webnovel

Kekalahan Dan Janji

Pertandingan demi pertandingan kami sudah lalui berdua tanpa Ivan dan Elena. Walaupun kami mendapat oleh-oleh berupa luka atau cedera di tubuh. Pada ujungnya kami dengan susah payah berhasil masuk di babak semifinal.

Mari berpindah di dalam mansion tepatnya di ruangan meja makan, terjadi beberapa perbincangan antara ayah dan kedua anaknya.

“Jadi bagaimana hasil kalian beberapa pertandingan beberapa waktu lalu?” tanya Ayah.

“Cukup baik, hari ini aku dan Hikari masuk ke babak semifinal.” Roman berbicara sambil mengunyah sarapan.

“Kalian serius masuk semifinal!?”

“Buat apa kami berbohong ayah,” gumam Roman

“Hebat sekali anak ayah ya, hahaha,”

“Tidak kok, mungkin karena latihan bersama Hikari yang bisa membuat kami berdua sampai di semifinal ini,”

“Oi Hikari-kun, kenapa kau diam saja? apa ada sesuatu yang mengganggu di pikiranmu?” tanya Roman kepadaku.

Lantas aku menatap mata jingganya, sebelum berkata aku menelan makanan terlebih dahulu di mulutku. Sehabis menelan makanan aku langsung menjawabnya.

“Tidak, namun aku merasa tidak enak saja hari ini. Mungkin emosiku sedang tidak stabil tanpa alasan,”

“Aneh... oh iya, ayo cepat sarapannya kita harus berangkat ke portal di sekolah untuk ikut semifinal.” Roman mempercepat sarapannya.

“Umm.” Aku mengikuti apa yang dilakukan Roman.

Selesai sarapan, kami membawa peralatan pertandingan dan berpamitan kepada Ayah lalu berangkat pergi ke sekolah, ketika dalam perjalanan menuju sekolah Roman menanyakan suatu hal tentangku.

“Hikari, apa kau punya saudara sebelum kau terlempar ke dunia ini?”

“Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang itu?”

“Karena saat aku iseng masuk ke kamarmu aku melihat sebuah buku tergeletak di meja belajar, awalnya aku berniat untuk menaruh di tempatnya tapi bersamaan muncul rasa ingin membuka,”

“Saat aku membuka bukumu itu, aku membaca di dalamnya bahwa kau itu mempunyai saudara dan..”

“Hei tunggu dulu! kau tanpa seizinku membuka buku itu sembarangan hah!?” ucapku dengan nada kesal memotong ucapan Roman.

“Maaf-maaf—tapi jujur aku waktu itu sangat penasaran isinya.” Roman menjadi panik akibat ucapanku.

“Kau ini!.. ah biarlah lain kali jangan membuka buku itu tanpa seizinku, lagi pula aku juga berterima kasih kepadamu lantaran sudah 4 Hari aku sudah tidak menulis buku itu, maafkan aku juga karena sudah berkata keras barusan,”

“Sekali lagi aku minta maaf Hikari.” Mata Roman berkaca-kaca meminta maaf tentang hal sepele ini.

“Baiklah aku memang punya beberapa saudara kandung dan saudara kembar.” Mataku sejenak terus menatap langit.

“Eh, jadi kau punya saudara kembar?”

“bukannya kau sudah membaca buku milikku?”

“Tidak sampai habis,”

“Hahahahaha.” Kami berdua tertawa bersama di jalanan antara rumah-rumah penduduk, setiap aku berdua bersama Roman humorku sekejap berubah menjadi humor receh. Karenanya hidupku perlahan kembali menjadi berwarna-warni.

“Aku ini merupakan 5 bersaudara, kakak pertama bernama Kazura, Kakak kedua bernama Ren, Kakak ketiga sekaligus saudara kembarku bernama Hazuki, dan terakhir adik laki-lakiku bernama Asuka, kami semua memiliki marga klan yang sama yaitu Yozora,”

“Ngomong-ngomong karena kau mempunyai saudara kembar, coba ceritakan seperti apa Hazuki itu?”

“Hazuki ya, kami ini diibaratkan seperti air dan es—kami selalu bersama di setiap hal, suka maupun duka, sudah kami lewati bersama. Tapi namanya manusia, tetap saja kami pasti pernah bertengkar hebat,”

“Jangan bilang bekas luka di balik rambutmu itu adalah akibat dari pertengkaran kau dan Hazuki itu?”

“Yup, tunggu bagaimana lagi kau bisa tahu ada bekas luka di balik rambutku ini?”

“Kau Ingat saat aku membangunkanmu langsung di kamar?”

