webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
13 Chs

Perempuan Dalam Mimpi (bag.2)

🍁🍁🍁

Suara alarm dari ponselnya di atas meja nakas berdering nyaring. Dengan kepala berdenyut Jun berusaha bangkit dari peraduannya. Tiba-tiba dia teringat mimpinya semalam. Setelah sekian lama mereka bertemu dalam mimpi, akhirnya perempuan itu menyebutkan namanya.

Myria ... Myria ...! Gumam Jun perlahan. Nama yang aneh seaneh pakaiannya.

Sekali lagi Jun memijit kepalanya yang berdenyut. Dia beranjak ke dapur untuk meneguk sebotol air putih. Napasnya masih menderu mengingat mimpi yang mulai menghantui selama dua bulan terakhir.

Setelah menandaskan sebotol air, Jun segera bersiap ke kantor. Waktu baru menunjukkan pukul 07.00 pagi. Masih ada waktu untuk sarapan di restoran dekat kantornya.

Sementara itu di sisi lain kota Metro Raya, di sebuah rumah terbuat dari kayu yang dipoles dengan seni klasik, seorang gadis sedang berkemas dengan tergesa-gesa dalam kamarnya. Rambut sebahunya hanya di ikat asal-asalan, wajahnya pun hanya dipoles sekedarnya. Suara langkah kakinya menuruni tangga menggema di seluruh ruangan.

"Adalyn Zada! Tidak bisakah kamu berjalan pelan-pelan?" tegur Nyonya Liang yang sedari tadi jengah melihat kegaduhan yang ditimbulkan putrinya.

"Maaf Nyonya, aku sedang terburu-buru," jawab sang gadis seraya menyeret kakinya hendak keluar pintu rumah.

"Sarapan dulu, Nak!" Suara Nyonya Liang kembali melengking.

"Aku sudah terlambat, Ibu." Adalyn kembali ke ruang makan mengecup pipi Tuan Liang, ayahnya, lalu ibunya, dan terakhir mencubit pipi Yol, adik kecilnya yang sedang menyuap sesendok nasi goreng.

"Kakaaaakkk ...," Yol memberenggut kesal karena nasi yang sudah hampir masuk ke mulutnya malah tertumpah ke atas meja. Adalyn hanya terkekeh senang karena berhasil menjaili adiknya sambil berlari kembali ke arah pintu.

"Hati-hati di jalan" Suara Nyonya Liang masih sempat terdengar saat Adalyn sudah menuruni tangga kayu rumahnya. Sejenak disempatkannya memberi sepotong wortel pada seekor kelinci putih di halaman samping. Setelah itu Adalyn kembali berlari tergesa-gesa ke pemberhentian bus yang berjarak 100 meter dari rumahnya.

Hari ini adalah hari pertama Adalyn magang di sebuah kantor pemerintahan. Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan pariwisata, Adalyn harus melaksanakan program magang untuk laporan akhir. Adalyn mendapatkan lokasi magang di Kantor Pariwisata kota Metro Jaya yang terletak di pusat kota. Jaraknya sekitar empat puluh lima menit perjalanan dengan bus kota.

Sambil menunggu bus, Adalyn melirik jam tangannya. Tinggal 50 menit sebelum waktu melapor ke divisi tempat magangnya. Dengan perasaan gelisah gadis itu duduk seraya menggoyangkan kakinya yang merupakan kebiasaannya saat gelisah atau gugup.

Ketika bus yang ditunggu tiba, dengan sigap Adalyn melompat masuk ke bus.

"Selamat pagi, Paman!" sapa Adalyn pada pak sopir dengan sedikit membungkukkan badan.

"Selamat pagi, Lyn. Bagaimana kabar ayah dan ibumu? Nenekmu baik-baik saja kan?" balas pak sopir. Dia adalah pria ramah yang merupakan tetangga nenek Adalyn di kampung.

"Mereka semua baik-baik saja, Paman." Jawab Adalyn dengan senyum manisnya.

"Syukurlah." Pak sopir tersenyum ramah lalu mulai melajukan kendaraannya.

Suasana pagi kota Metro Raya begitu cerah meski sesekali awan gelap membayangi sinar matahari. Lalu lalang manusia dan kendaraan menandai awal dimulainya geliat kesibukan kota. Angin semilir menerbangkan kelopak bunga Tabebuya yang berjajar di sepanjang taman kota. Pohon bunga Tabebuya adalah tanaman yang biasa ditemui di kota ini. Selain Tabebuya, tanaman bunga bermacam-macam jenis dan warna juga menghiasi setiap sudut hijau kota.

Pemerintah kota Metro Raya sedang gencar-gencarnya memperindah kota sebagai bentuk promosi pariwisata kota. Dan dalam waktu sebulan ke depan akan diadakan sebuah festival untuk merayakan hari jadi kota Metro Raya.

Kota Metro Raya sudah berdiri ratusan tahun, bahkan sebelumnya kota ini bernama Jonin Raya sebelum beralih menjadi ibukota Negara Transnisia sekitar 200 tahun silam. Selain indah kota ini juga menyimpan banyak misteri karena pernah menjadi medan perang saudara di masa lampau sekitar satu millennium sebelumnya. Setidaknya seperti itu yang diceritakan oleh guru sejarah Adalyn saat di sekolah menengah.

Adalyn tiba di depan Kantor Pariwisata kota ketika waktu hampir pukul 08.00 pagi. Dengan terengah-engah gadis berambut pendek itu menghampiri teman-temannya yang sedari tadi menunggunya di depan lobi kantor.

"Kenapa terlambat?" tanya Quitta, salah satu teman magangnya yang bertubuh kurus.

"Ak- aku ... hosh ... bangun... kesiangan ... hhh..." Adalyn susah payah mengatur napasnya setelah berlari marathon dari halte bus.

