webnovel

59

Wiy;

Maaf baru bisa membalas surelmu di tahun baru ini, Tha. Aku sudah lama membaca surelmu tiga bulan yang lalu, sudah lama pula aku mengetiknya dan menulis balasannya di kertas puluhan kali. Namun aku menyeleksi tulisan mana yang aku kirimkan untukmu. Begitulah yang terjadi saat ini padaku, Tha. Setiap ada surel masuk darimu maka akan kubacakan puluhan kali dan kutulis juga jawabannya puluhan kali kemduian barulah aku bisa memilih satu jawaban yang menurutku terbaik dan layak kamu baca. Aku benar-benar hati-hati, tidak ingin sedikit tipo pun yang terkirim. Karena aku tidak mau gara-gara satu kesalahan ketik membuatmu malas membaca surelku.

Kamukah yang membalasnya, Tha? Bukan, Nelly kan, Tha? Benar kamu yang membaca dan membalas surelku, Tha? Baru kali ini kamu menggunakan kata "kau", terasa sekali perubahanmu.

Benarkah kamu sudah melupakanku, Tha? Baiklah, walaupun begitu tidak apa-apa. Lupa padaku bukan berarti sudah lenyap perasaan yang kamu simpan, aku yakin sekali cintamu untukku masih menyala.

Dua puluh delapan tahun itu lama katamu, Tha? Lebih seperempat abad? Umurku dua puluh delapan tahun? Perasaanku baru kemarin kamu meninggalkanku. Bagiku dua puluh delapan tahun itu tidak apa-apanya dibanding menerima undangan pernikahanmu. Aku masih trauma akan itu. Tidak kusangka kamu seserius itu menanggapinya. Kukira kamu akan menguatkanku di saat aku goyah, nyatanya tidak demikian. Kamu malah menambihi luka hatiku.

Dua puluh delapan tahun tidaklah lama, Tha! Hanya sebentar bagiku! Bukankah kamu yang mengatakan penantian kita tidaklah seberapa? Aku sendiri tidak merasa penantianku ini adalah beban. Karena aku yakin kamu akan menikah denganku, akan kutunggu hingga hari tuaku.

Kamu menyuruhku melupakanmu, Tha? Bagaimana mungkin aku bisa lupa akanmu? Aku sudah terbiasa mencintaimu, sudah lama merindukanmu. Apakah aku akan menyerah untuk melepaskan orang yang telah lama kurindukan? Tidak! Aku takkan menyerah! Kutahu penantianku ini tidaklah sia-sia.

Dengan tahun baru ini maka sudah empat tahun aku menunggu. Empat tahun? Bukankah itu sebentar, Tha? Sejujurnya aku tidaklah menghitung waktu, agar aku tidak merasa lama dan bosan menunggumu. Meskipun aku tidak menghitungnya, jika kamu bertanya berapa tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit dan detik lamanya aku telah menunggumu? Akan kujawab dengan lancar dengan satu tarikan napasku.

Aku sendiri tidak merasa sudah menunggu selama empat tahun, kadangkala aku merasa baru menunggumu selama empat hari. Baru sebentar, Tha. Aku tidak akan lelah menunggumu. Sebab dalam menunggu aku ditemani cinta, aku diiringi rindu padamu, Tha.

Tidak apa-apa kamu tidak membolehkanku menjenguk kalian, aku akan selalu ada di kampung Sepakat menunggu kedatanganmu. Tidak sekarang, mungkin di usia senja kamu datang dengan bertongkat, berkaca mata dan mengetuk pintu rumahku. Dan saat itu aku sedang memasak menu terbaikku. Hari itu akhirnya aku bisa menghidangkan masakanku yang sudah lama aku persiapkan. Ada tujuh menu masakan, kamu boleh memilih menu mana saja.

Aku akan membukakan pintu, akan kupersilakan duduk di ruang tamu, kemudian kupanggil waliku yang masih hidup, bahkan seluruh penduduk kampung Sepakat akan hadir menjadi saksi pernikahan kita. Usah khawatirkan dengan penantian ini, aku masih setia menunggumu.

Aku akan tetap merawat diriku, bersolek seperti gadis kampung lainnya. Mungkin nanti kulitku sudah keriput, wajahku sudah tidak imut dan cantik lagi, mungkin gigiku sudah ompong, mataku sudah rabun, tetapi jiwaku masih muda. Aku akan terus berusaha merawat diriku untukmu, Tha duhai sekarang sedang jadi sahabatku. Jiwaku masih mencintai dan merindukanmu.

Cahaya cintaku padamu masih menyala. Bilamana kamu mati duluan, aku tidak menyesal menunggumu. Aku akan selalu berdoa pada-Nya untuk disatukan di surga bersama orang yang aku cintai. Aku masih setia di sini: Wiy.

***