webnovel

Terjerat Cinta Anak Pungut

~Anak Pungut~ Sakit sekali rasanya saat mendengar dua kata itu terlontar dengan jelas, sakit sekali rasanya saat aku tahu jika aku adalah anak pungut. Anaya, semasa hidupnya ia selalu bahagia bersama dengan kedua orang tuanya, meski ada saudara yang begitu membencinya tapi Anaya tetap bahagia. Anaya semakin merasa bahagia karena memiliki Haikal sebagai kekasihnya, Haikal lelaki baik dan penuh kasih sayang, itulah yang membuat Anaya merasa sangat beruntung. Tapi semua hancur saat Anaya mengetahui jika dirinya hanya anak pungut, Anaya hanya bayi yang ditemukan di dalam kantong keresek di semak rerumputan. Haikal jadi menjauhinya dan lebih memilih Sasya saudara Anaya yang jelas asal usulnya, Anaya kehilangan separuh semangat hidupnya karena Haikal yang meninggalkannya. Hingga suatu hari, kenyataan yang sama pun didapatkan Haikal, Haikal bukan anak kandung dari kedua orang tuanya dalam kata lain, Haikal juga hanya anak pungut saja. Saat itu, Haikal merasakan apa yang dirasakan Anaya sebelumnya, merasa diasingkan dan tidak berharga. Kenyataan itu Haikal ketahui saat Anaya telah menemukan semangat baru untuk harinya, lelaki baru yang menjadi pasangannya, dan yang bisa membahagiakannya. Haikal tidak terima dengan itu, pertemuan mereka malam itu telah membuat Haikal merasa menyesal telah meninggalkan Anaya hanya karena Anaya anak pungut. Apakah Haikal akan kembali pada Anaya, atau mungkin Haikal akan tetap bersama Sasya?. Apakah Sasya akan tetap menerima Haikal, saat tahu jika Haikal tak ada beda dengan Anaya?. . . Yuk baca, semoga suka, maaf kalau cerita kurang menarik soalnya masih belajar. Dan tolong tinggalkan pesan untuk semangat author ya. Terimakasih, salam ~mentari93_~

mentari93_ · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
9 Chs

Bab1. Pertengkaran

Sasya berjalan memasuki rumahnya, jam menunjukan pukul 00.20 tengah malam, Sasya kerap pulang larut malam setiap harinya, entah apa yang dilakukan olehnya di luaran karena Sasya selalu saja membuat orang tuanya marah.

Langkah Sasya terhenti saat lampu tiba-tiba saja menyala, Sasya melirik sampingnya dan melihat Anaya juga Firman di sana, Firman adalah ayah dari Sasya dan Anaya

Sasya adalah adik dari Anaya, mereka berdua tidak pernah akur meski mereka adalah saudara, mereka kerap bertengkar bahkan untuk hal kecil sekali pun, Sasya merasa sangat membenci Anaya karena perhatian dan kasih sayang orang tuanya yang dirasa lebih besar untuk Anaya.

"Bagus sekali kamu, sampai hari ini kelakuan kamu masih saja tidak berubah," ucap Firman.

Firman melangkah mendekati Sasya diikuti oleh Anaya.

"Dari mana lagi kamu malam ini?" tanya Firman.

Sasya tersenyum acuh seraya berpaling, untuk apa bertanya seperti itu, Firman memang hanya bisa marah-marah saja pada dirinya, tanpa pernah mau bertanya apa yang diinginkannya.

"Jawab, Sasya!" bentak Firman.

"Pah, jangan marah-marah, ini sudah tengah malam," ucap Anaya pelan seraya mengusap tangan Firman.

"Gak usah sok belain gue, lo fikir lo paling mulia disini, munafik."

Anaya sedikit tersenyum mendengar kalimat Sasya, entah apa salah Anaya sehingga Sasya begitu membencinya.

"Gue gak betah ada disini, karena lo, gak sadar lo dengan semua itu."

"Jaga bicara kamu, Sasya," ucap Firman.

"Kenapa, Papah gak suka aku marah sama anak kesayangan Papah ini?"

"Sasya, dia ini Kakak kamu."

"Kakak?"

Sasya sedikit tertawa mendengar ucapan Firman, menjijikan sekali semua itu bagi Sasya, Sasya lebih baik tidak dihidupkan dari pada harus memiliki saudara seperti Anaya.

"Papah, kenapa sih Pah, kenapa Papah harus memiliki anak seperti aku, kenapa Papah gak cukup saja dengan memiliki dia sebagai anak, Papah."

"Apa maksud kamu?" tanya Firman.

"Apa maksud aku .... aku gak suka Pah punya saudara seperti dia, gak tahu diri, sok berkuasa atas semuanya, munafik!" bentak Sasya tepat di depan wajah Anaya.

Firman seketika itu mendorong Sasya hingga membuatnya nyaris terjatuh, Anaya kaget dan langsung menahan Sasya di sana.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Anaya.

"Jangan sentuh gue!" bentak Sasya lagi seraya menodong Anaya.

"Sasya."

Sasya menoleh dan menatap Firman, dan lagi sampai saat ini pun Firman masih saja tidak bisa memahaminya, mungkin memang tidak ada ruang untuk Sasya di rumah itu.

"Semakin kesini, kamu semakin kurang ajar saja, dimana sopan santun kamu terhadap orang tua kamu dan saudara kamu sendiri?"

