webnovel

SUKSES DAN BERSYUKUR

Seminggu setelah mereka kembali dari puncak Balai Batu, Kuris mengadakan pertemuan dengan warga di mushola. Acara berlangsung sehabis sembahyang maghrib.

Kuris menyampaikan bahwa sebulan lagi mereka tepat tujuh tahun berkebun di Bukit Balai ini. Untuk itu, Kuris berkeinginan agar peristiwa tersebut mereka peringati yang waktunya bertepatan pula dengan hari Maulid Nabi.

Niat tersebut disambut gembira semua warga. Untuk acara itu nanti akan disembelih dua ekor sapi, seekor dari Kuris dan seekor lagi Mantap. Tiap-tiap keluarga akan menyumbang ayam-ayam dan beras.

Selain itu, kolam ikan akan mereka "bubus" / panen, ikan-ikannya untuk tambahan lauk sedekahan. Juga akan diutus orang ke dusun mereka, Dusun Lampar dan Dusun Talangpadang, guna mengundang Kepala Dusun dan "tetuo-tuo" yang ada di dusun, serta juga sanak famili.

Untuk perhelatan besar itu, akan dibangun Balai khusus (bangsal / tarup) di pekarangan rumah Kuris sebagai tempat sedekahan (jamuan). Bangunan lain untuk tempat masak-memasak juga didirikan, juga bangsal tempat kayu api dan lain-lain. Balai dan bangsal-bangsal akan dibuat/ ditegakkan dari bambu dan beratap alang-alang.

Balai tempat jamuan akan dibuat luas untuk dapat menjamu kurang lebih seratus orang. Lantai balai akan dipadatkan dengan cara sedikit disiram air dan kemudian dipukul atau ditumbuk dengan kayu berulang-ulang kali.

Dengan cara ini, lantai tidak akan berdebu serta bersih. Lantai seperti inilah yang mereka lihat di Balai Batu di puncak Bukit Balai.

Maka, semenjak rencana itu diumumkan, warga Cogong Temedak di Bukit Balai seluruhnya mulai sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Ada yang menebang bambu-bambu, mengambil rotan, memotong alang-alang untuk atap, mengumpulkan kayu bakar dan lain-lain.

Hiruk pikuk seluruh warga melaksanakan pekerjaan masing-masing. Semuanya makan dari dapur umum yang sudah disediakan, sehingga tidak perlu pulang ke rumah sendiri-sendiri untuk makan dan lain-lain.

Semua kegiatan terpusat di sekitar halaman dan rumah pimpinan mereka, Kuris. Beberapa pemuda diutus untuk menyampaikan undangan ke Dusun Lampar, dan kembalinya nanti akan membawa barang-barang keperluan yang dibeli dari Talangpadang, seperti gula, garam, ikan asin dan lain-lain.

Pancuran mandi ditambah jumlahnya. Kalau selama ini cukup enam pancuran di tempat laki-laki serta enam pancuran di tempat perempuan. Maka, di masing-masing tempat di tambah menjadi sepuluh pancur. Musholah diperbesar agar dapat menampung tamu dan warga untuk sembahyang berjamaah.

Seminggu sebelum perayaan semuanya sudah siap. 

Balai dan bangsal- bangsal tempat memasak-masak, kayu api yang memenuhi bangsal tersusun rapi. Buah-buah nangka muda telah tertimbun banyak, kelapa-kelapa dan lain-lain, serta musholah yang juga sudah diperbesar.

Kuris juga meminta warganya membersihkan pekarangan dan pondok masing-masing. Pagar pekarangan yang rusak agar diperbaiki. Juga kebun-kebun sayur di pekarangan rumah dibersihkan dari rumput.

"Perkampungan kita harus mengesankan tamu-tamu," kata Kuris kepada warga, yang langsung mematuhinya.

Tamu-tamu dan famili-famili sudah ada juga yang berdatangan. Mertua Kuris suami istri juga sudah datang. 

Majedah bukan main senangnya dapat berjumpa dengan kedua orang tuanya setelah beberapa tahun berpisah. Ibu 

Bapaknya juga gembira karena telah bertambah pula cucu mereka. Hanimah sudah menjadi gadis kecil dan adiknya perempuan bernama Kamariah, berumur 3 tahun.

