webnovel

Final Round

Usai insiden dua hari lalu, Roman sengaja menyembunyikan cedera di tangannya dari Ayah supaya tidak terjadi hal merepotkan. Sampai-sampai dia sengaja menyewa hotel mewah untuk ditinggali berdua denganku dalam masa pemulihan cederanya itu.

[Ya tidak tahu jangan tanya alasan detailnya kepadaku, jika aku ikut kena marah wajarkan saja]

Seperti yang aku katakan bahwa aku sudah membuat janji kepada Roman untuk lolos ke babak final, dan kemarin aku berhasil mengalahkan salah satu peserta ujian ini dengan mudahnya. Alhasil aku berhasil lolos ke babak final, sebenarnya aku sudah bersiap menghadapi hal merepotkan seperti ini, apa lagi jika bukan memberikan pencerahan kepada Ran.

Baik daripada aku banyak bicara tidak jelas, saatnya mencetak kisah di pertandingan ini.

“Para hadirin semuanya yang berbahagia, tiba lah saat yang paling ditunggu selama kurang lebih 4 hari, hari ini kita akan melaksanakan babak Final peserta ujian pertandingan Akademi Zigfrids!!”

Suara tepukan semarak menghujani telingaku, di tanganku ini kugenggam erat sebuah pedang. Meski pedang ini bukan katana Klan Yozora, aku merasa tidak jauh beda rasanya dengan menggunakan katana milikku.

Di antara sekumpulan para murid di kursi penonton, aku mendapati Roman duduk menyaksikan pertandingan ini bersama teman-teman satu kelasku dan mereka semua bersorak menyemangatiku. Rasa bingung menghujani hatiku, aku pikir Roman tidak ikut menyaksikan pertandingan final ini karena harus beristirahat atas lukanya. Ternyata dia malah ikut bersorak mendukungku.

“Mari kita panggil peserta pertama,”

Ahh itu dia! aku harus bersiap.

“Kita sambut Yozora Hikari, dari kelas 8-A silahkan maju ke arena!”

—Tarik nafas dan keluarkan, hilangkan semua rasa gugupmu, dan tanpa berlama-lama lagi aku menggerakkan kakiku melangkah maju ke arena. Di waktu aku keluar menuju arena, cuaca hari ini tampak akan tidak mendukung. Dilihat dari gelapnya awan ditambah hembusan angin dingin berembus melewati leher dan tubuhku. Aku berpikir tidak salah lagi akan terjadi badai atau mungkin hujan deras.

“Lalu peserta kedua, Sang malaikat neraka. Kita panggil dan sambut... Ran Edwards!!”

Dia datang!

Aura kesombongan dan keangkuhannya seakan keluar berapi-api di sekujur tubuhnya. Tatapan sinis itu, sama seperti tatapannya kepada Roman kemarin. Namun yang membedakan saat ini, aku merasa aura membunuhnya lebih besar dibandingkan saat dia melawan Roman. Dalam keadaan apa pun aku harus berwaspada terhadapnya.

Tidak sampai satu menit, dia berhenti melangkah tepat di hadapanku. Ran memutar lehernya sehingga terdengar bunyi dari setiap persendian lehernya sebagai suatu pemanasan kecil. Sehabis melakukan itu dia langsung berkata kepadaku.

“Kalau tidak salah, kau anak angkat dari Pamanku kan?”

Yang dia maksud ialah Ayah.

“Jika benar, mengapa? apa kau merasa keberatan dengan hal demikian?” jawabku.

“Tidak, tapi sebelum ini dimulai apa kau mau menyerah terlebih dahulu? sebelum aku membuat luka seperti apa yang aku lakukan terhadap saudaramu itu hahaha.” Tanpa merasa bersalah, dia justru tampak bangga dengan hal itu.

“Menyerah?”

Aku meludah di tanah untuk mengisyaratkan aku menolak tawaran itu mentah-mentah.

“Wah-wah, dirimu sudah siap ya?”

“Aku di sini bukan hanya sekedar mengalahkanmu, ada janji yang harus kutepati terhadapmu,”

“Hmm! kau ini menarik juga, tidak salah Paman dan Roman sangat perhatian kepadamu,”

“Ada satu hal yang ingin kupertanyakan kepadamu,”

“Silahkan! Hihi,”

“Mengapa Roman yang merupakan sepupumu kau lukai? bukankah kalian berdua memiliki ikatan saudara?”

“Saudara? cih! aku tidak mengenalnya sebagai saudara. Sekarang aku adalah pewaris satu-satunya dari keluargaku, maka orang seperti dia tidak dibutuhkan!”

