webnovel

Terjerat Cinta Anak Pungut

~Anak Pungut~ Sakit sekali rasanya saat mendengar dua kata itu terlontar dengan jelas, sakit sekali rasanya saat aku tahu jika aku adalah anak pungut. Anaya, semasa hidupnya ia selalu bahagia bersama dengan kedua orang tuanya, meski ada saudara yang begitu membencinya tapi Anaya tetap bahagia. Anaya semakin merasa bahagia karena memiliki Haikal sebagai kekasihnya, Haikal lelaki baik dan penuh kasih sayang, itulah yang membuat Anaya merasa sangat beruntung. Tapi semua hancur saat Anaya mengetahui jika dirinya hanya anak pungut, Anaya hanya bayi yang ditemukan di dalam kantong keresek di semak rerumputan. Haikal jadi menjauhinya dan lebih memilih Sasya saudara Anaya yang jelas asal usulnya, Anaya kehilangan separuh semangat hidupnya karena Haikal yang meninggalkannya. Hingga suatu hari, kenyataan yang sama pun didapatkan Haikal, Haikal bukan anak kandung dari kedua orang tuanya dalam kata lain, Haikal juga hanya anak pungut saja. Saat itu, Haikal merasakan apa yang dirasakan Anaya sebelumnya, merasa diasingkan dan tidak berharga. Kenyataan itu Haikal ketahui saat Anaya telah menemukan semangat baru untuk harinya, lelaki baru yang menjadi pasangannya, dan yang bisa membahagiakannya. Haikal tidak terima dengan itu, pertemuan mereka malam itu telah membuat Haikal merasa menyesal telah meninggalkan Anaya hanya karena Anaya anak pungut. Apakah Haikal akan kembali pada Anaya, atau mungkin Haikal akan tetap bersama Sasya?. Apakah Sasya akan tetap menerima Haikal, saat tahu jika Haikal tak ada beda dengan Anaya?. . . Yuk baca, semoga suka, maaf kalau cerita kurang menarik soalnya masih belajar. Dan tolong tinggalkan pesan untuk semangat author ya. Terimakasih, salam ~mentari93_~

mentari93_ · Urban
Not enough ratings
9 Chs

Bab2. Celaka

Anaya menggeleng dan berjalan mundur menjauhi mereka perlahan, Rosi dan Firman saling lirik, kenapa Sasya bisa berkata seperti itu dan dari mana Sasya bisa tahu semua itu.

"Gak mungkin," ucap Anaya tak percaya.

"Lo itu anak pungut yang tidak tahu diri, lo anak yang entah dari mana asal usulnya, lo dipungut di pinggir jalan tanpa apa pun juga, bahkan baju pun lo gak bawa."

"Sasya, cukup." ucap Rosi.

"Kenapa, ada yang salah dari apa yang aku katakan, dia memang anak pungut kan, dia anak yang gak jelas asal usulnya atau mungkin dia anak haram sehingga dibuang orang tuanya, dia anak yang tak diinginkan untuk lahir di dunia ini."

"Enggak ...." jerit Anaya seraya menutup kedua telinganya.

Tiga orang itu menoleh bersamaan, Sasya tersenyum merasa puas dengan semuanya, Anaya memang harus tahu siapa dirinya agar dia bisa sadar diri.

"Anaya, kamu tidak perlu dengarkan Sasya."

Rosi berjalan mendekati Anaya dan meraih kedua tangannya, air mata Anaya menetes begitu saja saat menatap Rosi.

"Anaya, kamu anak Mamah."

"Bohong," sela Sasya

"Lo hanya anak pungut dari pinggir jalan, anak haram!" bentak Sasya.

"Sasya!" bentar Firman.

"Itu benar, Papah harusnya katakan itu sama anak pungut kesayangan Papah itu, dia harus tahu dari mana dia berasal, dia harus tahu kalau dia hanya anak yang dipungut dari semak rerumputan pinggir jalan oleh Papah sama Mamah, iya kan?"

"Sasya ...."

"Hentikan ...." jerit Anaya lagi.

Ketiga orang itu menoleh bersamaan, Anaya menatap mereka betiga secara bergantian, perasaannya telah hancur sekarang.

Anaya telah tahu jika dirinya hanya anak pungut di keluarga itu, sosok Anaya bukan siapa-siapa bagi mereka.

"Anaya, kamu jangan dengarkan Sasya, kamu tidak perlu fikirkan itu." ucap Rosi.

"Jawab Anaya, apa benar semua yang dikatakan Sasya tadi?" tanya Anaya dengan menahan isakannya.

"Tidak, kamu jangan dengarkan itu."

"Jawab jujur, Mah."

Rosi menggeleng, air matanya juga turut menetes, Rosi tidak inginkan semua ini tapi kenapa harus terjadi.

"Jawab Mamah, atau mungkin Papah yang bisa jelaskan, katakan apa benar aku hanya anak pungut saja di rumah ini?"

Firman menggeleng saat mendapatkan tatapan dan pertanyaan dari Anaya, Anaya tersenyum, diamnya mereka adalah jawaban baginya.

"Apa lagi yang mau lo dengar, anak pungut."

Anaya menggeleng dan berlalu meningalkan mereka bertiga, sudah cukup semuanya, Anaya tidak ingin mendengarkan apa pun lagi.

"Anaya," panggil Rosi dan Firman bersamaan.

