webnovel

SANG PENJAGA TERAKHIR

No. 1 WPC #116: Pimpinan Pria - Makhluk Mitos. _____ Cindaku adalah sosok misterius yang diyakini sebagai manusia yang memiliki kemampuan magis dan dapat merubah wujudnya menjadi harimau atau setengah harimau di tanah Sumatra, terutama di Jambi dan Sumatra Barat. Cindaku juga diyakini sebagai penjaga hubungan manusia dan harimau tetap berada pada jalur semestinya. Sementara Mori adalah seorang remaja yang memiliki kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasatmata. Suatu hari, ketika Mori menolong warga dan polisi hutan yang tersesat di hutan setelah melakukan penyergapan penebang liar karena melintasi daerah terlarang, secara tidak sengaja Mori bertemu langsung dengan Cindaku yang selama ini hanya dianggap mitos turun temurun.   Selain bertemu Cindaku, Mori juga bertemu dengan sosok tak biasa bernama Idris yang memiliki kekuatan dan pengaruh luar biasa! Idris mengatakan jika Mori bisa memilih hidup berdampingan dengan makhluk mitos atau mengabaikannya. Setelah pertemuan tidak sengaja Mori dengan Idris, Mori juga bertemu makhluk-makhluk lain yang selama ini dianggap mitos satu persatu. Hingga Mori terlibat langsung, mau atau tidak mau dan membuat Mori harus memilih seperti yang dikatakan Idris. Akankah Mori menerima setiap keanehan yang muncul di kehidupannya atau mengabaikan semua yang ada? Ikuti lanjutan kisah petualangan ini dalam SANG PENJAGA TERAKHIR! *** Up date setiap hari Minggu.

Ai_S_Sena · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
211 Chs

3. Pencarian Dimulai

Di dalam pos, Ibu Bunga yang merupakan kepala polisi hutan di daerah Rimbo Panjang itu sudah menyambut dengan tiga anggota lainnya yang tidak dikenal Mori, Alysa atau pun Ustad Ali.

"Terima kasih kamu sudah mau datang lagi untuk membantu kali ini." ucap Ibu Bunga kepada Mori, ramah seperti biasa walau Mori diam saja lalu melanjutkan kepada Alysa. "Alysa, Ibu mohon bantuannya juga ya..."

Alysa mengangguk. "Iya Bu."

"Ustad, saya juga mohon bimbingannya untuk menjaga Mori."

"Ya, saya akan berusaha maksimal untuk menjaga anak ceroboh ini." Kata Ustad Ali sambil mengusap kepala Mori.

"Mori, kamu sudah tahu ceritanya bukan?"

"Belum, Ibu Ratu Bunga. Saya dibawa paksa ke sini tanpa diberi tahu apa masalahnya, tapi ya... saya sih sudah tahu kalau Ibu Ratu Bunga yang manggil pasti cuma memberi masalah yang susah-susah buat dikerjakan. Padahal tugas sekolah saya lagi banyak-banyaknya hari ini, mana besok senin harus dikumpulkan! Tapi ya, kalau seperti ini terus banyak sih yang bisa saya suruh mengerjakan tugas-tugas itu di sekolah..."

"Kamu ngebully di sekolah?!" potong Ibu Bunga.

Mori tersenyum puas mendengar tebakan seratus Ibu Bunga sambil mengangguk.

"Itu tidak dibenarkan Mori..."

"Salah mereka sendiri yang lemah! Ah sudahlah Ibu Ratu Bunga, ayo cepat ceritakan sesingkat mungkin."

"Dasar." Gumam Alysa sementara Ustad Ali hanya bisa menghela nafas.

"Dasar kamu itu ya, lain kali kamu bisa dapat balasan kalau ngebully."

"Ngerajuk nih." Ancam Mori ketika Ibu Bunga tidak memedulikan perkataannya.

Ibu Bunga terdiam sesaat, memikirkan taktik agar Mori tidak terus mengancamnya tidak mau membantu. "Baiklah untuk kali ini biar kamu tidak ngebully terus di sekolah, Ibu akan membantu kamu mengerjakan tugas sekolah setelah ini selesai."

"Yang benar?!"

"Ya, benar."

"Baiklah, ayo bagaimana awal kejadiannya?"

Ibu Bunga menarik nafas terlebih dahulu sebelum memulai bercerita. "Dua hari yang lalu kami baru melakukan penyergapan terhadap penebang liar dengan bantuan warga. Awalnya penyergapan itu berjalan sesuai rencana, penebang liar tertangkap dengan tiga penebang liar mengalami luka tembak di kaki mereka yang mencoba melawan dengan menyerang balik atau pun melarikan diri. Setelah membakar pondok tempat penebang liar agar belakangan tidak digunakan lagi sebagai persinggahan penebang liar lain dan memastikan api padam kami berangsur kembali. Karena anggota penebang liar yang tertangkap cukup banyak daya angkut mobil pun tidak memadai, kami terpaksa meninggalkan dua anggota, seorang tahanan dan dua warga yang rencananya akan dijemput dengan mobil lain secepat mungkin. Tapi ketika mobil jemputan datang lima belas menit kemudian, ke lima orang itu yang terdiri dari dua orang warga, seorang tahanan dan dua orang anggota Polisi Hutan itu tidak diketemukan hingga saat ini! Sesepuh desa mengatakan mereka disembunyikan penjaga hutan dan ada juga yang mengatakan mereka pasti sudah dimangsa 'Datuk!'"

Alysa mengusap tengkuknya begitu mendengar kata terakhir yang diucapkan Ibu Bunga. Takut.

