webnovel

Panggilan Kevin

"Sayang, ayo." Belum sempat Dirga menjawab, sebuah suara telah menginstruksi mereka, ternyata suami teman Dirga sudah menunggu di belakang mereka.

Wanita itu pamit. "Baiklah, Pak. Saya permisi dulu, suami saya sedang buru-buru." Dirga mengangguk, dia lalu menunggu hingga wanita itu pergi kemudian beralih menatap Aisyah.

Dirga mengambil sesendok makanan dan kembali menyuapi Aisyah, namun gadis itu tak merespon, dia sepertinya sedang melamun.

Dirga memajukan kursinya lalu memegang pipi Aisyah, membuat gadis itu tersentak kaget. Mendapati tangan Dirga di pipinya, membuatnya tersenyum kikuk.

"Maaf, aku melamun,"ujarnya jujur, tanpa Dirga bertanya.

"Memang kamu melamunkan apa? Albi ku." tanya Dirga lembut, tangannya kini mengusap lengan Aisyah lembut.

"Aku penasaran, Rohi ku akan memperkenalkan aku kepada temanmu tadi sebagai apa?" tanya Aisyah.

Dirga tersenyum, dia memajukan badannya lalu wajahnya mendekat ke wajah Aisyah, membuatnya bisa merasakan napas Aisyah yang hangat. Dia lalu berbisik di telinga Aisyah.

"Sebagai istriku." Dirga mengecup lembut sudut bibir Aisyah, membuat wanita itu tersipu malu, Dirga sangat menyukai moment seperti itu.

Dirga kembali Menyuapi Aisyah hingga gadis itu kenyang, lalu gantian Aisyah yang menyuapi Dirga hingga makanan di piring tandas, lalu mereka beralih memakan buah.

"Habis dari sini kita mau kemana?" tanya Aisyah, gadis itu sudah tampak seperti dirinya yang polos, energik dan ceria.

"Kita mau cari rumah untuk tempat tinggal kita, Furqan sudah memberikan beberapa referensi. Oh, yah. Kamu mau kita sewa pembantu atau bagaimana?"

Aisyah terdiam, dia menatap wajah Dirga. "Apakah Rohi bisa memenuhi semuanya?" tanya Aisyah.

Dirga tersenyum, dia geli, sepertinya istrinya itu tidak tau kalau dia ini orang yang cukup mampu jika hanya membeli rumah dan menyewa pembantu.

"InsyaAllah, bisa. Oh yah, kamu ingin jatah perbulan berapa?" tanya Dirga.

"Terserah Rohi saja," jawaba Dirga. Lelaki itu mengangguk. "Pilihan nya tidak salah, dia tau kalau Aisyah di didik dengan sangat baik, sehingga dia terlihat jauh dari kata matre.

Dirga mengeluarkan sebuah ATM platinum dari dompet nya dan menyerahkan kepada Aisyah. "Ini peganglah, semua kebutuhan mu penuhi dari sini, untuk uang kuliahmy, minta kepadaku, jangan sekali-kali kamu mengambil dari situ, karena itu nafkah ku sebagai suami kepadamu, tiap bulan aku akan mentransfer nya, jadi mohon berhematlah sampai akhir bulan."

Aisyah mengangguk, dia tau batasannya, lagian dia bukan wanita tipe belanja, dia wanita yang menghabiskan uangnya hanya untuk makan.

Setelah sarapan, mereka segera cek out, keduanya memutuskan untuk langsung mencari rumah, Dirga membawa Aisyah ke sebuah perumahan yang dekat dengan tempatnya mengajar, Aisyah sangat suka dengan rumah yang di rekomendasikan oleh Furqan, walaupun rumahnya tidak bertingkat, namun cukup besar dan mewah.

Dirga menyelesaikan pembayaran setelah mendapat persetujuan dari Aisyah, terlihat gadis itu sangat senang. "Akhirnya, sebentar lagi aku keluar dari rumah Abi dan Umi."

Dirga menggeleng melihat tingkah konyol gadis yang ada di depannya, mereka meninggalkan perumahan tersebut, mereka meminta untuk rumah yang mereka pilih di bersihkan terlebih dahulu, setelah itu baru mereka masuk.

"Habis ini kita mencari perabotan dulu."

Aisyah mengangguk, mengikuti ajakan suaminya, mereka segera ke pusat perbelanjaan yang khusus menyediakan perlengkapan rumah tangga, mulai dari sofa sampai alat masak dan makan.

"Wah, ini cantik sekali," teriak Aisyah, ketiky dia melihat sebuah springbed berwarna hitam, dia bahkan naik dan duduk di atasnya.

"Mbak pesan yang ini, ukuran King, terus sofa ini, leamri itu ... ."

Dirga menyebutkan semua perabotan rumah tangga yang ingin dia beli, Aisyah tak protes, dia kagum kepada suaminya yang terlihat sangat lihai dalam berbelanja.