“Ya lalu?”

“Rambutmu saat itu terangkat ke atas dan aku melihat suatu bekas luka di kepalamu itu, aku pikir itu karena suatu kecelakaan,”

“Itu memang kecelakaan, tetapi kecelakaan yang disebabkan akibat pertengkaranku dengan Hazuki,”

“Sadisnya, kalian sekali bertengkar saja bisa hampir saling membunuh loh!”

“Ehemm.” Aku tersenyum.

“Aku sudah membalasnya waktu itu dengan meretakkan lengan tangan kanannya. POW! Impas sudah!”

“Hikari-bodoh,”

“Apa kau bilang?”

“Hikari-bo—doh,”

Seperti orang lain bilang bahwa karma itu nyata, aku memanggil Hazuki dengan sebutan Hazuki-bodoh. Dan sekarang, Roman lah yang memanggilku dengan sebutan bodoh.

“Diam, dasar kau Jeruk busuk!”

“Hihihi maaf aku hanya bercanda, sebentar aku lihat di arloji jam tanganku.” Roman mengeluarkan arloji jamnya dan melihat jam berapa sekarang.

“Gawat sekarang sudah jam 08.19, pertandingan akan dimulai jam 08.45, ayo kita naik ke atap rumah-rumah ini dan melompat.” Roman memanjat dinding di sampingnya.

“Tunggu aku Roman!”

Aku mengikuti Roman dengan memanjat dinding untuk sampai ke atap rumah penduduk. Selesai memanjat dinding di samping kami, ditemani jiwa nekat yang berkobar-kobar aku dan Roman melompat antara atap rumah satu dengan atap lainnya.

“Cepat kita harus bergegas!” ujar Roman.

“Iya!”

Setiap melompat ke atap rumah lain aku merasa seperti master parkour, kesenangan tak terbatas meluap keluar dari tempat terdalam hatiku seakan berkata ITS MY LIFE!

Setelah lama kami terus melompat melewati setiap atap, di depan sana sudah terlihat Akademi Sihir Zigfrids. Lantas aku dan Roman bergerak semakin cepat untuk segera mengikuti semifinal ini.

“Akhirnya kita sampai, cepat kita harus masuk ke dalam portal”

Dan kami berlari ke portal hijau yang berdiri di tengah lapangan, setelah terlihat kami berdua berlari dan melompat ke dalamnya.

“Fiuhh, kita tiba tepat waktu.” Kami berdua berjalan bersama menuju ke tempat pertandingan. Seperti biasa kami melihat papan diskualifikasi peserta untuk melihat siapa lawan kami dan urutan giliran bertandingnya.

“Hmm kau melawan, semifinal 1 siapa itu ya... Ran Edward.” Aku membaca papan diskualifikasi.

Sejenak aku menoleh ke saudaraku di samping, baru saja aku membaca papan itu dia menjadi terdiam mematung, matanya menatap kosong ke tulisan di papan diskualifikasi peserta.

“Roman ada apa? kau ini kenapa?”

“Ran Edward, dia adalah seorang anak bangsawan dari Keluarga Edward yang merupakan sahabat dekat dari Keluarga Ruslan. Dia berandalan paling ditakuti di sekolah kita, mempunyai penampilan layaknya malaikat, dahulu dia dikenal sebagai pribadi yang baik hati sama seperti penampilan tampannya. Suatu hari dia menemukan sebuah kekuatan hebat dari senjata warisan keluarganya yang membuat Ran menjadi sombong dan angkuh, aku tidak akan bisa mengalahkannya.” Roman menunjukkan ekspresi cemas dan khawatirnya.

“Roman, mengapa kau berpikir demikian? ayo kita duduk untuk bicarakan masalahmu ini.” Aku menenangkan Roman dengan membawa Roman ke kursi di dekatku lalu duduk bersama untuk melanjutkan pembicaraan.

“Tetapi,”

“Tetapi apa?”

“Dia adalah sepupuku,”

Dalam sekejap suasana menjadi seakan disambar petir di siang bolong.

“Kau serius!?”

“Dia adalah anak dari pamanku yang merupakan kakak dari ayahku, tetapi karena sesuatu kejadian tragis dia dan istrinya meninggal akibat sebuah insiden. Dan masalahnya aku selalu memiliki hubungan buruk sejak dia berubah menjadi angkuh,”

“Aku paham, tapi maafkan aku karena biasanya aku memberikan sebuah jawaban sebagai solusi setiap masalah. Entah bagaimana aku belum menemukan jawaban tersebut,”

“Tidak apa-apa, terlebih lagi ini urusan pribadiku,”

Perasaan prihatin muncul begitu saja menyaksikan Roman memiliki masalah mengenai hubungan antar saudara. Aku merasa senasib berhubung kami berdua juga memiliki saudara baik kandung ataupun bukan. Ini adalah sebuah ikatan yang harus diperbaiki.

