webnovel

SAKIT

" Masuk Bik!" ucap Harun lirih.

Alfa membuka pintu kamar Harun dan masuk ke dalam sambil membawa minuman hangat pesanan Harun.

" Diminum dulu, Tuan Muda!" kata Ulfa menyodorkan minuman pada Harun yag duduk di tepi ranjang.

" Tuan Muda sakit?" tanya Ulfa khawatir, karena saat tangannya memberikan gelas pada Harun, tanpa sengaja jarinya menyentuh jari lelaki itu dan dia merasa jika jari Harun terasa panas.

" Sedikit nggak enak badan aja, Bik!" kata Harun meminum teh jahenya.

Ulfa masuk ke dalam kamar mandi Harun dan mengambil obat di dalam kotak P3K yang ada di dinding wastafel.

" Diminum dulu obatnya, Tuan Muda!" kata Ulfa memberikan sebutir obat penurun panas.

" Trima kasih, Bik! Bik Ulfa istirahat saja!" kata Harun.

" Iya! Selamat Malm, Tuan Muda!" pamit Ulfa.

" Selamat Malam!" jawab Harun.

Keesokan harinya ponsel Harun diatas nakas tidak berhenti bergetar. Harun yang merasa kepalanya masih terasa berat menjawab panggilan itu.

" Assalamu'alaikum!" sapa Harun.

" Wa'alaikumsalam, Bos!"

" Siapa?"

" Ridwan, Bos!"

" Bagaimana?"

" Sudah siap semua, Bos!"

" Alhamdulillah!"

" Semua sudah dilakukan seperti yang Bos rencanakan!"

" Bagus! Terima kasih!"

" Sama-sama, Bos! Assalamu'alaikum"

" Wa'alaikumsalam!"

Harun tersenyum bahagia sekaligus sedih. Kepalanya semakin berdenyut memikirkan semua ini. Dia berdiri dan melihat ke arah nakas, jam menunjuk angka 3 subuh. Dia berdiri dan berjalan tertatih menuju ke kamar mandi. Dibasuhnya wajahnya dengan air hangat dan dia mengambil air wudhu untuk shalat 2 raka'at.

" Ya Allah, jika memamg jodoh hamba hanya sebentar saja dengan istri hamba, hamba ikhlas dan tawakkal kepadaMu!" ucap Harun pelan. Airmatanya perlahan menetes dipipinya. Dia tertidur sesaat di sajadah panjangnya.

Saat datang waktu shalat subuh, Harun terbangun dan segera mandi dengan air hangat

Dia berjalan menuju ke mushalla yang berada di samping rumah utamanya. Langkahnya sedikit gontai dan terhuyung karena sakit yang belum reda. Terdengar suara Zabran melantunkan puji-pujian.

" Assalamu'alaikum!" sapa Harun.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma, Ulfa, Dul dan Zibran.

" Ma'af, terlambat!" ucap Harun pelan.

Matanya menatap pada istrinya yang sama sekali tidak melihat dirinya.

" Ayo, nak! Iqomat!" kata Harun.

" Iya, Aba!" jawab Zabran.

Mereka shalat subuh berjama'ah lalu membaca Al Qur'an bersama.

" Tuan Muda! Apa..."

Harun menggelengkan kepalanya, dia tahu jika Ulfa akan menanyakan lesehatannya. Ulfa seperti tersadar jika masih ada Fatma sedang berjalan keluar mushalla. Ulfa menganggukkan kepalanya lalu berjalan keluar mushalla.

Sementara Harun masih membaca kitabnya seperti biasa hingga shalat fajar tiba.

" Bisa kita bicara?" tanya Harun saat mengantar Fatma menuju mobilnya.

" Saya ada meeting penting!" jawab Fatma.

" Ini tentang janji saya!" ucap Harun.

Fatma yang akan masuk ke dalam mobil, menghentikan gerakan tangannya.

" Saat makan siang, temui saya di alamat ini!" ucap Harun memberikan secarik kertas kecil dan memberikannya pada Fatma.

" Apa ini?"

Fatma menerima dan membacanya.

" Saya tidak suka jika Ustadz..."

" Saya akan menepati janji saya disana!" potong Harun.

Fatma menghela nafasnya lalu membuangnya kasar. Sesaat kemudian dia menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan Fatma memikirkan pertemuannya nanti.

Harun tidak ke kantor, karena dia akan istirahat untuk pertemuannya nanti siang dengan Fatma. Dia memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa dia.

" Kamu stress! Makanmu tidak teratur jadi asam lambungmu naik!" kata Zen, dokter pribadi dan sahabatnya.

" Apa panasku bisa turun namti siang?" tanya Harun.

" Jika kamu mau aku infus!" jawab Zen.

" Apa lama?" tanya Harun lagi.

" Apa kamu ada janji?" tanya Zen.