Setelah pekerjaan bersama ini selesai, dapur umum diistirahatkan dan masing- masing keluarga makan kembali di rumahnya. Dua hari sebelum harinya, dapur umum akan kembali diadakan.

Dengan cara itu masing-masing keluarga dapat membenahi pondok dan sekitarnya sesuai yang dipesankanketua mereka. Banyak juga yang berkumpul-kumpul di balai, kalau tak ada lagi pekerjaan di pondok mereka.

Suasana di perkampungan terasa sekali sangat menyenangkan semua. Lalu timbul pula satu keasyikan dan kegembiraan yang lain, panen ikan di kolam.

Empat hari sebelum perayaan, Kuris telah memutuskan untuk mengeringkan kolam besar, yang telah hampir empat tahun diisi dengan bibit ikan Semah. Mubus/pengeringan kolam akan dilakukan dua hari sebelum perayaan sedekah. Hal ini disampaikan oleh Kuris sehabis sholat maghrib di musholah.

Disampaikannya pula bahwa Kepala Dusun Lampar akan tiba dan akan menyaksikan panen ikan di kolam. Juga dari panen ikan nanti, masing- masing tamu akan diberi satu ekor, dan sisanya/selebihnya untuk diajikan tambahan gulai lauk selain daging sapi dan ayam. Semua warga riang gembira mendengarnya.

Ikan-ikan di kolam dapat dilihat sudah besar-besar dengan berat timbangan hampir sekilo per ekornya. Apalagi jenis ikannya adalah ikan Semah yang memang terkenal sangat lezat.

Pagi-pagi pada waktu kolam mulai dikeringkan, rombongan Kepala Dusun Lampar tiba di perkampungan. 

Kepala Dusun dengan beberapa orang diinapkan di rumah Kuris, yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan yang lain dihantar untuk bermalam ke pondok-pondok warga yang berdekatan.Rombongan Kepala Dusun berjumlah 15 orang. 

Disampaikan pula bahwa akan datang lagi beberapa rombongan menyusul yang jumlah nantinya kira-kira 40 orang. Dengan perkiraan ini maka tamu-tamu akan berjumlah kurang lebih tujuh puluh orang. Cukup sesuai dengan persiapan-persiapan mereka.

Alangkah kagum dan terkesannya Kepala Dusun dan tamu-tamu yang datang. Mereka tidak membayangkan akan menemukan pemukiman yang begitu asri. Pondok-pondok 

yang teratur rapi, yang sekitarnya bersih semuanya, kebun-kebun sayuran yang subur di sekeliling pondok, pagar-pagar yang rapi serta kebun-kebun kopi yang subur dan bersih.

Mereka melihat-lihat kincir air penumbuk padi, tepian mandi yang airnya jernih seperti kaca. Semuanya rapi dan apik serta bersih! Kolam yang besar beserta ikan-ikannya. 

Semuanya hadir termasuk tamu-tamu menyaksikan kegembiraan ini.Ikan-ikan Semah yang besar-besar yang tertangkap dihitung ditampung sementara di kolam kecil yang disediakan. Hiruk pikuk, riuh rendah kegembiraan mereka yang berusaha menangkap ikan.

Air kolam sengaja tidak dikeringkan sampai habis agar ikan-ikan tidak cepat mati. Di air kolam setinggi paha inilah warga dengan bermacam-macam alat menangkapi ikan-ikan. Ada yang pakai keranjang, dan kebanyakan dengan tangan kosong.

Bibit anak ikan Semah dari sungai Musi yang disebar dulu ada seribu ekor dan yang tinggal belum dapat diperkirakan. Kuris sudah menghitung dan diperkirakan sampai 300 ekor dan ikan-ikan masih ada.

Akhirnya dengan membuka "pemetung", pembuangan air yang paling bawah, air di kolam kering dan seluruh ikan yang didapat dihitung, jumlahnya mencapai 410 ekor dengan berat rata-rata satu kilogram. Luar biasa. Wajarlah jika bobotnya mencapai 1 kilogram per-ekor, karena sudah hampir empat tahun semenjak bibit di tebar.