"Tim pencari yang diturunkan tadi pagi akan kembali sebentar lagi. Waktu magrib di sini pantang dilanggar untuk berkeliaran! Jadi pencarian akan dilanjutkan setelah isya hingga jam sepuluh malam ini dan jika belum ketemu malam ini, keselamatan mereka terpaksa kembali diserahkan kepada Sang Pencipta hingga pagi esok sebelum pencarian kembali dimulai."

"Jadi saya juga harus ikut Bu?"

"Tentu saja, kamu itu dibawa ke sini untuk mencegah rombongan memasuki daerah yang tak kasat mata..."

"Tapi Bu, tapi..." potong Mori dengan ekspresi takut yang menjengkelkan, membuat Alysa ingin menjitak kepalanya. "Bagaimana kalau ketemu harimau benaran, saya kan takut! Harimau itu besar! Kucing yang kecil saja kalau menggigit sakit, apa lagi..."

"Kan tak ada yang menyuruh kamu masuk hutan sendirian!" Sela Alysa.

Ibu Bunga menutup mata menahan kesal menghadapi Mori, mengangguk membenarkan perkataan Alysa.

"Tapi tadi..."

"Apa lagi?!" potong Ibu Bunga sedikit keras karena mulai kesal.

"Apa ya, tadi mau bilang apa ya...?" Mori melupakan sendiri apa yang ingin dikatakannya karena melihat ekspresi Ibu Bunga yang ingin marah.

"Mana saya tahu kamu mau ngomong apa!"

"Ah... kenapa bisa lupa ya? Ini gara-gara Ibu sih, garang amat sampai membuat saya lupa mau bicara apa tadi."

"Ya, ampun. Kenapa saya yang jadi disalahkan anak ini?" gumam Ibu Bunga dengan menghela nafas dan mencoba bersabar.

Seorang  Polisi hutan perempuan yang cantik dan tubuh seksi masuk ke dalam ruangan kantor Ibu Bunga setelah mengetuk pintu beberapa kali, mendekati Ibu Bunga dan membisikkan sesuatu.

Ibu Bunga tersenyum mendengar kabar yang baru disampaikan Polisi hutan perempuan yang baru datang, yang sangat menarik perhatian Mori untuk tidak melepaskan pandangan matanya hingga Polisi hutan perempuan itu menghilang di balik pintu. Dengan memasang senyum Ibu Bunga melihat semua yang ada di dalam ruangan itu. "Semua tim pencari sudah kembali dan mereka sekarang sedang menunggu kita untuk makan malam bersama. Ayo kita juga ikut makan malam bersama mereka."

 

                                                                  ***

 

Pencarian itu sudah dimulai sejak satu jam yang lalu di tengah kabut dan gerimis yang sangat halus, Mori dan Alysa diberi pinjaman jaket dan sepatu bot dari Polisi Hutan. Alysa berjalan sedikit kesulitan karena sepatunya kebesaran meski pun tidak perlu berlumpur-lumpur ria dan yang lebih penting lagi tidak perlu mendengar ocehan Mori sepanjang pencarian. Kali ini tim yang diturunkan untuk mencari dua orang warga, dua anggota Polisi Hutan dan seorang tahanan yang hilang dua hari yang lalu bertambah, entah karena ingin menemukan secepat mungkin atau karena datangnya bantuan dari Ustad Ali dan Alysa yang membawa Mori.

Mori memiliki kemampuan berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata sejak dari kecil. Mori sendiri bahkan tidak ingat kapan pertama dapat berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata. Tapi orang tuanya mengatakan jika itu kemampuan turunan dari kakeknya. Karena itulah kemampuan Mori yang dapat berkomunikasi dengan yang tidak kasat mata memang sangat dibutuhkan untuk kelancaran pencarian kali ini.

Mori yang berjalan di tengah rombongan tiba-tiba berhenti berjalan.

"Kenapa berhenti? Capek?" tanya Yandri.

Mori mengangguk. "Bagaimana caranya berkomunikasi dengan rombongan lain?"

Yandri memperlihatkan sebuah radio komunikasi. "Dengan ini."

"Ada masalah?" Ibu Bunga yang berjalan paling depan bersama Ustad Ali baru mendekat.

"Baru ingat apa yang lupa mau disampaikan tadi..."

"Apa itu?" Ibu Bunga penasaran.

 "Semakin banyak rombongan tim pencari, semakin banyak risiko melintasi kawasan terlarang ituu..."

"APAA?!!" seru semua anggota rombongan yang berjumlah sembilan orang.

Mori yang berada di tengah rombongan sedikit menunduk sambil menutup kedua telinga dengan jari telunjuknya karena suara anggotanya terlalu keras. "Bisakah suaranya dikecilkan sedikit..." ucap Mori dengan cengiran.

Alysa menyambar kerah jaket Mori dan langsung mengguncang-guncangnya karena selalu dibuat kesal oleh Mori yang suka main-main di saat yang tidak tepat. "Kenapa tidak bilang dari tadi pikun?!!"

Mori hanya bisa diam sambil nyengir bodoh lalu memilih duduk di sebuah pohon tumbang berukuran kecil yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti. Rasa lelah menghampiri lebih cepat, tapi Mori mencoba untuk tidak egois dengan mengeluh seperti biasa, karena kali ini Mori sangat mengkhawatirkan orang-orang yang sudah menghilang hampir tiga hari di dalam hutan.

"Jadi bagaimana kalau sudah terlanjur menurunkan banyak orang?" tanya Ibu Bunga.

"Mungkin kita bisa menarik rombongan Bu." Kata Yandri.

"Maksudmu dengan radio?"

Yandri mengangguk. "Iya Bu, tadi Mori menanyakan tentang cara berkomunikasi dengan rombongan lain. Yang kita punya hanya radio Bu."

Ibu Bunga melihat Mori yang hanya tenang-tenang saja. "Jadi bagaimana?"