webnovel

78

Wiy;

Dulu ketika awal kali kita saling kenal, semuanya begitu indah dan menyenangkan. Kamu begitu perhatian, pengertian dan menghadiahkan segala yang kuinginkan.

Dulu semua waktu adalah milik kita bersama, semua bahagia jugalah milik kita berdua, segala aturan kita tetapkan bersama, segala keputusan kita pertimbangkan bersama. Tidak ada yang egois di antara kita. Aku merasa semuanya begitu hebat bisa tahu dan kenal dengan orang sepertimu, Tha. Tetapi itu dulu.

Tidak lama kemudian, semuanya benar-benar berubah. Tidak ada lagi kasih sayang, rasa cintamu pun sudah hilang, perhatianmu telah melayang, oh iya sudah kamu berikan pada istrimu Nelly. Sekarang? Pengertian? Ah sungguh tak ada! Apalagi rindu? Tidak ada rindumu padaku. Kini waktu hanya milikku, aturan sesukaku, keputusan semauku, segelanya hanya milikku, karena memang hanya untukku sendiri.

Kamu? Sudah tak punya kendali lagi seperti dulu sebab kamu bukan lagi milikku. Oh iya kamu tidak pernah jadi milikku. Bukan kah saat ini pun kita adalah sahabat? Begitu kah yang kau katakan kita pernah jatuh cinta? Ah itu hanya cinta-cintaan! Dan aku sejak awal sudah salah merespon dan menerima perasaan. Oh iya, Tha, bukankah dulu aku yang memulainya? Ini salahku ya, Tha?

Dulu, aku pernah ingin seperti burung. Terbang jauh sejauhnya, mengitari bumi luas-seluasnya. Dan ketika aku telah memiliki sayap, aku tak mampu mengendalikannya. Aku keasikan terbang di udara, sayapku betah mengepak, mataku terlanjur dicuri indahnya pemandangan yang terkembang. Ternyata, tidak terlalu lama, akhirnya aku lelah, ingin kembali seperti semula. Namun, amat sulit aku mengalihkan pandanganku, mata hatiku telah kena sihirnya, terlalu indah penampakan yang terpampang untukku. Hingga kini susah aku mengubah diri.

Masih adakah harapanku? Di sini aku terus menunggumu, Tha. Rindu? Sungguh tak dapat diwakilkan dengan kata-kata saja, Tha. Hanya yang punya rindulah yang merasakan. Kamu rindu? Berarti kita sedang merasakan hal yang sama.

Rindulah yang menjelaskan aku masih punya rasa cinta padamu, Tha. Dan rindu pulalah yang memberitahu bahwa aku masih sayang dan setia. Bila aku tidak lagi merindukanmu, sadarilah bahwa aku sudah tak seperti dulu lagi. Dan karena rindu pulalah aku tahu; cintaku bertepuk sebelah tangan.

Kenapa? Karena dari dulu hingga hari ini aku belum pernah mendengar kabar rindumu. Namun tidak mengapa, aku di sini setia, menunggu cinta pertamaku.

***