webnovel

07

Wiy;

Hubbi, sudah terasa lama kita lalui semua ini. Awalnya aku terbawa suasana, aku menanggapi, merespon baik atas sikap dan ucapanmu. Kamu pun demikian, telah banyak berbuat baik terhadapku, hatimu terasa jujur.

Semua yang kamu perbuat, tulisan-tulisanmu berasa tulus. Aku tidak pernah berpikir bahwa kamu akan berbohong dan menyakitiku, sungguh kamu baik sekali padaku.

Hingga kini susah aku ingin mengatakan maksudku kali ini. Hubbi? Sebenarnya... Ah, susahnya memulainya, sebenarnya aku, hum, sebetulnya, hum, sesungguhnya duhai hubbi, aku ingin mengatakan agar kamu tidak perlu lagi memikirkanku.

Tidak perlu lagi bermanis kata padaku. Aku sudah tidak berharap lagi kamu kabari, di sini aku baik-baik saja.

Mungkin terlalu kejam jika aku terus terang bahwa aku sebenarnya ingin kamu lupakan dari ingatanmu, leburkan cintamu, buang jauh ia dari sanubarimu. Mungkin kamu heran dan penasaran kenapa aku berubah begini hubbi? Tidak perlu kamu heran, tidak perlu juga bersedih.

Sekarang fokuslah pada apa yang kamu cita-citakan, giatlah melakukan yang sedang kamu kerjakan, seperti katamu dulu bahwa serius dalam bekerja adalah sebuah bukti cinta untukku, kalau kamu mencintai pekerjaanmu berarti kamu sedang mencintaiku. Bukankah begitu hubbi?

Oh ya, kamu tahu kenapa aku berubah begini? Karena akhir-akhir ini aku sering merenungi tentang diriku, juga tentangmu. Aku merasa semua yang telah kita lalui, atau pun yang sekarang sedang kita hadapi, ini semuanya terasa tidak realistis!

Sekarang umurku sudah dua puluh tiga tahun, sementara kamu baru dua puluh satu tahun. Awal kita jumpa dan saling kenal kamu masih umur lima belas tahun, waktu itu kamu masih ABG hubbi. Itulah salahku dulu kenapa aku terlalu cepat menerima cintamu? Kenapa aku bisa mencintaimu yang lebih muda dariku? Hingga hari ini hubbi, semua kata-katamu dan sikapmu padaku itu terasa tidak realistis.

Kamu masih terbawa suasana ABG-mu, lambat betul terasa kamu dewasa. Lebih baik aku terlebih dulu berkata begini, daripada nanti menunggumu dewasa, dan kuyakin kamu juga berpikiran sama sepertiku kemudian berkata bahwa semua ini tidaklah nyata.

Ini semua memanglah salahku kenapa dulu aku menerima dan memberimu harapan bahwa aku setia sehidup semati denganmu.

Sekarang aku sadar, ah semua itu hanyalah sandiwara cinta yang jauh dari realistis, tidak nyata, tidak wajar. Ibarat berada dalam dunia dongeng, bila sudah sampai di akhir cerita, sebagus dan sehebat apa pun isinya, orang-orang tetap berkata bahwa itu adalah fiksi.

Ya aku sendiri merasa semua ini fiksi, aku sangatlah percaya bahwa semua ini nantinya akan berujung kecewa, hanya sedikit saja kepastian bahagianya. Meskipun ada harapan bahagia kedepannya, tentu itu jugalah fiktif belaka. Sekali lagi maafkan aku hubbi.

Aku juga tidak tahu kenapa baru sekarang aku menyadari ini? Sudah terlalu jauh kita memelihara cinta kita dalam dunia fiksi. Walau pun sampai saat ini kamu sudah beratus kali bilang kamu tulus tanpa dusta, ya aku percaya itu hubbi.

Seperti yang sudah kukatakan tadi bahwa aku belum pernah memandangmu secara personal, aku tidak pernah memandang dirimu adalah pribadi yang pendusta. Bukan dirimu yang dusta, juga bukan hatimu hubbi. Melainkan yang dusta adalah keadaan yang sedang kita lalui.

Aku tidak tahu sebabnya. Entah karena kita saling berjauhan, tidak ada di hadapan, kamu tidak di sisiku sehingga aku merasa semua ini tidak nyata. Berkali-kali aku mencoba untuk bertingkah seperti dulunya kita masih hangat, tetapi sudah sering sekali kucoba namun aku tidak bisa.

Maafkan aku hubbi. Mungkin ini surel terakhirku untukmu. Bila pun nanti kamu pulang, aku sudah tidak berharap lagi kamu mengetuk pintu rumahku. Tidak perlu juga aku membukanya untuk seorang yang jauh di sana, yang tidak nyata, tidak realistis. Aku cinta pertamamu; Wiy.

Maafkan aku. Sekian dan terima kasih dariku.

***