2 2. Mori

Mori memilih untuk pulang lebih awal kali ini setelah mendapat telepon dari  Alysa yang mengabarkan jika Ustadz Ali akan menjemputnya untuk pergi membantu menyelesaikan masalah yang hanya Mori bisa menyelesaikannya.

Dalam perjalanan ke tempat parkir untuk mengambil sepedanya di tempat parkir, langkah Mori terhenti ketika melihat Ustadz Ali yang terlihat lebih menakutkan dari biasanya karena tidak sedang memakai kopiah. Hari itu Ustadz Ali juga memakai jaket kulit di balik bajunya, duduk di atas motor matic entah milik siapa, yang pasti bisa duduk menikmati sore sambil merokok dan itulah yang membuatnya semakin terlihat plus-plus untuk ditakuti.

Karena penampilannya kali ini seperti preman yang siap menunggu mangsa, Mori pun secepat mungkin bersembunyi di balik tiang yang tidak jauh dari parkiran siswa. Bukan hanya Mori yang menghindari Ustaz Ali tetapi anak-anak lain juga segera menghindar ketika mendekati parkiran.

             "Hei..." panggil Ustaz Ali dengan rokok yang masih melekat di bibirnya kepada sepasang anak yang terlihat mendekati parkiran, hingga membuat sepasang anak itu tanpa pikir panjang langsung saja balik arah dan masuk kembali ke dalam sekolah. "Dasar anak zaman sekarang, dipanggil orang tua malah main lari!"

             Bosan menunggu di tempat parkir Ustaz Ali memutuskan untuk masuk mencari Mori ke dalam sekolah. Saat melihat Ustaz Ali bergerak memasuki sekolah, Mori yang sedang bersembunyi dibalik tiang segera berlari, menutup wajah dengan manga shounen agar tidak dikenali. Tapi tiba-tiba langkah Mori dihadang Alysa yang kebetulan juga sedang mencarinya.

             "Mau ke mana lagi kamu, Mori?!"            

"Mori?" Ustad Ali menoleh ke arah Alysa lalu ke arah anak yang sedang dihadang Alysa yang menutup wajahnya dengan manga shounen. Ustad Ali mendekati Mori lalu berdiri tepat di hadapan Mori. "Kamu tau tidak, dari tadi Ustad tunggu di parkiran sampai bosan?"

"Iya nih Ustad, tadi sudah Alysa sampaikan, tapi dia malah buru-buru kabur."

             Mori menurunkan manga shounennya sambil menggeleng dan menahan tawa. "Ustad, Ustad lupa ya, kalau sekolah itu zona bebas asap rokok?" Mori justru mengalihkan pembicaraan serta perhatian.

             "Ah... iya Ustad, dilingkungan sekolah tidak boleh merokok!" Alysa ikut membenarkan kata-kata Mori dan misi Mori untuk mengalihkan perhatian pun berhasil.

             Ustad Ali membuang cepat rokoknya yang masih setengah di dekat kakinya.

             "Ustad juga buang sampah sembarangan, kata Ustad kebersihan itu sebagian dari iman..."

             Ustad Ali memungut kembali rokoknya dan bersiap akan membuangnya ke tempat sampah terdekat ketika Mori kembali berkata.

             "Rokoknya dimatiin dulu Ustad, nanti bisa jadi penyebab kebakaran!"

             Ustad Ali menjatuhkan kembali rokoknya, menginjaknya lalu memungut kembali rokoknya sebelum mulut Mori yang cerewet itu menceramahinya. Ustad Ali tahu dia salah sudah merokok di lingkungan sekolah, namun ia tidak menyangka akan diceramahi anak yang secerewet Mori karena biasanya Ustad Ali lah yang menceramahi orang-orang.

             "Sudah, sekarang apa lagi?"

             Mori menggeleng sambil tertawa.

             "Kalau tak ada lagi ayo ikut Ustad, ada pekerjaan yang tidak bisa Ustad selesaikan!"

             "Ustad mengandalkanku?! Jadi terharu..." Mori menoleh ke kiri, tersenyum malu-malu seolah seorang anak perempuan.

             "Kenapa kamu malah tersipu?" Alysa geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

             "Kenapa kamu jadi lebih garang dari biasanya Alysa, aku kan jadi takut..." jerit Mori dramatis sambil menahan tawa yang langsung membuat Alysa menepuk kepala Mori dengan manga shounennya. "Ad... duuuhh..." Mori mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dan membuat Alysa akhirnya tersenyum puas melihat penderitaannya.

             Ustad Ali menghela nafas. "Belum puas main-mainnya?"

