webnovel

Sang Diva : Terlahir kembali untuk balas dendam

Sebuah kecelakaan mengenaskan membuat Yura terluka parah dan membuat temannya Dion meninggal. Pada titik paling rendah itu, Marissa justru mengungkapkan segala kebusukan yang sudah diperbuat Tara, kekasih Yura. Tak puas melihat Yura menderita, Marissa juga membongkar kebenciannya pada Yura karena cinta bertepuk sebelah tangannya dengan Dion. Terbutakan oleh dendam, dia pun menghabisi Yura! Namun walau hidupnya diakhiri, ternyata takdir berkata lain! Dengan segala dendam dan penyesalan yang Ia bawa, kini Yura kembali terbangun di tahun 2013. Tahun dimana semua masalah hidupnya dimulai! Lalu bagaimana Yura akan menjalankan kesempatan keduanya ini? Apakah semuanya akan terulang lagi seperti rekaman rusak? Atau apakah Yura dapat menulis ending baru untuk cerita sang Diva!?

Pena_Fiona · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
420 Chs

Kesalahpahaman di Tepi Danau

Dion memperhatikan tatapan Yura padanya. Dia menunduk dan membelai pipi Yura dengan penuh kasih sayang. Cedera terakhir yang dialami Yura meninggalkan bekas luka samar di pipinya. Yura tampak seperti mawar putih yang mekar di sampingnya, dengan wangi khas bunga mawar yang membuat siapa pun tak bisa berhenti menghirupnya.

Dion menekan Yura di bawah tubuhnya dan mengarahkannya ke sudut tempat tidur. Dia dengan rakus menghirup aroma tubuh Yura. "Kamu milikku, Yuram" Dion bergumam, suaranya parau dan menggoda.

Yura setengah menyipitkan matanya dan mengulurkan tangannya untuk menutupi lehernya.

Semoga akan ada hari seperti itu, Dion. Kata Yura dalam hati.

Keesokan harinya, cahaya pagi tampak sangat redup dibandingkan biasanya. Yura sudah berpakaian rapi dan duduk di dalam mobil untuk kembali ke kota.

Berdiri di balkon di lantai dua, Dion memperhatikan Yura memasuki mobil, dan kemudian menghilang di ujung jalan. Yusuf berjalan menaiki tangga dan berniat untuk menghampiri Dion. Dia berjalan dengan tangan yang dimasukkan ke dalam sakunya

"Kamu bilang tidak baik mencintai orang terlalu dalam, tapi kamu malah menyukai gadis itu dari dulu," kata Yusuf dengan sedikit godaan. Dion meliriknya, matanya kosong.

Mereka adalah teman akrab sejak kecil. Jadi, kalimat-kalimat berisi sindiran dan godaan seperti itu sudah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari.

"Apakah kamu rela menyia-nyiakan waktumu untuk menunggu orang lain?" tanya Yusuf. Ekspresi wajahnya kini berubah menjadi serius.

"Aku punya banyak waktu luang. Tahap ketiga pembuatan film Yura adalah dengan imbalan kontrak satu tahun denganmu. Aku telah menyelesaikan segala urusan bisnisku tahun ini," jelas Dion seolah mengerti jalan pikiran Yusuf.

Yusuf menepuk bahu Dion dan berkata dengan emosi, "Kamu ingin tetap berada di sisinya setiap saat, tapi dia bukanlah sesuatu yang bisa sepenuhnya kamu kendalikan sendiri."

Dion sudah berulang kali berkorban untuk Yura. Misalnya, kali ini, Dion rela mengambil kontrak tahun depan untuk menemani Yura melakukan pengambilan gambar di acara ini.

Yusuf tahu Yura memang gadis yang sangat berharga bagi Dion, tapi Yura bukanlah bunga rumah kaca yang harus selalu dia jaga sepanjang malam.

Dion bisa mengendalikan semua yang ada di sekitarnya dengan satu tangan, tapi Yura seperti dunia lain, dia tidak bisa campur tangan atau ikut campur dalam kehidupannya.

"Jadi apa yang harus aku lakukan?" Dion membuang tangan Yusuf, matanya diam, "Ini bukan situasi yang lebih baik."

Setelah menunggu Yura sekian lama, begitu banyak usaha Dion yang hilang. Kini, yang dia punya adalah waktu dan tenaga.

"Kalau begitu kamu ikut denganku saja. Keluargaku mengadakan perayaan malam ini. Ayahku menyuruhku beberapa kali untuk membawamu ke sana," ajak Yusuf. Dia sebenarnya tidak ingin melakukan perjalanan ini, tetapi dia mengkhawatirkan Yura. Jadi, dia mengambil alih Dion. Ada rumor di luar yang mengatakan bahwa Yusuf dan Dion adalah saingan. Namun, siapa sangka dua orang itu bertetangga dan tumbuh bersama sejak kecil.

Berbicara tentang itu, Yusuf adalah orang yang memperkenalkan Yura ke Dion.

Setelah Dion bersedia untuk hadir di malam perayaan keluarganya, Yusuf segera pergi ke bawah dan menyapa sutradara, lalu membawa Dion mengendarai mobil jeep-nya dan pergi.

