webnovel

BAGAI ORANG ASING

Fatma keluar dari dalam kamar mandi dengan memakai daster dan khimar. Dia melihat ke sekeliling kamar, kemana dia? tanya batin Fatma. Dia melihat ke arah pintu balkon yang sebelumnya tertutup gorden sekarang tidak. Pasti dia sedang diluar! batin Fatma lagi. Tanpa menunggu lama, Fatma membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan memakai selimut hingga leher. Karena mengantuk dan lelah, Fatma segera terlelap hanya beberapa menit saja.

Harun yang merasa udara diluar semakin dingin, berdiri dan berjalan ke arah pintu balkon. Dibukanya pintu tersebut dan matanya menatap ke arah ranjang. Dilihatnya sang istri sudah terlelap dengan pakaian lengkap di tubuhnya. Hahaha! tawa batin Harun. Seorang ibu pasti memiliki insting luar biasa peka. Maafkan Harun Ummi! Harun sudah membuat Ummi dan Abi kecewa! Sekali lagi Harun merasa sedih mengingat pertanyaan Zahra saat akan berangkat akad nikah. Astaughfirullah! Ampuni hamba yang selalu mengeluh, Ya Allah! batin Harun lagi.

Harun berjalan ke arah kamar mandi dengan langkah gontai dan membersihkan tubuhnya dengan air dingin. Dia keluar dengan memakai perlengkapan shalatnya kemudian melakukan duduk di sofa dan mulai membaca kitab suci Al Quran. Jam sudah menunjuk angka 12 lewat. Setelah membaca Al Qur'an hingga beberapa juz, Harun menggelar sajadah lalu menghampiri Fatma. Masya Allah! Matanya terpaku saat melihat wajah polos tanpa make up istrinya. Bidadari surgaku! batin Harun, hatinya terasa sejuk dan nyaman. Cukup lama dia menatap Fatma hingga melihat istrinya itu bergerak. Dengan cepat Harun mengalihkan pandangannya lalu memberanikan diri untuk membangunkan Fatma.

" Zahirah!" panggil Harun.

Tidak ada reaksi.

" Zahirah!" panggil Harun lagi.

Fatma masih bergeming ditempatnya. Dengan tangan gemetar, Harun menggoyangkan pelan lengan atas Zahirah.

" Zahirah!" panggil Harun.

Zahirah yang merasa ada yang menyentuhnya, langsung dia tersenyum.

" Habib!" ucap Fatma lalu membuka matanya.

Deg! Ha...bib...! batin Harun. Seketika hati Harun terasa sakit bagai tertusuk sembilu. Istrinya ternyata masih benar-benar mencintai mantan suaminya. Fatma terkejut melihat Harun yang berdiri dengan pakaian shalat dan menatapnya dengan raut wajah sedih.

" Saya pikir kamu mau shalat tahajud!" kata Harun pelan.

" Shalatlah dulu!" kata Fatma lalu berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi.

Shalatlah...dulu! Apa kita hanyalah orang asing? batin Harun. Matanya terpejam, kedua tangannya mengepal hingga terlihat memutih. Dengan pelan dia menggelar sajadahnya dan melakukan shalat tahajud. Setelah selesai, dia berdiri dan duduk di sofa tanpa melipat sajadahnya karena dia pikir Fatma akan memakainya. Tapi semua yang dipikirkannya salah. Fatma melipat sajadahnya dan meletakkannya di ranjang, lalu dia menggelar sajadahnya sendiri dan shalat tahajud.

Untuk kesekian kalinya Harun merasakan sakit di dadanya melihat tingkah istrinya itu. Harun hanya bisa menatap nanar pada Fatma yang sedang beribadah. Lalu dia membuka kembali Al Qur'an miliknya dan melantunkannya dengan pelan.

" Bisa kita bicara?" tanya Harun pada Fatma yang duduk di kursi balkon.

" Silahkan! Tapi jika yang akan Ustadz bicarakan tentang sikap saya yang belum siap, saya akan menanggung semuanya!" kata Fatma kekeh. Ustadz! Dia memanggilku Ustadz! batin Harun kecewa.

" Saya tahu sebenarnya kamu tidak mau menikah dengan saya! Saya tahu kamu sangat membenci saya! Dan saya tidak akan memaksa kamu untuk menerima pernikahan ini. Tapi tolong, jika memang kamu menginginkan perpisahan, tunggu sampai setahun kita menikah!" kata Harun.

" Saya tidak menginginkan perpisahan!" kata Fatma.

" Saya tidak ingin mengikat kamu, saya ingin kamu bahagia, Zahirah!" kata Harun.

" Cih! Bahagia? Kebahagiaan saya sudah hancur sejak waita itu..."

" Saya akan membantu kamu bersatu lagi dengan mantan suamimu!" potong Harun.

