webnovel

11

Wiy;

Hubbi, maaf baru bisa balas hari ini. Aku baru baca surel darimu. Singkat, tepat, padat dan tegas.

Aku sudah tidak meragukan lagi kesungguhanmu untuk datang ke kampung Sepakat, ke rumahku lebih tepatnya. Oh ya, Hubbi, ada kabar baik nih dariku. Aku sudah pernah coba sekali memasak Gutel, hampir berhasil. Salahnya cuma tiga; pertama gula merahnya terlalu banyak sehingga melimpah keluar saat direbus ketika sudah mendidih. Kedua; aku membalutnya dengan daun pisang, padahal sudah dibilangin pakai daun pandan saja tapi aku tetap ingin experimen baru. Dan Gutel buatanku tidak wangi jadinya, Hubbi. Andaikan saja aku merebusnya pakai daun pandan, pasti Gutel buatanku wangi dan salah masakanku mestinya hanya dua. Ketiga; aku merebusnya cuma sebentar, baru saja mendidih kemudian segera aku turunkan wajannya dari atas tungku dan tentu Gutelnya mudah hancur karena belum keras.

Ternyata aku lebih segera mengerti masak Gutel daripada masak telur. Kalau masak telur aku banyak sekali salahnya. Asik disalahin aja sama guru masakku. Kurang garam lah katanya, gosong lah, kurang lebar lingkarannya, telur mata sapinya terlalu kecil dan lain sebagainya. Kalau disuruh milih aku lebih memilih masak Gutel saja daripada masak telur. Karena memang telur itu menurutku adalah makanan paling manja, istimewa, unik, dan paling kasihan.

Hubbi tahu kenapa? Karena telur itu lonjong. Benar kan, Hubbi? Kenapa telur itu makanan paling manja? Ya karena itu loh, waktu memasaknya harus pakai perasaan kata guru masakku. Banyak sekali aturannya. Kalau sudah bicara perasaan, tentu lah telur itu makanan yang manja. Sebab saat masak Gutel aku tidak pakai perasaan, aku memakai kegigihan.

Kenapa telur itu istimewa? Karena di kampung Sepakat harga telur lebih mahal dibanding harga seekor anak ayam usia dua minggu. Jadi siapa yang lauknya telur, sudah dianggap orang kaya di kampung kami. Adapun yang lauknya ayam, sudah mainstream, Hubbi.

Kenapa telur itu unik? Karena telur itu absurd, dia bisa jadi mata sapi. Unik dan hebat kan telur, Hubbi? Dan kenapa telur itu kasihan? Karena sesungguhnya ia sudah lahir ke dunia ini namun tidak sempat melihat dunia, sudah kugoreng duluan. Kasihan kan, Hubbi?

Aku tidak mau jodohku seperti telur. Aku tidak ingin hubbi berkarakter seperti telur. Sesunggunya hubbi sudah lah jodohku kalau menurut hati dan perasaan, namun karena plin-plan, hubbi pun menikah dengan orang lain duluan. Lama aku menunggu tanpa kepastian. Sakit rasanya. Padahal sekarang hubbi adalah orang yang aku sayangi saat ini, sudah jadi milikku, hanya menunggu waktu halalnya saja.

Hubbi, aku mencintaimu. Sampai ketemu di rumahku. Dalam waktu dekat aku akan benar-benar berhasil memasak Gutel dan aku akan mengundangmu untuk bertamu. I love you. See you.

***