             "Hahahaha... Belum." Mori berkecak pinggang tertawa puas melihat ekspresi Ustadnya. "Lagi pula sepedaku gimana? Itu kan, meski hanya sepeda tapi kubeli pakai uang hasil kerja sendiri dan harganya tidak murah Ustad!"

             "Kalau sepeda tenang saja..." seorang laki-laki berpakaian serba hijau ala Polisi Hutan muncul dari belakang Ustad Ali yang langsung mendapat perhatian Mori.

             "Benarkah, bagaimana caranya?" Mori mendekat dengan mata berbinar penuh semangat. Mori baru pertama bertemu Polisi Hutan itu tetapi dia langsung menyukainya.

             "Kalau dinaikkan di atas mobil kabin terbuka tidak apa kan?"

             "Boleh sekali pak! Oh ya, pak polisi ini siapa?"

             "Aam... Panggil saja saya Yandri, saya diutus Ibu Bunga."

"Oh... utusan Ratu Bunga..." kata Mori kehilangan semangat. " Terus..."

"Eh. Terus..." Polisi Hutan itu jadi bingung sendiri mau menjawab apa, karena kalau salah sebut bisa-bisa anak laki-laki di hadapannya yang punya banyak syarat itu pasti merajuk dan tidak mau bekerja sama. Yandri sudah diberi tahu atasannya bahwa mereka akan bekerja sama dengan seorang anak laki-laki yang memahami hal supernatural, namun suka seenaknya dan dia sudah ditugaskan untuk membawa Mori

             "Jangan terlalu dipikirkan pak, dia ini hanya lagi banyak maunya." Sahut Alysa.

             "Oh... Sukurlah kalau begitu..." Yandri menghela nafas lega.

 

                                                                                ***

            

             Tiga jam perjalanan yang sebenarnya bisa sangat cepat jika tidak melalui jalan setapak di tengah hutan yang sudah menjelang malam dan gerimis yang tidak berhenti sejak dimulainya perjalanan.

Hujan di hari sebelumnya membuat perjalanan semakin lambat, karena jalan yang ada hanya jalan setapak menjadi sangat lunak. Beberapa kali hampir terjebak dalam lumpur dan jika bukan Yandri yang membawa mungkin lain ceritanya.

Menurut cerita dari Yandri, ia dipilih Ibu Bunga untuk menjemput Mori karena terbiasa balap off-road di masa sekolahnya, hingga memudahkan kalau melewati jalan setapak di hutan jika sedang penuh lumpur dan Ibu Bunga juga masih ingat betul bagaimana bawelnya mulut Mori, ia tidak mau lagi mendengar keluhan Mori yang seolah tidak ada hentinya.

Keahlian menyetir Yandri semakin membuat Mori mengaguminya karena dari pengalaman sebelumnya, beberapa kali menemui Ibu Bunga, Mori terpaksa harus ikut mendorong mobil yang terjebak lumpur. [Dingin, becek, kotor, lengket, gatal, bau... aku tak mau sampai sama kayak badak Sumatra...]

Sebuah bangunan permanen, kecil namun cantik terlihat di tengah hutan tempat Yandri menghentikan mobil yang dibawanya. Bangunan itulah pos Polisi Hutan terdekat di pinggir hutan Rimbo Panjang.

Ketika Mori turun dari mobil, pandangan Mori langsung tertuju ke arah hutan yang lebih gelap, di sana sekilas terlihat sepasang cahaya kuning. Mori tahu pasti itu cahaya apa karena telah diberi tahu Ibu Bunga dulunya ketika pertama menemuinya. "Datuk" sebutan warga Melayu untuk Harimau Sumatra, tapi cahaya kali ini bukan yang biasa, membuat Mori merinding sendiri. Takut. Perasaan yang biasa dirasakan.

Mori tidak berani menatap sepasang cahaya kuning begitu menyadarinya, apa lagi setelah merasakan takut yang tidak biasa dan tidak bisa memberi tahu kepada siapa pun tentang apa yang baru dilihatnya.

Saat mulai melangkah karena tidak hati-hati dan juga rumput yang licin Mori terpeleset seketika, tapi beruntung Yandri yang ada di dekatnya bisa bergerak cepat menolongnya sehingga Mori tidak jadi terjatuh.

 "Kamu harus hati-hati melangkah di jalan yang licin." ucap Yandri memaklumi.

"Makanya kalau jalan itu hati-hati, pakai mata juga." sela Alysa dengan bersedekap melihat kecerobohan Mori.

Mori diam, melanjutkan langkahnya ke dalam pos Polisi Hutan membuat Alysa dan Ustad Ali saling pandang, heran melihat Mori tidak biasanya diam sebelum membalas.

avataravatar
Next chapter