" Omong kosong!" sahut Fatma remeh.

" Saya berjanji!" kata Harun.

" Saya saja yang istrinya tidak dia percaya, apalagi Ustadz!" kata Fatma lagi.

" Jika memang kamu tidak bersalah dan semua ini hanya akal-akalan istri barunya, saya akan mencari bukti agar dia tahu kelakuan istri barunya!" janji Harun.

" Sudahlah! Mana ada seorang suami membantu istrinya kembali pada mantan suaminya!" kata Fatma tidak percaya.

" Saya akan membantu kamu! Saya janji! Saya hanya ingin melihat kamu bahagia!" kata Harun lagi dan lagi.

" Terserah!" kata Fatma.

Harun meninggalkan Fatma sendiri di balkon kamar Hotel. Harun menghubungi orang kepercayaannya untuk menyelidiki masalah Brian dan Fatma.

Seminggu telah berlalu, Fatma tinggal di rumah yang di beli Harun. Awalnya Fatma menolak menempati rumah itu, tapi kedua orang tuanya membuat dirinya akhirnya mau menempati rumah itu.

" Wa'alaikumsalam! Bagimana?"

" Belum ketemu, Bos!"

" Apa? Ini sudah sebulan! Apa saja kerja kalian?"

" Maaf, Bos! Sepertinya dia orang kaya!"

" Saya tidak perduli, saya mau beberapa hari lagi kalian sudah mendapatkan kabar!" kata Harun.

" Ustadz yakin bisa membantu saya?" sindir Fatma saat mendengar pembicaraan Harun di teras belakang rumah.

" Saya yakin! Maaf kalo lama!" kata Harun.

Harun dan Fatma tidak tidur dalam satu kamar, Harun di lantai atas, sedangkan Fatma di lantai bawah bersama dengan Zibran. Sedangkan Zabran di lantai atas sebelah kamar Harun. Zabran bertambah pintar, karena Harun tidak pernah lelah mengajarinya. Banyak penghargaan yang telah di dapatkan Zabran dan itu membuat Harun dan Fatma bangga. Bahkan Zabran dan Zibran memanggil Harun dengan sebutan Aba. Sebenarnya Fatma keberatan dengan hal itu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa saat Zabran bilang kalo Harun sekarang adalah ayahnya.

Malam itu Harun pulang dalam keadaan tidak baik. Tubuhnya terasa hangat sejak pagi, tapi dia mengabaikan karena pekerjaannya yang sangat banyak dan janjinya pada Fatma belum juga terlaksana.

" Assalamu'alaikum!" ucap Harun saat masuk ke dalam rumah.

" Wa'alaikumsalam, Tuan Muda!" balas Ulfa, dia PRT yang Harun bawa dari rumah orang tuanya. Ulfa seorang janda yang ditinggal mati suaminya dan tidak memiliki sanak saudara. Ulfa menjadi PRT di rumah Harun sejak Harun remaja. Harun menyukai Ulfa karena wanita itu tidak banyak bicara atau suka mencampuri urusan orang lain.

" Anak-anak sudah tidur?" tanya Harun.

" Sudah, Tuan Muda!" jawab Ulfa.

" Apa Tuan Muda mau makan?" tanya Ulfa.

" Apa semua sudah makan?" tanya Harun tanpa bermaksud menjawab pertayaan Ulfa.

" Sudah, Tuan Muda! Nyonya Muda tadi jam 3 sore sudah datang!" kata Ulfa.

" Saya tidak lapar, bisa buatkan saya teh jahe hangat?' tanya Harun.

" Apa Tuan Muda sedang tidak enak badan?" tanya Ulfa.

" Sedikit!" jawab Harun lalu berjalan gontai ke arah kamar anak tirinya.

Harun berdiri di depan pintu kamar Fatma dan Zibran, tangannya mengusap pintu tersebut dengan lembut seakan pintu tersebut seseorang yang disayanginya. Selamat tidur! batin Harun. Kemudian pria itu berjalan ke lantai atas dengan pelan, karena kepalanya terasa sedikit pusing. Sesampai di depan pintu kamar Zabran, Harun membukanya dan mendekati tempat tidurnya. Diciumnya kening Zabran dan dirapikannya selimut Zabran yang terbuka. Sejenak Harun membacakan sesuatu lalu meniupkannya di ubun-ubun Zabran. Harun tidak pernah lupa melakukan itu pada Zabran. Sedangkan Zibran, dia tidak berani karena anak itu tidur bersama Fatma. Harun berdiri dan berjalan keluar kamar anak tirinya itu lalu menutup pintu kamar Zabran.

Dihempaskannya tubuh besarnya ke atas tempat tidur tanpa membuka pakaian kerjanya. Kepalanya terasa sakit dan tubuhnya terasa panas. Tok! Tok! Tok! seseorang mengetuk pintu kamarnya.