webnovel

08

Tha;

Habibati, setega itukah orang yang telah cukup lama aku kenal selama ini? Semudah itukah kamu menyuruhku melupakanmu?

Habibati, kamu terlambat mengatakan semua ini padaku. Cintaku padamu sudah sangat lama aku pelihara, kita rawat dan kita jaga bersama, dan sekarang kamu menyuruhku meleburkannya? Maaf habibati, aku tidak bisa.

Aku tidak sanggup menerima kesudahan dan kesedihan ini. Lagipula aku tidak merasa diriku yang dulunya mulai merayumu terlebih dahulu. Bukankah kamu yang bercerita pertama kali waktu itu? Bukankah kamu yang lebih tau banyak tentangku dahulunya? Bukankah kamu yang lebih banyak bermanis kata dan menghiburku habibati?

Hum, aku memaklumimu, mungkin kamu sudah lelah bercerita kepadaku, sudah lelah menuliskan kabar dan rindumu. Sehingga semua ini kamu bilang tidak realistis, dunia fiksi dan berujung fiktif belaka. Kamu tega habibati!

Dulu kamu yang memulainya, kamu yang membuatku jatuh cinta padamu. Kamu berhasil menaklukkanku. Memberiku bumbu-bumbu cinta yang indah nan manis, sehingga aku yakin kamulah jodohku. Aku sudah berkomitmen bahwa hanya dirimulah cinta pertama dan terakhirku. Tetapi sekarang akhirnya kamu juga yang mengalah, kamu pulang duluan bahkan pertarungan baru dimulai.

Ibarat kamu memasak telur dadar, kamu memasaknya tanpa memakai minyak goreng, kamu menuangkan air dan mencoba membuatnya mengembang melingkar dan kamu gagal habibati. Kalau masak telur dadar tentu harus ada minyak goreng, dan minyak goreng dalam menjalani cinta yang berjauhan tempat dan waktu itu adalah; konsisten, tidak plinplan, plitatplitut.

Ya kamu sedang bimbang duhai kekasihku. Aku sangat merasakannya. Atau mungkin kamu sudah bosan mendengar kata telur dadar dan telur mata sapi, baiklah aku beri contoh yang lain. Bagaikan saat kamu memilih beragam warna baju di sebuah toko baju. Dan ada enam warna yang kamu sukai, kamu bimbang memilihnya dan ingin shalat istikharah dulu di rumah atau di masjid yang dekat dengan toko itu. Padahal jika kamu mau segera, kamu bisa memilihnya tanpa harus pulang dulu ke rumah kemudian wudhu dan shalat istikharah dua rakaat, sebenarnya cukup kamu pilih salah satunya yang mana saja dan kamu berkomitmen untuk menyukai atas pilihanmu. Jangan lagi melirik lima warna lainnya. Kamu harus paling menyukai dan menyakininya.

Oh ya, mungkin karena kamu berasal dari kampung Sepakat yang katamu bila ada hal kecil saja mesti dimusyawarahkan terlebih dahulu. Sepertinya kamu mesti musyawarah dulu dengan semua orang kampungmu untuk memilihkan warna bajumu habibati. Dan mungkin untuk memperbaiki semua ini, untuk mencintaiku lagi atau tidak, sepertinya kalian di kampung Sepakat harus musyawarah. Aku siap menunggu hasil rapat darimu habibati.

Tidak perlu minta maaf padaku, aku tidak pernah menganggapmu salah. Sejahat dan sekejam apa pun kamu saat ini, kamu tetaplah orang yang aku sayangi.

Terima kasih atas surel terakhirmu ini, oh mungkin nanti bila hasil rapatnya sudah ada dan itulah penentunya kita berlanjut atau sampai di sini saja dan kuharap itu bukan surel terakhirmu.

Sekian balasan dariku untukmu, Wiy. Orang pertama yang membuatku jatuh cinta dan isnyaAllah cinta terakhirku di dunia yang kamu sebut fiksi.

Habibati, aku nyata untukmu. Sekian dan terimakasih duhai pujaan hatiku.

***