____________________
Jaemin dan Jisung dengan setelan jas hitam tiba di pemakan Haechan tiga puluh menit yang lalu. Setelah melakukan penghormatan terakhir, mereka harus berakhir pada ruangan khusus tamu dan duduk berhadapan dengan kakak-beradik yang sebenarnya sangat mereka hindari; Doyoung dan Jeno.
Doyoung sibuk meneguk soju yang tersedia di atas meja, sambil sesekali melirik gelang yang dikenakan Jaemin dan Jisung. Sama persis dengan milik Haechan dan barang bukti di TKP.
Ia lantas beralih melirik wallpaper layar telepon genggam yang tergeletak di antara ke duanya. Tidak tahu siapa pemilik di antara kedua lelaki muda di hadapannya. Sebuah gambar iblis Lucifer di tengah kobaran api. Ia mendengkus menahan tawa. Jeno bahkan pernah ia pergoki menggunakan wallpaper serupa. Apakah sedang trend? Sangat lucu. Remaja sekarang rupanya sedang menggandrungi mahluk mengerikan itu sebagai sesuatu yang keren. Pun rasa penasarannya berusaha ia tahan agar tak terlalu menonjol jika dirinya sedang mencaritahu sesuatu.
"Apa itu gelang persahabatan?" tanyanya. Tak lupa dengan senyum terbaik agar tak dicurigai.
Na Jaemin. Park Jisung. Keduanya kompak menatap gelang masing-masing, lalu saling melirik sebelum akhirnya fokus pada Doyoung.
"Iya, itu benar," jawab Jisung.
"Jeno yang membelinya sebagai bukti persahabatan," tambah Jaemin tanpa mengalihkan pandangan dari Jeno yang duduk berhadapan dengannya kini.
Doyoung hendak meneguk segelas soju lagi, tetapi tertunda dan beralih melirik Jeno yang saat ini tengah menatap tajam Jaemin, seperti ingin melayangkan tinju ke wajah lelaki bermarga Na itu.
Sekuat tenaga berusaha menahan perasaan yang menjadi campur aduk dalam hitungan detik, setelah mendengar pernyataan Jaemin. Menolak tuduhan jika pemilik gelas yang ada di TKP merupakan milik sang adik. Ia sangat mengenal Jeno. Adiknya tidak mungkin tega melakukan hal keji seperti itu.
.
Waktu menunjukkan hampir pukul 10 malam, tetapi Doyoung masih enggan beranjak dari posisinya, duduk pada kursi meja makan saat ini. Bersandar sambil melipat kedua tangan di depan dada.
Ucapan Jaemin perihal Jeno yang membeli gelang sebagai tanda persahabatan terus terngiang-ngiang. Di hadapannya kini, tepat di atas meja, gelang berinisial J sudah tergeletak manis. Doyoung tiada henti memandangi. Yang ada dalam kepalanya ialah pertanyaan apakah memang benar benda itu milik Jeno? Ataukah pelaku sengaja merekayasa barang bukti untuk melindungi diri?
Sejurus kemudian, Doyoung merasakan pintu kamar Jeno terbuka. Sangat jelas terdengar, sebab, lokasi kamar lelaki muda itu tidak jauh dari dapur. Tak butuh waktu lama, si empunya datang untuk mengambil segelas air.
"Belum tidur?" tanya Doyoung. Terdengar begitu dingin.
"Aku baru selesai mengerjakan tugas dan akan segera tidur."
Jeno hendak beranjak meninggalkan dapur setelah meneguk habis isi gelas kaca di tangan. Akan tetapi, Doyoung mencegahnya pergi.
"Duduklah sebentar, aku ingin bicara."
Dengan kebingungan yang melanda, Jeno menuruti keinginan sang kakak. Mengambil posisi duduk berhadapan dengan Doyoung.
Hampir 10 menit berlalu, tetapi detektif muda itu tak kunjung berucap apa pun. Hanya fokus pada gelang.
Jeno memperhatikan gerak-gerik sang kakak yang sedari tadi menatap benda di atas meja. Raut wajah bingung seketika berubah menjadi datar. Ia tahu apa tujuan Doyoung menyuruhnya untuk duduk. Sudah pasti tidak jauh dari pertanyaan seputar kematian Haechan dan pemilik gelang.
"Na aniya." (Bukan aku)
Doyoung mengalihkan perhatian. Ia melirik Jeno. Masih dengan wajah dingin, tanpa berniat mengatakan apa pun.
"Jangan menatapku seperti itu. Aku bukan penjahat!"
"Aku bahkan belum mengatakan apa pun. Kau adik yang sangat peka." Doyoung akhirnya buka suara setelah lama terdiam. "Gelang ini milikmu, bukan?"
"Ck!" Tidak ada tanggapan selain berdecak kesal.
"Jujur saja. Kau ada di atap bersama Haechan saat kejadian. Aku tidak–"
"Buktikan jika itu milikku. Apa kakak sekarang lebih mempercayai mereka? Aku ini adikmu! Aku tidak suka diperlakukan seperti ini."
Setelah mengatakan demikian, Jeno beranjak pergi menuju kamar.
Doyoung menghela napas dalam-dalam, lalu membuangnya. Ia tidak ingin berada pada situasi menyedihkan seperti ini, tetapi keadaan yang memaksanya.
• • •
Doyoung dan Taeyong mendatangi sekolah Jeno. Keduanya menunggu di luar setelah melihat beberapa murid berjalan keluar dari gerbang. Kemungkinan jam sekolah telah berakhir. Ketika menangkap mata Jaemin dan Jisung, Doyoung tersenyum lalu melambaikan tangan ke arah mereka.
Sementara itu, Jeno yang berjalan tak jauh di belakang Jaemin dan Jisung menatap tak suka dengan kedekatan mereka. Ia kesal. Bahkan tak membalas lambaian tangan Doyoung kepadanya. Lalu pergi begitu saja.
"Ada apa, Hyung?" tanya Jisung, ketika dirinya dan Jaemin sudah berdiri di hadapan kedua detektif muda tersebut.
"Ada yang ingin kami tanyakan."
________
Aku harap banyak yang menyukai ini, jadi tolong supportnya supaya aku bisa semangat :<