"Ck, kebiasaan deh," cibir Sareena yang datang lebih awal. Gadis satu ini selain cantik juga terkenal tepat waktu. Adalyn hanya meringis melihat gurat kesal di wajah temannya itu.

"Ayo masuk," ajak Adalyn untuk meredakan kekesalan teman-temannya.

🍁🍁🍁

Suasana ruang rapat begitu tegang. Tampak pimpinan kantor sedang serius membahas persiapan pelaksanaan festival kota bersama beberapa pimpinan divisi dan staff ahli. Seperti tahun-tahun sebelumnya, walikota Metro Raya menunjuk Kantor Pariwisata sebagai penyelenggara acara besar tersebut. Sebulan sebelum festival, Kantor Pariwisata sudah sibuk dengan segala persiapan.

Jun Byram yang menjabat sebagai kepala Divisi Perencanaan dan Promosi ikut serta dalam rapat tersebut. Pria berusia 29 tahun, berpostur tinggi tegap, berwajah tegas dengan kacamata tanpa bingkai yang senantiasa bertengger di atas hidungnya yang bangir itu hanya diam di kursinya sambil mendengarkan instruksi-instruksi dari pimpinannya.

Sementara Oza, staffnya sibuk mencatat semua hasil rapat. Oza, pria berusia tiga tahun lebih muda dari Jun sesekali melirik atasannya yang terlihat sedikit melamun. Pria itu tampak lebih pendiam hari ini.

Rapat berakhir tanpa banyak pertanyaan atau interupsi. Jun keluar ruang rapat diikuti oleh Oza yang masih penasaran dengan ekspresi berkerut di wajahnya. Meskipun Oza sudah terbiasa melihat ekpresi Jun seperti itu setiap hari, namun kali ini Oza takut memulai pembicaraan. Pria itu hanya mengembuskan napas panjang yang membuat Jun menoleh padanya.

"Ada apa?" tanya Jun dengan suara dalam sedalam laut Atlantik. Oza menggeragap seketika.

"Hmm ... apakah ... sesuatu yang buruk telah terjadi?" tanya Oza hati-hati.

"Tidak ada." Seperti biasa hanya jawaban singkat.

"Oh! Ahhh ... aku hampir lupa. Tadi ada pemberitahuan dari divisi HRD katanya hari ini ada beberapa anak magang dari universitas kota. Salah satu dari mereka akan ditempatkan di divisi kita," tutur Oza. Jun terdiam sejenak.

"Kamu jemput saja anak magang itu lalu perkenalkan ke semua staff divisi kita. Aku ada urusan sedikit." Tanpa menunggu tanggapan Oza, Jun langsung melangkah pergi.

"Baik, Pak!" sahut Oza di belakang punggung Jun lalu melangkah ke arah ruang HRD.

Jun sendiri melangkah ke arah lift. Ketika hampir mencapai lift, Jun melihat sekelebat bayangan perempuan berbaju merah panjang dengan rambut terurai berjalan masuk ke area toilet. Jun mengurungkan niatnya untuk memencet tombol lift. Dengan rasa penasaran, pria itu mengikuti arah bayangan tadi. Ketika memasuki area toilet, dia melihat jelas bayangan perempuan itu masuk ke toilet wanita.

"Myria!" gumam Jun tertahan.

Seakan tidak yakin dengan apa yang dilihat oleh indra penglihatannya, Jun melangkah perlahan menuju pintu toilet wanita. Suasana sekitar toilet sepi. Sayup - sayup terdengar suara gemericik air di dalam sana.

Dengan gugup Jun mendorong pintu toilet yang sedikit terbuka. Pintu semakin terbuka lebar, suara air di wastafel pun semakin jelas terdengar. Ketika Jun menjulurkan kepalanya ke dalam ruang toilet, seorang gadis berambut pendek sebahu sedang berdiri di depan cermin wastafel seraya membetulkan kemeja putihnya.

Adalyn yang sedang tersenyum memandang pantulan wajahnya di kaca tiba-tiba menoleh saat menyadari seseorang sedang berdiri di depan pintu.

"Aaaaakkkkhhh ...!" pekik Adalyn seraya mundur membentur dinding.

"Si- siapa kamu?" Adalyn mencengkeram erat kemejanya di bagian dada.

Pria berkacamata yang sedang berdiri di depan pintu hanya terdiam karena terkejut oleh pekikan gadis itu.

"Apakah ada perempuan berbaju merah masuk ke sini?" tanya Jun sambil memindai Adalyn dari atas ke bawah.

"Ap- apa maksudmu? Aku hanya sendirian di sini. Tidak ada orang lain selain ...," Adalyn terhenyak seolah menyadari situasi yang sedang terjadi.

"Jangan ... jangan-jangan kamu mau berbuat mesum. Aaaaakkkkk ... ada pria mesum," teriak Adalyn seketika itu juga melempar sebuah tong sampah dekat wastafel ke arah Jun.

Menyadari bahaya yang sedang melayang ke arahnya, Jun refleks menutup pintu sehingga tong sampah tersebut hanya mengenai pintu bagian dalam. Jun segera meninggalkan toilet dengan langkah lebar sebelum serangan susulan datang.

Sementara di dalam sana Adalyn masih menjerit sambil menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya. Menyadari tak ada suara pria itu lagi, Adalyn menghentikan jeritannya lalu perlahan membuka matanya. Sepi. Pria mesum itu telah pergi. Adalyn mengembuskan napas lega lalu segera melarikan diri dari tempat itu.

Bersambung ...

🍁🍁🍁

Mohon dukung karya author dengan penilaian positif dan power stone nya ya. Terima kasih sudah mampir baca 😊