“Ternyata itu jawabanmu? sama sekali tidak ada hubungannya, baiklah meski aku tidak merasa puas sama sekali aku harus menyadarkanmu baik melalui jalan ucapan, hati, atau baku hantam,”

“Tanpa basa-basi lagi, mari kita mulai Hikari!”

“Kita mulai pertandingannya dalam hitungan ketiga,”

Aku mengambil ancang-ancang untuk berlari maju—begitu juga dengan Ran. Lantas aku akan sekuat tenaga mengalahkannya.

“Satu!..”

“Dua!...”

“Tiga!!!”

Kami berdua berlari maju ke arah berlawan seraya berteriak. Hantaman senjata saling dilakukan baik diriku maupun Ran. Aku berpikir Ini akan menjadi pertandingan yang sengit.

Ran menyerang dengan tusukan bertubi-tubi khasnya, untung saja karena aku memiliki refleks dan respons tinggi terhadap hal apa pun terutama serangan, efeknya diriku bisa menghindari setiap serangan itu.

Mendapati ada celah sontak kakiku membalas serangan dengan bergerak kencang menendang ke perut lawanku itu.

Tetapi bukannya dia terpental atau terjatuh ke tanah. Dia hanya terdorong mundur ke belakang dalam posisi kaki masih berpijak di tanah, orang ini benar-benar tidak boleh aku remehkan.

“Apakah kau mengira diriku akan terpental dan jatuh seperti yang lainnya?” ujar Ran.

Dia tersenyum sambil menarik dan membunyikan pergelangan jari tangan, dari mulut pedasnya dia berkata.

“Terlalu lemah untuk seukuran anak pungut seperti dirimu ya,”

Kata-katanya membuat seketika hatiku seperti ada yang menusuk. Aku berusaha menahan amarah dan mengesampingkan kata-kata itu untuk kembali fokus ke dalam pertandingan.

“Aku ingin bertanya, apakah kata-kata itu membuat mentalku jatuh hah!? jangan harap! dibanding sifat iblismu itu, sifat iblis saudara kembarku lebih pekat jika dia mengeluarkan sifat aslinya,”

“Banyak bicara... ayo maju kau sini! akan kubuat tubuhmu memiliki banyak lubang!”

“Berisik! akan kusadarkan dirimu melalui tebasan ini.”

Aku kembali menyerang Ran dengan pedangku, lawanku itu pun tampak mulai serius dalam setiap serangannya.

Terlebih dahulu kami melakukan serangan fisik, aku sempat terkena beberapa sayatan senjata milik Ran. Sebaliknya Ran terkena beberapa sayatan pedangku juga luka lebam di pipi kanannya.

Suara penonton semakin meriah seiring sengitnya pertandingan ini, Roman bersama teman-teman satu kelasku berteriak mendukungku.

“Mereka sudah menaruh kepercayaan kepadaku, dan aku harus menjaga kepercayaan mereka.” Pikirku dalam hati.

Semangat dalam jiwa dan ragaku semakin berkobar dan membara keluar. Di tengah mendungnya cuaca ini, aku harus bisa menepati janjiku kepada Roman. Oleh karena itu...

“Aku tidak akan kalah!”

Tebasan pedang aku lakukan menebas perutnya dengan tetap mengikuti peraturan pertandingan ini.

[Salah satu peraturan pertandingan ini adalah jangan sampai membuat luka yang dapat membuat peserta lain dalam kondisi kritis atau bahkan kematian, maka ada hukuman berat yang akan menanti bagi pelanggar]

“Agh!!”

Tetesan darah keluar dari perutnya, dia menahan luka itu supaya tidak terjadi pendarahan terus-menerus. Sambil menahan sakit dia membalikkan badan menoleh kepadaku.

“Kau!!!” ucap Ran.

“Bagaimana? Itu hanya baru luka kecil, sedangkan dirimu sudah mematahkan tangan Roman. Apa kau bisa pikirkan jika kau jadi dia?” tanyaku.

“Berisik kau kurang ajar! beraninya kau menebas perutku!”

“Baiklah jika begitu, aku akan menggunakan sphere.” Ran menyayat tangannya dan melumurkan darahnya ke bilah pedang pada sarung tangan.

“Argentum doloris!”

Rambut kuning Ran berubah menjadi abu-abu perak, aku kira setelah berubah dia melancarkan serangan jarum peraknya. Ternyata diluar dugaanku.

“Advanced sphere: Argentum armis!”

