“Tujuan Kak Kairo sering ke rumah, karena memang kita suami istri, ya? Bukan karena berniat jadiin Aika istri kedua. Benar begitu, Kak?”
DEG!
“Aika, Kamu ....” Kairo tak bisa berkata-kata. Karena terlalu shock dengan penuturan Aika barusan.
Gadis itu apa mungkin sudah ingat kembali?
“Kenapa diam, Kak? Jawab dong, yang Aika bilang ini benar atau tidak?” desak Aika kemudian.
Kairo menelan salivanya kelat. Sebelum menipiskan bibirnya sejenak. Ia ingin menjawab ‘iya’ dan menceritakan semuanya, tapi hatinya masih ragu. Bagaimana kalau Aika kembali seperti semalam?
Kairo dilanda denial seketika.
“Mas Bos?”
“Iya?” Jawab Kairo refleks. Namun, langsung kembali tertegun saat menyadari panggilan Aika untuknya itu. Rasa haru langsung membuncah di hati Kairo setelahnya.
Tuhan ... dia bahkan ingat panggilan itu. Apa ini Artinya? Aika-nya sudah kembali?
“Aika, kamu—”
“Jadi benar itu panggilan buat Kakak, ya?”
Hah? Maksudnya? Kenapa pertanyaannya jadi tidak yakin seperti itu?
“Aika, Kamu sebenarnya udah ingat lagi belum?” Kairo jadi berubah gemas setelahnya.
Aika tak menjawab. Malah menunduk dan memainkan kakinya saja dengan canggung. Membuat Kairo jadi bingung. Harus senang atau sedih sekarang.
“Aika?”
“Aika gak tahu, Kak?” cicit Aika kemudian. “Tapi emang dari semalam, kayaknya banyak suara yang maksa Aika buat ingat Kakak terus. Bikin Aika pusing dan sakit kepala lagi.”
Hah? Maksudnya gimana, sih? Kenapa Kairo malah ikutan pusing sekarang?
Sejenak, suasana pun hening antara mereka. Kairo sibuk mencerna sikap Aika. Sementara Aika, masih bergerak gelisah di tempatnya. Entah apa yang dipikirkan gadis itu?
“Kak?” panggil Aika lagi, membuat Kairo langsung melihat Aika, yang siapa tahu masih masih punya punya info penting tentang amnesianya.
“Tadi itu, Kakak beneran mau ke kantor?”
Eh, ternyata cuma mau nanya itu toh?
“Tentu saja benar,” jawab Kairo yakin.
“Tapi, Kak. Ini ‘kan Hari Minggu. Emang kantor Kakak gak libur?”
Kairo merasa tercyduk seketika.
Kairo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Antara malu dan bingung harus bersikap seperti apa setelah ini. Tadi dia memang asal bicara, agar Aika segera pulang, tapi dia lupa kalau ini memang Hari Minggu.
Aika tertawa geli melihat Kairo yang kesulitan menjawab. Meski dia tidak ingat tentang orang-orang di masa dewasanya, tapi Aika masih bisa kok, kalau cuma membaca ekspresi wajah orang saja. Tadi Kairo memang terlihat kebingungan, ketika Aika tiba-tiba muncul di belakangnya.
“Kak?” panggil Aika lagi. Karena tahu Kairo tak akan bersuara lagi. Kalau dia tak mengambil inisiatif.
Kairo tak menjawab. Hanya menaikan alisnya satu. Tanda bertanya ‘apa?’ pada Aika
“Aika boleh makan satenya di rumah Kak Kairo nggak?” tanya Aika lagi, yang kini sudah melenggang dengan riang ke arah mobil Kairo, dan masuk begitu saja ke dalam kursi samping supir.
Aika akui, dia memang sangat ceroboh, karena bertindak tanpa dipikir terlebih dahulu. Apa yang ada dalam pikirannya saat ini? Kenapa dia melompat naik ke mobil cowok begitu saja? Apa Aika tidak takut dikerjain seperti dulu lagi?
Namun, semua orang bilang Kak Kairo ini orang yang baik, ‘kan? Dan juga memang ada kemungkinan adalah suaminya. Karena itulah, kalau mau mengetahui masa lalunya, Aika harus berani menghadapi semua ketakutan itu. Kunci dari masa lalu Aika adalah hubungannya dengan Kairo. Karena itulah dia harus mengenal Kairo lebih dalam lagi.
