webnovel

Aku Pengen

"Karena kamu manggil aku Om, maka kamu harus di hukum!" bisik Dirga di telinga Aisyah.

"Hukum ... ." Kata-kata Aisyah terjeda, karena Dirga langsung mencium bibir gadis itu, mata Aisyah membulat, ketika merasakan bibir Dirga menyentuh bibirnya.

Tubuhnya menegang, ketika Dirga merapatkan tubuhnya ke tubuh Aisyah, tangan Dirga tak lagi bertumpu di cermin. Namun, kini dia memeluk Aisyah.

Gadis itu memejamkan mata, percuma berontak, karena lelaki yang ada di depannya berhak melakukan itu. Entah mengapa, Aisyah merasa nyaman, Dirga sangat lembut, ketika menciumnya, bau mint dari mulut Aisyah, membuat Dirga semakin memperdalam ciumannya.

Aisyah menepuk bahu Dirga, ketika dia merasa sudah kekurangan oksigen. Hal itupun di rasakan oleh Dirga, sehingga dia melepaskan ciumannya. Namun, lelaki itu tak melepaskan pelukannya, bahkan kin kepalanya bertumpu di bahu Aisyah.

Lelaki itu sepertinya sengaja berlama-lama, dia ingin menenangkan hasratnya yang sedari tadi tertahan.

"Biarkan kita seperti ini untuk sementara waktu, kamu nggak mau kan, kalau aku menambah hukuman buat kamu!" Aisyah yang awalnya ingin mendorong Dirga, segera mengurungkan niat, dia takut Dirga menuntut haknya, sedangkan dia belum siap.

Jadi terpaksa dia diam, bahkan tanpa dia sadari, kini tangannya ikut memeluk Dirga, lelaki itu tersenyum, ketika merasakan tangan istrinya berada di punggungnya. Tanpa terasa Dirga meneteskan air mata, dia merasa bersyukur, sekarang memiliki tempat bersandar, walaupun Aisyah belum menunaikan kewajibannya. Namun, Dirga tak terlalu menuntut, kadang hanya sebuah pelukan, sudah bisa membuat seorang lelaki mengubur hasratnya.

Setelah merasa sedikit baikan, Dirga melerai pelukannya dari Aisyah, dia lalu berjongkok, mengambil handuk yang teronggok di lantai. Lalu menyampaikannya di bahu.

"Lain kali, kalau aku ada di kamar, kalau selesai mandi, kamu nggak perlu pakai handuk keluar dari kamar mandi, aku suka melihat mu seperti tadi," ucap Dirga.

"Tapi," kata-kata Aisyah terjeda, bibir Dirga dengan cepat membungkam mulut gadis itu. Hanya sebentar, namun mampu membuat Aisyah berdebar.

"Ini perintah, bukan untuk di bantah, ingat, sekali kamu membantah perintahku, maka aku akan menciummu. Silahkan pilih! Dirga menyelesaikan ucapannya kemudian berlalu ke kamar mandi, dia ingin mendinginkan otaknya yang sudah mulai berpikiran macam-macam. Dia meninggalkan Aisyah yang masih diam terpaku di depan cermin.

Setelah Dirga masuk kedalam kamar, Aisyah menyentuh bibirnya dengan tangan, bukannya marah atau jengkel, dia malah tersenyum, ketika mengingat kembali ciuman yang baru saja mereka lakukan.

"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah!" serunya, ketika sadar apa yang telah dia pikirkan.

"Aduh, pikiranku sudah ternoda! Huaaaaa!" serunya, sambil pura-pura menangis.

Dirga yang mendengar perkataan istrinya, tertawa di dalam kamar mandi, entah mengapa, dia sudah melupakan pertengkarannya dengan Amel.

"Kamu anugerah tersendiri yang Allah berikan untukku," batin Dirga, ketika dia sudah keluar dari kamar mandi dan mendapati Aisyah sedang membaca Alquran.

Lelaki itu menunggu hingga istrinya selesai, setelah itu memberi kode agar Aisyah duduk di sampingnya.

"Rohi mau nginep di sini?" tanya Aisyah.

"Tidak, aku pulang, Amel ada di rumah, aku kesini karena rindu kamu." Dirga mencoba menggombal.

"Loh, kok kesini, jadi Mbak Amel sama siapa di sana?" tanya Aisyah, dia sepertinya khawatir.

"Sendirian, ini sebentar lagi aku pulang, aku cuma mau meluk istri aku ini!" Dirga mulai bersikap romantis, dia tau Aisyah masih agak kaku, jadi dia yang harus berusaha meluluhkan hati istri mudanya itu.

"Ya, sudah. Pulang sana, nanti kemalaman." Aisyah berdiri, Lalu berusaha menarik Dirga agar bangkit.

"Jadi kamu usir aku?" tanya Dirga. Suaranya dia buat seolah ingin marah.

"Nggak, bukan, tidak mengusir," ucap Aisyah panik. Dirga tersenyum, melihat Aisyah yang terlihat panik.

"Sini!" Dirga merentangkan tangannya, Aisyah malu-malu, namun mendekatkan diri, Dirga memeluk istrinya, lalu mengecup keningnya.

"Aku pulang dulu, jangan nakal,"pesan Dirga. Aisyah mengangguk.