Saat menuggu Dirga menyelesaikan pembayarannya, dia melihat sebuah sofa panjang berwarna pink, entah mengapa Aisyah tertarik dengan benda itu.

"Bermesraan di sofa itu sepertinya asyik." Dirga tersenyum mendengar monolog Aisyah, dia sudah berada di belakang gadis itu sejak Aisyah melihat sofa tersebut.

Dirga memberi kode agar penjaga toko tersebut mendekati mereka. "Aku ingin yang itu juga." Aisyah menoleh, dia kaget melihat Dirga sudah berdiri di belakangnya.

"Nanti, tempat kita pertama bermesraan di situ yah." Wajah Aisyah bersemu merah, dia malu, ternyata Dirga mendengar kata-katanya. Gadis itu mendorong Dirga, hingga lelaki itu tertawa, dia merangkul pundak istrinya, mencium lembut pucuk kepalanya yang tertutup hijab.

"Kamu menggemaskan," bisiknya, membuat Aisyah seketika membeku.

Semuanya bsudah beres, barang-barang tersebut akan di kirim saat itu juga, Dirga sudah menelepon pihak developer, memintanya membantu memasukkan barang-barang tersebut ke dalam rumah yang baru saja dia beli. Tentu saja mereka setuju membantu Dirga.

"Albi, kalau bisa lusa kita sudah pindah ke rumah kita yang baru," ucap Dirga, mereka kini sedang berada di Taxi online, karena mobil Dirga di bawa oleh Furqan dan lelaki itu tak bisa menjemput mereka, karena ternyata dia ada kelas pagi.

"Iya, terserah Rohi, nanti malam kita beritahu Abi sama Ummi."

Dia mengangguk, hatinya sudah tak sabar ingin berdua di rumah baru bersama istri barunya. Mereka sekarang menuju ke rumah Aisyah.

Keduanya di sambuy hangay oleh Bu Hafidzah, pak Imran dan Kiyai Ridwan sedang berada di luar, mereka sedang ada undangan pengajian.

"Nak, ajak suamimu istirahat di kamar, nanti setelah semua selesai, baru kita panggil untuk makan."

Aisyah mengangguk, dia mendekati Dirga.

"Rohi, ayo istirahat di kamar," ucap Aisyah, Dirga mengangguk dia mengikuti istrinya, hari sudah sore, sebentar lagi adzan Maghrib berkumandang, mereka memang berada di luar seharian.

"Albi, aku mandi dulu, kamu punya handuk nggak?" tanya Dirga, lelaki itu sudah tak sungkan, dia sudah merasa nyaman berada di rumah itu. Begitupun dengan Aisyah, walaupun usianya masih sangat muda, tapi terlihat dia sangat dewasa, cepat akrab, kecuali jika menyangkut masalah ranjang, sepertinya dia masih sangat polos.

"Mau menemaniku?" tanya Dirga. Mata Aisyah membulat, dia tak menyangka pertanyaan Dirga.

"Aku, aku, aku mau bantu Ummi masak dulu." Aisyah memberi alasan, Dirga tersenyum, dia tau itu hany alasan istrinya.

"Kalau begitu, cium dulu," ucap Dirga, dia maju mendekati Aisyah, gadis itu mundur lalu berbalik, dia segera berlari meninggalkan Dirga. "Ummi menyuruhku cepat-cepat," teriaknya dari balik pintu kamar.

Dirga tertawa, dia mengusap dada. "Sabar-sabar, memang mendapatkan sesuatu itu Haris butuh pengorbanan."

Dia lalu melangkah ke kamar mandi, menyiram air dingin ke seluruh tubuhnya, agar gejolak di dalam tubuhnya bisa teredam.

Dirga keluar setelah hampir lima belas menit di kamar mandi, dia mendesah, karena melihat pakaiannya, dia lupa membeli pakaian baru tadi, jadi mau tidak mau dia harus memakai pakaian yang sudah sejak kemarin dia pakai.

Saat akan berpakaian, terdengar bunyi panggilan, pandangan Dirga tertuju ke hape milik Aisyah yang teronggok di tempat tidur, sepertinya tadi dia lupa membawanya ketika keluar.

Awalnya Dirga tak menggubris panggilan tersebut, namun karena deringnya tak berhenti, dia akhirnya mendekat untuk melihat siapa yang memanggil.

KEVIN memanggil.

Dirga membaca tulisan yang ada di layar hape tersebut, baru saja akan mengangkat telpon tersebut, panggilan nya sudah berakhir. Dirga menimang hape tersebut, berusaha meredakan gejolak dalam hatinya, setelah berusaha keras, akhirnya dia kembali meletakkan benda tersebut ke tempat semula.

Ting.

Terdengar nada notifikasi, Dirga menghentikan gerakannya,dia menatap layar, nampak sebuah chat dari Kevin.

"Kok telpon ku tidak di angkat, aku kangen."