Sedetik dua detik. Kairo masih mengerjap bingung melihat tingkah Aika itu. Sebelum di detik selanjutnya, senyum Kairo pun Akhirnya muncul lebar sekali. Kalau saja ini bukan di jalanan, terlebuh depan Aika. Jelas Kairo pasti akan melompat kegirangan karena perubahan Aika ini.
Namun, karena suasana saat ini tidak memungkinkannya bersikap konyol. Kairo pun hanya mengepalkan tanganya diam-diam, dan berseru pelan “yes!” tanpa satu pun yang menyadari.
“Boleh banget,” sahut Kairo kemudian dengan cepat. Sebelum Aika berubah pikiran lagi.
Setelah itu Kairo pun menyusul ke dalam mobil. Sebelum menginjak gas, dan membawa mobilnya dengan riang menjauh dari sana.
Awalnya, Aika sempat kebingungan ketika Kairo membawa mobil keluar dari perumahan. Namun karena penasaran, Aika membiarkannya saja keputusan ada pada tangan Kairo. Meskipun saat ini dia memegang kresek berisi sate dengan erat, tapi dia mencoba memberanikan diri untuk mengikuti kemauan Kairo.
Kairo sendiri karena terlalu gembira dengan permintaan Aika tadi, tanpa sadar menyetir menuju apartemen. Dia bahkan tidak menyadari kalau Aika diam saja sejak naik tadi. Mereka naik ke unit apartemen milik Kairo. Dengan pria itu yang langsung membuka pintu lebar-lebar agar Aika bisa masuk.
Suasana familiar menyambut Aika saat sampai di ruangan tersebut. Tubuhnya bahkan seperti bergerak otomatis menuju ke dapur untuk mengambil piring. Kemudian memindahkan sate ke atasnya. Aika bahkan bisa menemukan tempat penyimpanan teh dan gula dengan mudah.
“Kakak mau kopi?”
“Mau, saya biasanya minum kopi—”
“Kopi robusta dari teman Kakak yang tinggal di Gemawang Temanggung?”
Tangan Aika yang hendak meraih tempat kopi terhenti di udara. Ketika menyadari semua sikap dan ucapannya barusan. Khususnya tentang tempat asal kopi yang sangat disukai Kairo.
Gemawang Temanggung? Tempat itu terasa tak asing. Seperti ada kenangan yang menariknya ke sana. Dan lagi, bagaimana mungkin dia bisa mengetahui selera kopi Kairo? Sementara di tempatnya. Hampir saja Kairo bersorak kegirangan ketika melihat sosok Aika yang tidak terlihat canggung ketika berada di apartemen.
Tadinya Kairo sudah cemas saja, saat menyadari mereka menuju ke apartemen, dan bukan ke rumah barunya. Namun, Aika sama sekali tidak melayangkan protes dan mengikutinya dalam diam. Bukankah seharusnya ini pertanda baik? Tetapi kenapa Aika masih memanggilnya kakak?
“Aika,” ucap Kairo dengan lirih tanpa didengar oleh istrinya.
“Kak, apa ini tempat tinggal kita?” tanya Aika masih membelakangi Kairo.
Aika baru ingat. Sekilas tadi, dia juga melihat sebuah potret besar di rumah ini, yang memperlihatkan dirinya bersanding dengan Kairo dalam busana pernikahan. Ini seharusnya bisa menjelaskan suara-suara yang terus menerus didengarnya.
“Iya. Aika, ini memang rumah kita yang sebenarnya.” Aku Kairo lugas. “Aika, Kamu nggak kenapa-kenapa, ‘kan? Nggak pusing lagi? Atau apa gitu? Kemarin Kamu pingsan ketika saya membahas tentang status kita, ‘kan?” tanya Kairo saat Aika tidak menyahut apapun lagi.
“Aika pingsan bukan karena kenyataan status kita, Kakak,” protes Aika sambil membalik badan pada Kairo.
“Oh, ya? Lalu, karena apa kemarin kamu pingsan?” Kairo mulai penasaran lagi.
“Itu karena ... Itu karena Aika kaget lihat Kak Kairo ada dua.”
Hah? Jadi karena itu?
“Tadinya Aika sudah tertekan saat membayangkan Kak Kairo mau jadiin Aika istri kedua, terus tahu-tahu ada orang yang mirip Kak Kairo, dan shock Aika jadi double setelahnya. Makanya Aika pingsan,” cicit Aika lagi. Kairo mengangguk paham.
“Kemarin siang, Kak Kairo makan di mana?” selidik Aika kemudian.