Anaya berlari meninggalkan rumah itu dengan tangisannya, kenyataan apa yang baru diketahuinya itu, kenapa buruk sekali dan sangat menyakiti perasaannya.

"Anaya," panggil Rosi yang langsung menyusul Anaya.

Firman melirik Sasya di sana, kakinya terayun mendekati Sasya yang masih berdiri dengan wajah puasnya itu.

"Puas kamu?" tanya Firman.

"Iya, tentu saja, aku puas karena sudah lama aku menginginkan dia tahu siapa dia di rumah ini, dia tak lebih dari sekedar anak pungut."

"Cukup!" bentak Firman.

Sasya memejamkan matanya sesaat, air matanya semakin kuat menerjang untuk keluar dari matanya.

"Anaya memang bukan anak kandung, tapi dia lebih tahu bagaimana cara menghormati kami, dan dia juga menghormati kamu."

"Terus aku harus peduli, aku gak mau dihormati, aku hanya mau Anaya pergi dari sini."

Firman menggeleng dan berlalu menyusul Anaya dan Rosi, tidak akan ada akhirnya berdebat dengan Saysa terus menerus.

"Mamah," panggil Firman seraya melihat sekitar.

Rosi tampak berlari menghampiri Firman, wanita itu terengah-tengah.

"Ada apa, Mah?"

"Anaya pergi, pergi dengan menggunakan motor."

"Motor .... motor siapa?"

"Mamah gak tahu, Anaya menghentikan motor yang lewat dan memakasa merebutnya."

"Ya sudah, ayo masuk mobil, kita kejar Anaya."

Rosi mengangguk setuju, keduanya lantas memasuki mobil dan melaju pergi meninggalkan rumah.

Sasya tampak keluar dan berdiri di teras sana, senyumannya sedikit terlihat bersamaan dengan tetesan air matanya.

"Sampai seperti itu mereka membela si anak pungut itu, memang keterlaluan."

Sasya kembali memasuki rumah dengan menutup kasar pintunya, tidak ada yang perlu diperdulikannya karena memang tidak ada juga yang memperdulikannya.

Mereka hanya sibuk mengurusi Anaya si anak pungut, tanpa peduli dengan Sasya yang jelas anak kandung mereka.

Mobil itu terus mengejar laju motor yang tanpa kendali di depan sana, mereka harus bisa menghentikan Anaya dan berbicara dengan benar padanya.

"Cepat, Pah."

"Sabar, ini kan lagi di kejar, kita juga tetap harus hati-hati jangan sampai celaka, dan mencelakakan Anaya."

Rosi mengangguk, itu memang benar, tapi bagaimana lagi karena mereka harus bisa mendahului Anaya.

Jauh dan jauh mereka melaju mengendarai kendaraannya, Anaya merasakan pegal di tangannya dan itu membuat Anaya perlahan kehilangan fokusnya.

Laju motor Anaya mulai berkelok tak beraturan, mengacak jalan dan membuat kendaraan lagi ramai menekan klaksonnya.

Anaya tidak mau menyerah dan terus saja menarik gasnya, semakin jauh dan jauh kendali itu benar-benar hilang.

Motor Anaya limbung hingga menabrak pohon di pinggir jalan itu tanpa terhindar, Anaya terlempar jauh dan membentur pohon lain di depannya.

"Ya Tuhan, Anaya ...." jerit Rosi.

Firman memastikan jika mobilnya telah berada di pinggir jalan, saat mobil berhenti keduanya terburu-buru keluar dan menghampiri Anaya.

Firman meraih tubuh itu, tak berdaya dan tak merespon sama sekali, Anaya tak sadarkan diri ada darah keluar dari sebagian wajahnya.

"Pah, ayo bawa ke rumah sakit."

Dengan panik, Firman membawa Anaya ke dalam mobil, Rosi turut masuk dan menahan kepala Anaya di sana.

"Anaya bangun," ucap Rosi. seraya menepuk pipi Anaya.

Firman melajukan mobilnya cepat, yang ada dalam fikirannya sekarang adalah bagaimana caranya agar bisa cepat sampai rumah sakit.

Firman tidak ingin sampai terjadi hal lebih buruk pada Anaya, apa lagi sampai harus kehilangan anak itu.

"Anaya, ayo bangun, Anaya ini Mamah."

Air mata Rosi tak lagi bisa ditahan, wanita itu menangis melihat putrinya tak sadarkan diri.

Kenapa harus berakhir seperti ini, kenapa Anaya harus celaka, Anaya seharusnya tidur di rumah bukan kebut-kebutan di jalanan.

"Anaya masih ada kan, Mah?" tanya Firman.

Rosi mengangguk pasti, memang masih ada nafas Anaya saat ini.

"Mah, jawab."

"Iya, Anaya masih ada, cepatlah, cepat kita harus segera sampai ke rumah sakit sekarang, jangan banyak bicara."

Firman mengangguk, Firman hanya ingin memastikan jika Anaya memang tetap ada bersama mereka sekarang.

Anaya tidak boleh meninggalkan mereka dalam keadaan seperti saat ini, Anaya harus mendengar dulu penjelasan Rosi dan Firman tentang statusnya sebagai anak pungut.

Jika Anaya tenang, Anaya pasti bisa mengerti jika mengetahui ceritanya, dan tidak perlu melakukan hal sebodoh itu malam ini.