Ikan yang diperoleh dibagi-bagikan kepada tiap-tiap keluarga, masing- masing membawa dua ekor dan ditambah satu ekor lagi bagi yang kedatangan tamu di pondok.

Kuris, selaku pimpinan pemukiman Cogong Temedak mendapat 10 ekor, dan wakilnya, Mantap, mendapat 5 ekor. Warga yang bujang-bujang mendapat satu ekor.

Masih tersisa 200 ekor. Seratus lima puluh akan digulai untuk lauk perayaan sedekah dan 50 ekor sisanya untuk oleh-oleh para tamu. Semuanya akan mencicipi hasil kolam mereka. Semua warga dan tamu-tamu senang sekali atas keputusan dan kebijaksanaan dari Kuris.

Rupanya rombongan Kepala Dusun juga membawa rebab dan gendang dengan penabuh-penabuhnya serta dua orang ahli guritan. Guritan adalah suatu kesenian bernyanyi menceritakan hikayah kesaktian nenek moyang dan cerita lain-lain.

Penyanyi ini duduk dikelilingi orang banyak dan alat yang dipakai ialah "gerigik". "Gerigik" ialah bambu besar yang dipotong antara dua ruas untuk penduduk mengambil air. Dibawah ruas atas diberi lubang. Setelah dibuang kulit keras sebelah luar, lalu ditaruh di atas para-para dapur agar berangsur-angsur kering karena asap dan panas dapur.

Hasilnya bambu "gerigik" menjadi ringan dan kuat, suara atau nyanyian yang keluar dari lubang "gerigik" akan kedengaran bagus sekali.

Sebetulnya tukang guritan bukan bernyanyi seperti biasa, tapi bercerita dengan berlagu secara khas, yang ceritanya bersambung meluncur tanpa terputus. Terhenti sebentar untuk menarik nafas. Sungguh asyik mendengar guritan ini.

Hiburan

Selepas sembahyang Isya warga berkumpul di balai, mendengar gendang dan rebab di tabuh bertaluh-taluh. 

Balai terang benderang karena berpuluh-puluh lampu stromking (lampu minyak tanah bertekanan dan berkaus sebagai sumber penerangan) yang dinyalakan. Memang hampir setiap warga lampu yang dinamakan juga petromak. Mereka membelinya dari hasil panen kopi.

Selain itu, ditampilkan pula atraksi pencak silat. Seorang pendekar silat yang dibawa kepala dusun memainkan jurus-jurusnya yang memukau. Warga Cogong Temedak, Bukit Balai, yang sudah lama sekali tidak melihat tontonan, terpukau melihat ahli-ahli silat memperlihatkan kemahiran mereka. Setelah itu tukang guritan mendapat giliran.

Tukang geguritan pun dapat mempesona seluruh hadirin. Semua warga pemukiman berkumpul, mendengar cerita dari guritan ini. Suara yang merdu yang terdengar serta cerita mengenai kesaktian, kepahlawanan membikin mereka terlena, seolah-olah berada di alam lain. Rupanya suara yang keluar dari "gerigik" ini mempunyai pengaruh magis yang menyentuh hati yang mendengar.

Alunan suara yang merdu bercerita tentang Puyang Kedum yang datang dari daerah Gresik, Jawa Timur.

Kemudian dari palembang menggunakan perahu berlayar mudik menyusuri sungai Musi dan bertapak di muara sungai Lintang ketika terdengar kokok ayam.

Diceritakan pula tentang Puyang Pandji yang sakti, yang menebang pohon ketapang sakti. Sebatang pohon yang bisa ditebang oleh siapa pun. Siapa saja yang berani mengusiknya akan mati atau sakit.

Puyang Pandji berhasil menebangnya setelah dia menutup kepala dengan kawah besi. Kayu pohon ketapang itu kemudian dijadikan talam, sedangkan kawah besi diperas oleh Puyang Pandji hingga menjadi minyak. Minyak perasan kawah besi itu memiliki khasiat untuk kekebalan bagi yang memakainya.