“Para peserta semifinal 1, diharapkan untuk menuju ke arena,” Seru wasit.

“Tetap tenang lah Roman, kau pasti bisa!”

“Kau benar, diam saja tidak akan menyelesaikan masalah.”

Roman berjalan sambil membawa senjatanya menuju pintu ke arah arena sementara aku berjalan menuju tempat kursi penonton dan duduk.

“Babak semifinal 1 akan dimulai! sebelum kita mulai ujian pertandingan duel ini, mari saya perkenalkan para peserta pada babak ini,”

“Sebelah kiri saya, seorang anak bangsawan yang berhasil bertahan sampai babak ini bersama tombak sihir dan kekuatan apinya. Inilah dia... Romanov Ruslan!!”

Roman menggerakkan kakinya sambil membawa sebuah tombak khasnya, dia menatap lurus seperti berkata dia siap menghadapi masalah ini.

“Sebelah kanan saya, seseorang dari kelas 9-F dengan senjata cakar perak dan sihir sphere elemen besi, dia membuat seluruh siswa sekolah segan kepadanya, dia adalah... Ran Edward!!”

Dari arah berlawanan, seorang remaja laki-laki berambut kuning berjalan memakai sarung tangan kulit yang dilengkapi sebilah pedang perak di tangannya. Para siswi bersorak tergila-gila mendukungnya. Tidak lama berjalan dia menghentikan langkahnya seraya menghadap sepupunya itu, adu tatapan sinis seperti sudah tidak bisa dihentikan maupun terhindarkan bersamaan mereka beradu kata-kata pedasnya masing-masing.

“Menyingkirlah kau rendahan!”

Roman menjawab menggunakan nada kesalnya.

“Kesombonganmu lah yang lebih rendahan daripada diriku, dahulu aku dihina olehmu seperti binatang, dan sekarang melainkan binatang lah yang menghinaku,”

“ Huh! aku akui, pertandinganmu kemarin itu lumayan untuk sekelas rendahan sepertimu. Tapi akan lebih nikmat lagi jika kali ini aku melukaimu HAHAHA!”

“Kurang ajar! jika kau bukan sepupuku maka tidak segan dari kemarin aku mematahkan tanganmu,”

“Sudah cukup, seperti biasa kita akan mulai dalam hitungan ketiga, kalian siap?” ujar Sang wasit.

“Kami siap!” jawab mereka berdua serentak.

“Satu...”

“Dua...”

“Tiga!...”

“URAAAA!!!!” teriak Roman .

Dia nekat maju terlebih dahulu menyerang sepupunya yang hanya diam mengeluarkan senyum dan tatapan remeh.

Roman menyerang dengan tombaknya, tebasan, sapuan, bahkan tusukan bertubi-tubi, satu pun tidak ada yang mengenai lawannya. Ran menghindar dengan santainya layaknya tanpa beban pikiran.

“Percuma!”

“Kau tidak pantas menjadi saudaraku, lihat saja dirimu sendiri, selalu dihiasi kelemahan dan kesedihan,” ujar Ran kepada Roman sambil menghindari setiap serangan tombak mautnya.

“Kali ini giliranku bodoh!”

Usai berkata-kata pedas, dia langsung menahan tombak milik Roman dengan telapak tangannya. Melancarkan sebuah pukulan keras yang menghantam perut Roman, mengakibatkan saudaraku itu terpental dan terjatuh tidak berdaya di tanah.

“Oleh karena itu, menyerah saja!”

Meski sudah disuruh untuk menyerah, Roman kembali bangkit dan berdiri tegak ibarat pria sejati. Dengan tegas dia berkata.

“Menyerah? huh kata itu tidak ada di kamusku,”

“Aku sadar—kau bukanlah Kak Ran, Kak Ran yang kukenal dia selalu membantu orang lain sampai-sampai lupa dengan dirinya sendiri, perhatian, dan setia kawan. Bahkan kau selalu mengajarkanku banyak hal saat aku masih kecil dahulu,”

“Kau sendiri pernah berkata, ‘Kemenangan sesungguhnya adalah tidak menyerah, meski kau sudah dihajar habis-habisan oleh makhluk bernama kekalahan, tetapi menyerah adalah seburuk-buruk makhluk’,”

“Oleh karena itu, sesuai kata Kak Ran, AKU TIDAK AKAN MENYERAH!”