"Oh yah, besok malam, Tiara ulang tahun, boleh aku keluar sama Tiara?" tanya Aisyah ragu.

"Selain Tiara?" tanya Dirga.

"Yang lain, aku kurang tau, tapi paling juga teman satu kelas," jawab Aisyah.

"Boleh, asal pulangnya tidak kemalaman." Wajah Aisyah yang tadinya lesu langsung menjadi cerah.

"Terimakasih!" jawabnya sambil memeluk Dirga.

Dirga hanya mematung, ketika istrinya memeluk dirinya terlebih dahulu.

"Eh, eh, maaf," seru Aisyah ketika menyadari perlakuannya kepada Dirga.

"Hahahaha," tawa Dirga pecah, dia merangkul bahu Aisyah, lalu mereka keluar dari kamar tidur bersamaan.

Sampai di ruang tamu, Dirga harus rela melepaskan rangkulannya, karena masih ada mertuanya yang sedang mengobrol, dia pamit dan segera pulang ke rumah.

Sepanjang jalan, Dirga merenungi semua yang terjadi seharian ini. Entah keny perasaan marahnya kepada Amel, berubah menjadi perasaan kasihan kepada istri pertamanya itu. Dia merasa orang yang paling jahat, karena telah menghianati istrinya.

Karena rasa bersalahnya yang sangat besar, Dirga membelokkan mobilnya ke sebuah Mall, setelah memarkirkan mobil di basement, Dirga naik ke lantai tiga, tujuannya ke sebuah toko perhiasan. Di sana dia memilih sebuah kalung berlian, sebagai hadiah untuk Amel. Dirga tersenyum ketika membayangkan Amel memakai kalung tersebut.

"Pasti dia terlihat sangat cantik," gumamnya dalam hati.

Namun, saat akan membayar, matanya tertuju ke sebuah gelang yang terlihat sederhana, ingatannya tertuju kepada Aisyah.

"Hem, rasanya tidak adil, jika Amel saja yang kubelikan, sementara Albi tidak." Dalam hati Dirga kembali bermonolog.

Dia lalu meminta penjaga toko tersebut untuk mengambilkan gelang yang dia lihat, setelah dia meneliti, akhirnya Dirga membeli Kalung untuk Amel dan gelang untuk Aisyah.

"Mungkin Bapak mau ambil gelang ini sepasang," tawar penjaga toko kepada Dirga.

"Memangnya ini sepasang?" tanya Dirga.

"Iya, satu untuk cewek, satu untuk cowok, bedanya kalau yang cowok terlihat lebih sederhana, karena tidak memiliki berlian," jawab penjaga toko tersebut.

"Boleh saya liat?" tanya Dirga, dia penasaran.

Penjaga toko mengambilkan gelang yang dia maksud, Dirga mengangguk, gelang yang untuk cowok memang sangat sederhana. Namun, bisa di lihat kalau itu adalah barang mahal.

"Ok, kalau begitu aku ambil ini juga," putus Dirga, dia langsung memakai gelang tersebut.

Setelah membayar dengan kartu kredit, Dirga meninggalkan toko tersebut dengan perasaan senang.

"Semoga saja Amel suka," ucap Dirga, ketika dirinya sudah berada di dalam mobil.

Dalam perjalanan pulang, Dirga juga melakukan reservasi untuk makan malam di sebuah restoran. Dia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk Amel.

Sesampainya di rumah, Dirga menghela napas sebelum masuk kedalam rumah, dia tidak mau, moodnya yang sudah kembali hancur karena tingkah Amel.

Saat memasuki ruang tamu, terlihat ruangan gelap, begitupun dengan ruang keluarga, berarti Amel sudah berada di dalam kamar. Lagi-lagi, Dirga harus menarik napas panjang. Dadanya terasa sesak, sebenarnya hal ini yang membuatnya sangat ingin punya anak, agar rumah yang dia bangun bisa di warnai oleh tawa anak-anak.

Namun, sekali lagi, dia harus menghibur diri, karena mengingat Amel yang belum siap memiliki Anak. Dirga masuk kedalam kamar, nampak Amel sudah selesai melakukan perawatan wajah, hal rutin yang di lakukannya tiap malam.

Amel hanya melirik Dirga, dia tak menyapa suaminya, begitupun dengan Dirga. Lelaki itu langsung mengambil handuk dan kekamar mandi. Dirga terus membayangkan wajah Aisyah ketika di dalam kamar mandi, hal itu dia lakukan untuk menghibur dirinya yang di cuekin oleh Amel. Bukannya membuat dia tenang, malah dengan membayangkan Aisyah yang tersenyum malu-malu saat di peluk olehnya, membangkitkan keinginan untuk bercinta dari dalam dirinya.

"Ahhh! Kalau tau begini, aku tidak akan mengingat mu," gerutu Dirga. Dia menggaruk kepalanya yang masih basah.

Lelaki itu segera menyelesaikan mandinya, lalu keluar, setelah memakai pakaian. Dirga menyusul Amel ke tempat tidur, nampak istrinya sudah memejamkan mata, dia berbaring dengan posisi miring, memunggungi Dirga.

Lelaki itu ikut berbaring, dia menghadap ke arah Amel, tangannya melingkar di pinggang istri pertamanya itu, lalu mengecup lembut telinga Amel. Sambil berbisik.

"Aku pengen!"