Acio yang sama kalian itu robot buatan gue. Nah, sekarang udah paham kan arti kata 'Acio berbeda' yang dimaksud Kak Ajun?"