Demikian diceritakan oleh ahli geguritan. Acara ini berlangsung sampai larut malam. Warga tidak bergeser dari tempatnya hingga acara selesai.

Besoknya, sehari sebelum perayaan, warga makin sibuk. Dari pagi sampai malam bermacam-macam kegiatan dikerjakan. Apalagi di bagian dapur selain memasak menyiapkan masakan guna perayaan, juga untuk makan warga hari itu.

Para lelaki menyiapkan kayu-kayu api, mengambil air di pancuran, mengupas kelapa, mengukurnya (memarutnya kalau kini) dan lain-lain sebagainya.

Ikan-ikan dibersihkan, lalu digoreng dan disimpan, pagi-pagi tinggal dipanaskan. Tugas laki-laki menyembelih ayam dan membersihkan bulu- bulunya. Untuk memotong daging ayam dan mengolahnya diserahkan kepada ibu-ibu. 

Sapi-sapi akan dipotong / disembelih menjelang subuh, lalu setelah dikuliti dan dibersihkan, kemudian diserahkan pada ibu-ibu untuk diolah.

Dapat dibayangkan bagaimana sibuknya keadaan di Cogong Temedak pada waktu itu. Asap yang mengepul dari berpuluh-puluh tempat memasak, ikut mempengaruhi suasana. Sangat menyenangkan.

Semuanya laki-laki yang tidak ikut membantu di dapur berkumpul di balai / bangsal. Ada yang mengobrol-ngobrol dan ada juga yang bermain catur,

Kuris sendiri kadang-kadang ke dapur menanyakan kalau ada yang diperlukan, dan setelah berkeliling, ikut duduk ngobrol di balai.

Malamnya kembali ahli guritan mendengarkan kebolehannya, sudah hampir subuh baru berhenti dan mereka bubar. Yang bertugas menyembelih sapi-sapi langsung mengerjakannya, menguliti, memotong- motong sesuai keperluan. Ibu-ibu yang bertugas mengolah daging-daging ini sudah siap di dapur.

Kembali kegiatan-kegiatan di dapur berangsur-angsur memuncak. Daging sapi hanya dimasak untuk sebanyak hanya 3 macam gulai, ialah pindang, malbi dan pergedel.

Untuk membuat pergedel ini, daging-daging sapi seberat seper-enam kilo dipotong menjadi sebanyak 150 potong. Daging-daging ini lalu dibagikan kepada ibu-ibu yang sudah siap untuk mengolahnya agar jadi empuk.

Caranya ialah dengan dicincang-cincang memakai pisau, menusuk-nusuk daging-daging potongan tersebut diatas dampar-dampar kayu. Maka kedengaranlah bunyi dentangan pisau-pisau di dampar, yang riuh bunyinya.Suara pisau beradu dengan dampar itu menimbulkan suasana riang bagi mereka. Setelah empuk potongan daging-daging dibumbui lalu digoreng dalam kuali yang sudah tersedia pula.

Sedekahan akan dimulai pukul 12 siang sesudah waktu dhuhur. Kegiatan masak-memasak harus siap pada pukul 10 

selain nanak nasi. Memasak nasi dimulai pukul 10, menggunakan kawah-kawah besar. Jam 11 tentu sudah siap. 

Begitulah persiapan-persiapan telah dikerjakan gotong royong dan tepat waktu.

Bedug di langgar (musholah) ditabuh menandakan waktu dhuhur. Kuris serta tamu dan tua-tua warga kebun sembahyang berjamaah. Hanya laki- laki yang masih harus 

menyelesaikan pekerjaannya yang tidak ikut ke mushola.

Selesai sembahyang dhuhur, Kuris mengajak semuanya ke Balai yang sudah digelar tikar dengan rapinya. 

Majedah dan ibu-ibu yang tidak sedang bertugas sudah duluan berada di Balai.

Kuris menyampaikan selamat datang pada tamu-tamu yang sudah hadir. Setelah itu diadakan doa syukur kepada Allah, yang telah memberkahi mereka semua, sehingga mereka memperoleh hasil panen kopi yang memuaskan.