" Iya! Makan siang nanti!" jawab Harun.

Zen tahu siapa Harun. Dia tahu bagaimana Harun saat bekerja. Dia tidak akan pernah melanggar janji atau membatalkannya, apapun alasannya.

" Hanya 2 jam saja!" kata Zen.

" Tapi setelah makan siang datanglah ke rumah sakit! Aku khawatir panasmu akan naik lagi!" kata Zen.

" Lakukan!" kata Harun.

Zen memasang infis di tangan kanan Harun lalu menyuntikkan cairan didalamnya.

" Jangan makan yang berat-berat dulu!" kata Zen.

" Hmm! Syukron, Zen!" ucap Harun.

" Jaga kesehatan! Sudah nikah masih sakit aja! Apa kamu kelelahan saat malam?" sindir Zen.

Harun tersenyum pahit. Kelelahan? Menyentuh kulitnya saja aku belum pernah bahkan melihatnya tanpa khimar saja aku belum! batin Harun.

" Mungkin!" balas Harun.

" Ckk! Dasar mesum!" sindir Zen lagi.

" Aku cabut! Assalamu'alaikum!"

" Wa'alaikumsalam!"

" Tuan Muda!" sapa Ulfa tidak lama setelah Zen pergi.

" Ya?" sahut Harun.

" Saya mau ke pasar untuk belanja! Apa Tuan Muda membutuhkan sesuatu?" tanya Ulfa.

" Apa buah anggur hijaunya masih ada?" tanya Harun.

Itu adalah buah kesukaan Fatma, Harun tahu saat wanita itu selalu membeli buah itu untuk dimakan.

" Masih ada sedikit, Tuan Muda!" jawab Ulfa.

" Belilah!" kata Harun.

" Baik! Saya permisi! Assalamu'alaikum!"

" Wa'alaikumsalam!"

Ulfa pergi dengan diantar Dul ke pasar yang jaraknya cukup jauh.

Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah. Ternyata Fatma yang datang, dia keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam.

" Assalamualaikum!" salam Fatma, tapi tidak ada yang menjawab.

Kemana bik Ulfa? batin Fatma. Wanita itu berjalan masuk, bermaksud pergi ke kamarnya, tapi matanya tertuju pada sosok yang sedang tertidur di sofa dengan infus di tangannya. Fatma perlahan mendekati sofa, betapa terkejutnya dia, saat melihat Harun yang berada disana. Dilihatnya suaminya itu, wajah Harun terlihat pucat. Saat Fatma ingin menyentuh dahi Harun, tubuh itu bergerak hingga Fatma menarik tangannya. Tapi Harun hanya bergerak sedikit, dengan cepat Fatma masuk ke dalam kamarnya. Diambilnya buku desainnya lalu dia swgera keluar sebelum Harun bangun.

Istri seperti apakah aku? Bahkan suami sakitpun aku tidak tahu? Astaughfirullah! Tapi ini bukan salahku! Dia yang memaksaku untuk menikahinya! batin Fatma bergejolak.

Harun bangun setelah merasa tubuhnya terasa sedikit segar. Dia duduk lalu melepaskan infusnya dan berdiri untuk bersiap-siap ketemu Fatma. Harun naik ke kamarnya dan mandi air hangat dan memakai kemeja putih dan celana kain hitam. Kepalanya sedikit pusing, tapi hanya sebentar saja. Setelah siap, dia pergi sendiri tanpa diantar oleh Dul.

Fatma sedikit terlambat datang ke pertemuannya dengan Harun, diakibatkan ada pelanggan yang terlambat datang. Fatma mengendarai mobilnya dengan perlahan ketika sampai di sebuah perumahan mewah. Mobilnya berhenti di sebuah rumah berwarna hijau muda dengan taman bunga mawar di depannya. Fatma memasukkan mobilnya ke pekarangan rumah itu karena pagarnya terbuka. Dilihatnya mobil Harun terparkir disana. Fatma mematikan mesin mobil dan keluar dari mobilnya. Matanya menatap ke taman mawar yang berwarna-warni tersebut dengan mata kagum. Indah sekali! batin Fatma.

" Assalamu'alaikum!" sapa Harun yang mendengar suara mobil Fatma dari dalam.

Fatma menoleh ke arah datangnya suara, dilihatnya Harun berdiri dengan wajah sedikit pucat.

" Wa'alaikumsalam!" sahut Fatma.

" Masuklah!" ajak Harun.

Walau hatinya terasa sakit, dia menahan sekuat tenaga demi kebahagiaan Fatma. Fatma berjalan masuk ke dalam rumah. Tubuhnya terpaku di tempat saat dia melihat sosok yang begitu dirindukannya, sosok yang begitu dicintainya.

" Hab...bib!" gumam Fatma dengan mata berkaca-kaca.