"Gak ada," ucap Sasya tegas.

"Papah, dengar aku baik-baik, Papah fikirkan, Papah ingat-ingat dengan baik, apa pernah Papah, Mamah, dan dia wanita munafik."

"Sasya, cukup," ucap Firman tak terima dengan tunjukan Sasya pada Anaya.

"Diam, aku cuma mau Papah dengarkan aku saja sekarang, apa pernah kalian semua mencoba untuk bisa lebih mengerti aku, apa pernah, Pah?"

"Diam kamu."

"Papah yang diam, Papah selalu saja membanggakan dia dia dan dia terus, semua tentang Anaya dan semua untuk Anaya, lalu aku apa?"

Firman diam, kemarahannya semakin memuncak saja sekarang, kenapa Sasya semakin kurang ajar terhadapnya padahal mau bagaimana pun juga Firman adalah Papahnya sendiri.

"Gak Papah, gak Mamah, kalian itu pilih kasih, kalau kalian mau Anaya menjadi satu-satunya lalu untuk apa harus ada aku, kenapa!"

Plakk .... mata Anaya seketika membulat saat melihat Firman menampar Sasya dengan kasarnya, Anaya kembali mendekati Sasya dan menyentuh pundaknya.

"Jangan sentuh gue, lo tuli atau bodoh!"

Sasya mendorong Anaya hingga jatuh terjengkang, Anaya sedikit meringis meski tanpa suara.

"Kamu benar-benar keterlaluan!"

Firman kembali membentak Sasya dan berniat untuk mengulang tamparannya, tapi saat bersamaan ada tangan yang menahannya.

"Ada apa ini, jam berapa ini, kenapa harus ribut tengah malam seperti ini," ucap Rosi.

Rosi adalah istri dari Firman, dan jelas jika Rosi adalah ibu dari Sasya dan Anaya.

"Anaya, kamu kenapa duduk disitu?"

Rosi berjalan dan membantu Anaya untuk bangun, hal itu membuat Sasya tersenyum dan menggeleng.

"Kamu kenapa?" tanya Rosi.

"Gak apa-apa kok, Mah."

"Anaya jatuh karena didorong Sasya tadi."

Rosi seketika melirik Sasya setelah mendengar ucapan Firman, Sasya mengangkat kedua alisnya seraya menunjukan senyuman jahatnya.

Sasya seolah menantang Rosi jika saja Rosi akan mengajaknya berdebat sekarang, Sasya tak lagi peduli dengan semua aturan kesopanan yang harus ada.

"Apa benar itu?" tanya Rosi.

"Iya, kenapa, Mamah mau apa?" tanya balik Sasya.

Rosi beranjak dari tempatnya tapi ditahan oleh Anaya, sepertinya Anaya tahu apa yang akan dilakukan Rosi pada Sasya.

"Lepaskan."

"Sudah, Mah."

"Biarkan saja, gue bilang jangan sok baik lo sama gue, lepaskan Mamah, paling dia juga tampar gue sama seperti suaminya tadi."

"Sasya!" bentak Anaya

Sasya mengernyit, Firman dan Rosi meliriknya bersamaan, apa benar yang mereka dengar, jika Anaya berani membentak Sasya seperti itu.

"Hahaaha ...."

Sasya tertawa seraya bertepuk tangan, mereka kompak sekali malam ini, Anaya juga turut membentaknya seperti itu.

Anaya menghampiri Sasya dan menamparnya begitu saja, Firman dan Rosi dibuat syok oleh perlakuan Anaya itu.

"Berani lo tampar gue?"

Plakk .... Anaya menamparnya untuk ke dua kali, muak sekali Anaya dengan tingkah Sasya selama ini.

Sasya menyentuh pipinya dan menatap Anaya dengan penuh kemarahan, nafasnya memburu tanda jika tidak ada lagi kesabaran yang tersisa dalam diri Sasya.

"Kalau kamu gak suka sama aku, harusnya kamu marah sama aku, tapi gak perlu seperti itu terhadap Mamah sama Papah, kamu harus tetap jaga sikap kamu di depan mereka."

Sasya mengangguk-angguk mendengar kalimat Anaya, kedua tangannya mengepal kuat, betapa ingin Sasya menyakitinya tanpa ampun.

"Aku tidak pernah memaksa kamu untuk baik sama aku ya, tapi aku tidak suka kalau kamu kurang ajar terhadap Mamah sama Papah."

"Seperti itu?" tanya Sasya.

"Kamu bermasalah sama aku kan, kalau gitu lampiaskan semuanya sama aku saja."

Sasya tersenyum dan berpaling, matanya mendadak berembun dan cairan itu menetes begitu saja tanpa aba-aba.

"Oke, lo mau tahu kenapa gue sangat membenci lo selama ini?"

"Apa, katakan saja."

"Gue benci, karena mereka lebih menyayangi anak pungut seperti lo dari pada gue yang anak kandungnya sendiri!" bentak Sasya.

Mata Anaya kembali membulat dengan mulut yang menganga, kalimat macam itu, kenapa membuat Anaya merasa kecewa.

"Sasya," ucap Rosi.

"Lo tahu, lo bukan anak kandung mereka, lo hanya anak pungut yang ditemukan dalam keadaan paling menyedihkan, tapi disini lo malah bertingkah seolah lo ratu di rumah ini, gak tahu diri."