Tak lupa dipanjatkan doa kepada Allah subhanawataallah bagi arwah-arwah mereka yang telah menjadi batu-batu di puncak Bukit Balai, serta arwah-arwah tiga orang yang telah menemukan dataran untuk berkebun, tempat mereka sekarang. Selesai itu maka mereka makan bersama.

Alangkah senang hati Kuris, istrinya, Majedah, dan Mantap serta seluruh warga melihat semua makan dengan lahapnya. Mereka menikmati hidangan yang enak-enak, berupa pindang sapi, malbi daging sapi, pergedel-pergedel, ikan dan ayam goreng serta lain-lain.

Rombongan pekerja di dapur, termasuk laki-laki yang membantu serta anak-anak makan yang di hidangkan di dapur. Jadi semuanya dapat makan bersamaan, sehingga menyenangkan hati semuanya.

Setelah selesai jamuan makan, mereka serentak bergotong-royong membereskan tempat bersantap. 

Perempuan-perempuan mengumpulkan piring-piring dan perabotan lain dan langsung dibawa ke tepian mandi.

Dicuci, lalu ditaruh di atas tikar, kemudian dipisah-pisahkan untuk diambil pemiliknya. Juga tikar-tikar yang selesai digunakan dikembalikan kepada pemiliknya.

Majedah bersama beberapa ibu-ibu yang lain, 

membungkus ikan-ikan dan lain-lain, yang akan dibawa pulang oleh tamu-tamu sebagai oleh-oleh. Masakan yang masih tersisa juga dibagi-bagikan pada penghuni- penghuni. 

Juga nasi yang masih tersisa cukup banyak.

Selanjutnya bekas kayu-kayu api yang tertinggal dibersihkan dan sementara itu ada beberapa laki-laki, menyapu semua kotoran berupa bekas daun pisang dan lain-lain. Sehinga semua kelihatan bersih yang menyenangkan.

Sebelum magrib semua sudah beres dari bekas perayaan yang begitu menyibukkan. Hanya tinggal balai yang kosong. Menurut Kuris, Balai biarlah tetap berdiri. 

Nanti, katanya, siapa tahu ada acara perkawinan anak dan lain-lain sebagainya.

Malamnya sehabis sembahyang Isya mereka berkumpul dalam acara ramah-tamah di rumah Kuris. 

Kepala Dusun Lampar dengan rombongan dan tamu lain pagi-pagi besok akan meninggalkan dataran.

Dalam pembicaraan-pembicaraan semuanya merasa sangat senang sekali dapat menghadiri perayaan, apalagi melihat keadaan mereka yang begitu mengesankan.

Selama ini warga Dusun Lampar yang tidak ikut berkebun di Bukit Balai, telah banyak sekali mendengar cerita tentang keadaan mereka yang begitu mengesankan. 

Pondok-pondok yang teratur rapi, lingkungan yang bersih, kebun-kebun kopi yang tumbuh sangat subur, kerukunan warga yang terbina sangat baik,

Ketua mereka adalah Kuris yang sangat dipatuhi, disegani dan disayangi. Sekarang mereka dapat melihat danmerasakan sendiri. Semua cerita-cerita yang mereka dengar 

adalah benar.

Besoknya semua tamu-tamu berangkat pulang. 

Suasana di Cogong Temedak kembali seperti semula. Kalau semenjak beberapa hari yang lalu, siang dan malam suasana penuh kegiatan persiapan dan penyelenggaraan perayaan, seolah-olah seluruh warga tidak kenal telah sepanjang hari dan malam, maka tiba-tiba suasana pemukiman tampak sunyi dan lengang.

Suasana hening sepi dan rupanya dirasakan oleh hampir semua warga, sehabis bekerja keras dalam waktu yang cukup lama, terserang perasaan lesu dan lelah.

Setelah semua tamu berangkat, diantar oleh wargasampai ke batas pemukiman, maka mereka kembali ke pondok masing-masing dan beristirahat.

Mereka tidur melepas lelah agar tubuh dan pikiran mereka perlu pulih seperti sediakala. Inilah yang menyebabkan keadaan sunyi senyap di kampung mereka. 

Keadaan ini berlangsung sampai sore dan malamnya. Hanya sebagian saja yang sembahyang berjamaah di mushola.