Serpihan perak secara ajaib keluar dari bilah pedangnya. Kumpulan serpihan tersebut melayang lalu menempel pada seluruh tubuhnya kecuali pada wajah membentuk sebuah baju zirah atau akan kusebut armor.

Dan sekarang Ran telah menjadi manusia dengan memakai zirah perak.

“Hahahahah Bagaimana? kau mau melihat kekuatan senjata ini yang sebenarnya?”

Mendengar kata ‘Senjata’ sontak aku teringat suatu hal.

“Aku paham, jadi...”

“Sebenarnya kau tidak menyadari bahwa kau telah dirasuki oleh kekuatan jahat dari pedang itu?”

“Apa maksudmu?” tanyanya dengan nada heran.

“Roman sepupumu pernah bercerita atas sifat dirimu yang tiba-tiba berubah sejak menerima warisan senjata itu,”

“Senjata itu, adalah salah dari 9 senjata legendaris di dunia ini. Biar kutebak, nama senjata itu adalah blood argentum,”

Ekspresi terkejut terukir di wajahnya, tetesan air hujan turut menetes dari awan mengikuti keadaan dalam pertandingan ini.

“Lihatlah dirimu, kau dikelilingi oleh kebingungan, bukan teman-teman,”

“Bukan hanya dirimu saja, aku sendiri pernah dirasuki oleh suatu kekuatan,”

"Daripada itu semua, mengapa kau tidak pikirkan siapa yang masih peduli denganmu?"

Tetesan hujan semakin deras, Ran memalingkan pandangannya menunduk ke serong kanan. Aku melangkah perlahan mendekati seorang Ran yang mungkin sedang merenungkan dirinya. Aku berpikir ini adalah ide bagus, namun pena takdir menulis kisah berbeda dari pikiranku.

“Aghh!!”

“Hikari!!!” teriak Roman.

Tiba-tiba sebuah tusukan menusuk tepat di ulu hatiku. Darah mulai mengucur keluar mengikuti guyuran air hujan, membuat Ran tersenyum melihatku merasa sakit akibat tusukan senjata miliknya. Dia menarik pedang yang menusukku dan memukul area yang terdapat luka itu. Aku jatuh terbaring tidak berdaya ke tanah. Dia menginjak pedangku sampai hancur, selanjutnya dia berkata kepadaku

“Sejujurnya aku benci kepadamu, dari tadi hanya membahas tentang diriku seakan kau paham diriku, biar aku jelaskan kenapa aku sengaja dirasuki oleh kekuatan pedang ini,”

Suara petir pun ikut serta merubah momen mencekam ini semakin mengerikan.

“Dahulu aku dikenal sebagai orang berparas tampan dengan kecerdasan di atas rata-rata sehingga semua orang tampak sangat ingin mendekatiku, tapi dibalik itu semua aku hanya lah orang lemah yang terus dimanfaatkan oleh orang lain secara paksa, bahkan setelah orang tuaku mati. Sejak aku mendapatkan warisan senjata itu, aku sengaja membiarkan kekuatan ini merasuki diriku sehingga aku semakin dianggap dan ditakuti,”

“Kau!! Mengapa kelasmu dan saudaramu itu begitu lemah nan bodoh seperti babi. Kalian tidak berusaha menjadi nomor satu untuk mencapai tujuan kalian, padahal kenyataannya kalian bisa saling menjatuhkan untuk mendapatkan tujuan itu!”

“Aku...”

“Hikari!!” sebuah suara terdengar tidak asing memanggil namaku barusan.

Itu adalah Kak Fasha, kenapa dia memanggilku?

“Hikari jangan menyerah! ingatlah alasan kau berjuang, masih ada kepercayaan yang harus kau lindungi!”

“Kak Fasha, eghh baiklah..” aku berusaha bangkit kembali untuk melawan Ran. Dengan segala motivasi, dukungan, dan seluruh tenaga—aku berhasil berdiri kembali sambil menahan pendarahan pada lukaku

“Keras kepala, keadaan seperti itu kau masih bertarung!? sungguh menakjubkan,”

“Karena kau sudah menghina harga diriku, saudaraku, atau termasuk teman-temanku, maka biarkan aku yang mewakili atas kesakitan hati sekaligus luka darimu, hari ini dan di arena ini. I think it’s time for Hikari dark mode, to end this!!”

Emosi dan kemarahan yang semakin membara, membuat kekuatan kegelapan dalam diriku semakin meningkat. Membuat senpai kelas 9-F di depanku itu bercucuran keringat dingin, meski awalnya dia sombong akan kekuatannya.

“Dark Mode!!”