“Dasar, jangan membuat ujian seru ini menjadi drama dasar kau jeruk busuk!”

Roman memasang kuda-kuda menyerang, bersama tombak di genggamnya dia melompat maju seperti kilat ke arah lawannya itu.

“Cih sejak kapan dia belajar bergerak secepat ini!?”

Tepat sebelum menghantamkan tombaknya, Roman sempat berkata.

“Aku belajar dari seorang saudara untuk mengalahkan saudaraku yang telah berubah menjadi iblis seperti mu!—HIYAAAAAAAH!!”

Hantaman barusan membuat Kepala Ran mengalami luka sedang, perlahan darah dari kepala sebelah kirinya menetes satu-persatu.

“HAHAHAHA terima kasih banyak Roman, kau sudah membantuku mengaktifkan sihirku ini,”

Mendengar ucapannya barusan, Roman mengambil langkah melompat mundur untuk berwaspada.

“Spasibo!”

“Berkat darah ini, kekuatan pada senjata warisan ini bisa keluar.”

Dia mengusap bagian yang terluka itu dan mengusap darah dari luka itu pada bilah pedang di sarung tangan kulitnya. Aura abu-abu keluar dari tubuhnya, dia mengatakan mantra.

“Argentum doloris!”

Rambut kuningnya perlahan berubah menjadi abu-abu, tiba-tiba baru saja selesai mengucapkan mantra tersebut dia langsung menyerang Roman dengan puluhan ribu jarum perak. Lantas Roman langsung berlindung pada perisai apinya.

“Argentum acum!”

Dia tertawa terbahak-bahak lantaran senang menyiksa orang yang adalah sepupunya sendiri.

“HAHAHA sekarang apa yang kau lakukan hah!?”

“Bajing*n!” ujar kesal Roman.

Serangan jarum perak itu berhenti, mereka berdua melanjutkan pertandingan secara beradu senjata andalannya masing-masing. Berbeda dengan tadi kekuatan Roman Sekar berbeda jauh dengan Ran, Roman hanya bisa menangkis serangan bilah itu. Dihiasi suara penonton yang semakin heboh.

Ketika Roman melihat kesempatan untuk menyerang, tanpa pikir panjang dia langsung menyerang Ran dengan tombaknya. Tetapi padahal...

“Kena kau!”

Ran berhasil menggenggam lengan kanan Roman.

“Apa!?” gumam Roman yang terkejut.

Bagian terburuknya terjadi, dia melintir lengan tangan kanan Roman dan mematahkan tulang hastanya. Sehingga suasana menjadi mencekam.

“AGH!!!!”

Roman meringis kesakitan memegang lengannya yang dipatahkan oleh sepupunya.

“ROMAN!!”

Bukannya diberi pertolongan, Ran justru menendang Roman sampai terpental dan pingsan tidak sadarkan diri.

“Pertandingan semifinal 1, dimenangkan oleh Ran!!”

Beberapa penonton ada yang bersorak senang dan ada pula yang prihatin dengan keadaan Roman termasuk aku sebagai saudaranya.

Tim OSIS bagian medis membawa Roman yang pingsan tak sadarkan diri ke ruang pengobatan sekaligus memberi penyangga lengan kanannya yang patah.

Aku terburu-buru pergi menyusul Roman ke dalam ruang pengobatan, aku diberitahu sebenarnya saat baru sampai di ruang pengobatan dia sudah kembali sadar. Namun dia masih merasa sakit atas cedera parah dideritanya.

“Hikari, maafkan aku, aku tidak bisa ikut sampai babak final nanti,”

Roman berkata dengan nada memelas, di dalam kondisi seperti ini dia masih saja berbicara tentang pertandingan ini.

“Roman sudahlah, kau sudah cedera parah maka istirahatlah, aku berjanji untuk membalas ini semua!” gumamku dalam amarah.

“Hey janganlah, dia sama sepertimu. Lebih baik coba kau sadarkan dia seperti kau menyadarkan saudaramu itu, maafkan aku karena aku telah berbohong kepadamu, aku sudah membaca bukumu sampai habis. Akan tetapi demi dirimu bisa kembali ceria lagi maka aku membuatmu mengenang masa-masa indahmu itu,”

“Roman... baiklah aku berjanji untuk menyadarkan sepupumu itu,"

“Kau berjanji?”

“Ya aku janji,”

“Sisanya serahkan kepadaku lalu kau tidak perlu khawatir, ini hanya masalah kecil antar saudara yang dulu sudah beberapa kali terjadi menimpaku,”

Next chapter