“Di ruangan saya bersama bekal dari kamu. ‘Kan, saya udah dapet jatah makan dari kamu. Jadi, ya, ngapain saja makan di luar lagi?”
“Jadi Kakak gak makan di kafe?”
“Saya bahkan nggak keluar seharian. Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa telepon Alvaro untuk menanyakannya.”
“Jadi yang di kafe kemarin bukan Kakak, ya?”
“Bukan. Itu Kennet, adik kembar saya,” tegas Kairo. Membuat Aika akhirnya manggut-manggut paham.
“Ehem, Jadi kemarin kamu ketus sama saya itu, ceritanya karena cemburu, ya, Ka?” goda Kairo tiba-tiba.
Wajah Aika memerah dengan cepat. Tubuhnya bahkan langsung terasa hangat karena terlalu malu. Aika tidak berani menjawab. Ia malah berlari masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.
Seketika, kepalanya menjadi pusing. Ketika melihat sekeliling. Setiap sudut ruangan di sana ternyata makin mengingatkannya akan Kairo.
“Aika, Kamu kenapa? Tolong buka pintunya!” Kairo menggedor pintu dengan brutal, karena tidak mendengar suara apapun dari dalam kamar.
Aika mengerjap beberapa kali sebelum tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Mas Bos,” bisik Aika sebelum membuka pintu.
Aika lalu menghambur ke arah Kairo untuk mendekapnya. “Mas Bos, Mas Bos.”
Suara Aika yang lirih bercampur dengan isak tangis membuat Kairo menjadi panik. Dia berusaha melepaskan pelukan Aika untuk melihat kondisinya. Namun, istrinya sama sekali tidak mau mengurai dekapannya.
“Kamu kenapa? Pusing lagi?” Kairo bertanya dengan khawatir. Namun disambut gelengan cepat dari Kairo.
“Kepala Aika gak sakit, kok. Tapi ... tapi ... Aika sudah ingat semuanya sekarang, Mas Bos,” ucap Aika kemudian.
“Ingat? Kamu sudah ingat? Kamu ingat kalau saya suamimu?” tanya Kairo yang akhirnya berhasil melepaskan kaitan tangan Aika.
Aika mengangguk cepat membenarkan dugaan Kairo barusan. Kairo ikut tersenyum haru dan langsung mendekap Aika dengan erat.
Terima kasih Tuhan. Istrinya sudah kembali!
Kairo lalu melerai pelukan mereka, demi membingkai wajah istrinya sangat dia rindukan. Kemudian mengeringkan air mata yang mengalir di pipi Aika dengan jari telunjuk. Setelahnya, Kairo menarik kembali Aika ke dalam dekapannya.
“Akhirnya kamu kembali. Terima kasih Tuhan,” seru Kairo dengan kelegaan.
Aika pun tersenyun haru di dalam dekapan Kairo, dan menyembunyikan dirinya dalam tempat hangat kesukaannya itu.
“Mas Bos, terima kasih sudah bersabar menghadapi Aika yang sempat melupakan Mas Bos,” lirih Aika lagi.
“Nggak apa-apa, Aika. Yang penting Kamu sudah ingat lagi.” Kairo mempererat dekapannya.
Aika pun mendongakan wajahnya, tanpa melepaskan belitan tangannya, agar bisa melihat wajah Kairo dengan seksama. Kairo ikut menundukan wajah, untuk membalas tatapan Aika tersebut.
“Mas Bos?”
“Ya?”
“Mas Bos kok ganteng, sih? Aika kayaknya suka deh sama Mas Bos.”
Kairo lalu tertawa renyah mendengar hal itu. Sebelum menarik Aika dalam satu hentakan, hingga kini berada dalam gendongannya, dengan kaki Aika melingkar sempurna di pinggulnya.
“Yakin cuma suka aja? Gak mau sekalian cinta aja. Mumpung saya udah cinta, nih?” goda Kairo memainkan alisnya.
Aika pura-pura berpikir sejenak. Sebelum melingkarkan tangannya di belakang leher Kairo.
“Ya, udah kalau Mas Bos maksa. Aika juga cinta, deh,” jawab Aika kemudian.
Kairo lalu tersenyum lebar. Sebelum menarik tengkuk Aika dan menyatukan bibir mereka.
“Welcome back my wife. I won’t let you forget me again,” bisik Kairo di sela permainan bibirnya dan langkah tegas menuju kamar, untuk menjadikan Aika miliknya seutuhnya.