Aku sengaja menahan diri sejak awal pertandingan tadi, lantaran tidak membuahkan hasil aku harus menyadarkan dia dengan dark modeku.

Luka di tubuhku berangsur pulih dalam sekejap, aku mengangkat tanganku ke langit bertujuan untuk memanggil pedangku. kemudian mulai terlihat proyeksi katana milikku, pada akhirnya aku kembali menggenggam katana ini kembali setelah sekian lama.

“Let’s see who will survive,”

Tanganku membuka pedang itu dari sarungnya, sehabis terbuka seluruhnya aku mengalirkan energi kegelapanku. Semua sudah lengkap sekarang aku sudah siap bertarung kembali.

“Bagus—bagus! ayo kita selesaikan babak final ini,”

“Maju!”

“Hiyaaaaaaah!!!!”

Secepat kilat, aku menebas berkali-kali menggunakan katana-ku, Ran dan diriku menyerang satu sama lain dengan senjata andalannya. Walau hujan badai, terik matahari, atau dinginnya salju, aku tetap tidak akan menyerah sampai janji itu ditepati.

Usaha tidak mengkhianati hasil, armor perak di tubuhnya sedikit demi sedikit menjadi hancur tidak lain disebabkan serangan katana milikku.

berdua kembali melanjutkan pertarungan sampai-sampai kami sempat bertarung sambil melompat di udara, di sela-sela aku dan sepupu Roman bertarung, mulutku mengeluarkan kata-kata pencerahan kepada Ran.

“Biar aku katakan, menjadi terbaik itu tidak selalu nomor satu! kau memang berpikir bahwasanya kau sendirian, tapi apa? masih ada orang seperti Roman yang peduli denganmu!”

“Apa peduliku!! kau sudah membuatku sangat kesal, aku akan mengeluarkan jurus sphere pamungkasku!”

“Baiklah jika itu maumu, aku juga akan mengeluarkan jurus sphere milikku,”

Kami berdua melompat mundur sambil bersiap melakukan serangan terakhir dan momen penantian pun dimulai.

“Argentum Lux!!” sebuah sinar seputih perak menembak keluar dari senjata milik Ran, tidak mau kalah aku melancarkan serangan balasan dari tanganku.

“Dark electrocution!”

Saling adu sinar penyerang tidak terhindarkan, kami berdua berusaha menahan setiap sinar yang dikeluarkan oleh masing-masing kami. Tapi karena aku menang kekuatan pada akhirnya serangan sinar perak itu harus kalah dengan sinar kegelapanku.

“Arghhhhh!”

Ran terkapar lemas karena seranganku, sekarang dia benar-benar tidak berdaya. Melihat ada kesempatan waktu untuk menyadarkannya, kedua kakiku berjalan menghampirinya untuk kembali berbicara.

"Masih mau melawanku?"

“Tidak,"

"Aku pikir kau benar, aku selama ini salah dalam memilih pandangan hidupku, di samping itu sampaikanlah minta maafku kepada Roman dan yang lainnya...” Usai berkata-kata, sepupu Roman itu pingsan tak sadarkan diri.

Aku menaruh pedangku lalu berkata seraya menggenggam tangannya.

“Akan kusampaikan, kau istirahat saja ya,”

Aku melepaskan genggaman tanganku.

“Yozora Hikari keluar sebagai pemenang ujian tahun ini!!”

Semua penonton bersorak menyambut kemenanganku terkecuali Kak Fasha dan Kak Nathan, mereka semua tampak bahagia terutama teman-teman satu kelasku.

Di saat pulang ke hotel nanti, aku harus menuliskan kisah ini di buku milikku. Bahwa hari ini, aku telah menuliskan sebuah sejarah di kehidupanku. Jika saudara kandungku membaca buku itu, aku pikir sebahagia apa mereka ya?

“Hikari!... selamat atas kemenangan ya! Ayah, Ivan, dan Elena-san pasti bangga kepadamu” Roman berseru kepadaku dari kursi penonton.

“Terima kasih banyak Roman, jangan lupa ada satu masalah lagi mengenai tanganmu saat bertemu Ayah nanti! pokoknya aku tidak mau tahu!”

“Jangan mengingatkanku hal itu dasar Hikari-bodoh!”

“Hei! jangan coba meniru sifat Hazuki-kun dasar Si jeruk!”

“Wahh mau mengajak baku hantam sepertinya ya?”

“Jangan lah, nanti tanganmu malah bertambah bengkok—aku akan dibuat repot kembali karenamu hahahahah!”

“Iya juga hahahaha,”