Ada hujan lebat di malam hari, dan langit kuning yang samar tampak seperti selimut usang, tampak sangat gelap dan berkabut. Genangan air yang ada di sepanjang jalan terkadang tidak sengaja terinjak oleh pejalan kaki dan lama kelamaan menjadi semakin lebar. Yura juga tidak sengaja menginjak genangan air saat dia menuju vila yang merupakan rumah ibu tirinya.

Gaun katun hitam panjang ekstra tebal yang dikenakannya saat ini menutupi tubuhnya hingga lutut. Tak lupa, dia juga melilitkan syal abu-abu di lehernya. Busananya kali ini benar-benar membuatnya tampak sangat kurus.

Dia ingat ibu tirinya yang bernama Widya saat dia berkata dengan nada bangga padanya bahwa dia sedang hamil anak laki-laki sambil berdiri bersandar di pintu depan rumahnya. Ibu tirinya itu adalah sahabat ibunya. Dengan kata lain, ibu tirinya itu adalah wanita yang mengkhianati sahabatnya sendiri.

Memikirkan itu, Yura merasa jijik karena ada seseorang yang berusia hampir lima puluh tahun mengatakan pada dirinya bahwa dia sedang hamil. Yura yang merasa sedikit mual akhirnya duduk di pinggir jalan dekat danau. Dia meraba-raba bajunya dan menemukan sebatang rokok dari sakunya.

Mobil-mobil mewah lewat silih berganti di hadapan Yura. Setelah sekitar 20 menit, Yura berjalan ke tepi danau sembari merentangkan tangannya. Namun, di saat yang sama, ada seorang satpam dengan wajah tampan yang melihatnya. Tanpa berpikir panjang, pria itu segera melambaikan tangannya untuk mencegah Yura lompat.

"Danau itu dangkal. Tak ada gunanya bagimu untuk melompat," kata satpam itu. Dia adalah seorang pria muda berusia dua puluhan dengan wajah maskulin. Saat ini dia sedang mengenakan seragam penjaga keamanan berwarna hitam. Topi hitam yang terpasang di kepalanya turut menambah ketampanannya.

Yura menatapnya sebentar, lalu perlahan menjawab, "Oh. Ya, aku tahu itu."

Melihat ini, satpam itu tidak mau pergi. Dia akhirnya mengajak Yura untuk duduk bersamanya di tepi danau dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Penghuni vila ini adalah orang kaya yang mungkin berbeda dari kita. Kamu tidak perlu melukai diri sendiri seperti ini untuk menarik perhatian mereka. Kamu masih muda dan cantik, sayang rasanya jika hidupmu harus berakhir di sini."

Yura menatap satpam itu dengan wajah bingung sambil menghisap rokoknya. Dia melihat bahwa pria ini masih berbicara tanpa henti untuk menasihatinya. Yura tersenyum. satpam ini mungkin mengira dirinya sebagai gadis yang ingin bunuh diri setelah dipermainkan oleh seorang pria kaya yang menghuni vila itu.

Yura melirik baju satpam ini. Dia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang pria ini. "Tapi, aku masih tidak bisa memahaminya," ucap Yura melanjutkan aktingnya. Dia membuang puntung rokok di tangannya dan melanjutkan kalimatnya, "Bayangkan saja. Ada seseorang yang jelas sangat mencintaimu, tapi kamu tetap tidak bisa menerima cinta orang itu karena suatu alasan. Namun, kamu justru menjalin hubungan dengan orang lain yang ternyata hanya bisa mengkhianatimu."

Yura bicara dengan tidak jelas, dan satpam itu secara otomatis mengira Yura sedang membicarakan masalah pribadinya. Yura terdiam beberapa saat, "Apakah itu artinya aku bodoh?"

"Tidak! Itu bukan salahmu, itu salah pria itu. Bagaimana bisa seorang pria menyia-nyiakan cinta dari gadis sebaik dirimu. Kamu tidak salah, pria itu yang salah," satpam memberi jawaban panjang lebar pada Yura.

Yura tersenyum dan menarik syalnya. Dia akan mengatakan sesuatu, tapi diganggu oleh suara rem mobil di sampingnya.

"Ada apa?" tanya orang yang baru keluar dari mobilnya itu. Karena mendengar suara yang familiar, Yura menoleh dan melihat sumber suara.

Satpam itu mencengkeram lengan Yura dan berkata kepada pria di depannya yang ternyata adalah Yusuf, "Gadis ini... Sepertinya dia tidak bisa memahaminya."

"Oh?" Yusuf mengalihkan pandangannya dan menatap Yura yang sebagian wajahnya saat ini tertutup oleh syal. Entah kenapa Yusuf merasa tidak asing, jadi dia bertanya, "Mengapa kamu datang ke sini? Kamu ingin melihat-lihat pemandangan?"

"Dia sepertinya baru saja dikhianati. Aku rasa pacarnya tidur dengan gadis lain," bisik satpam itu. Dia memperkuat cengkeraman di tangan Yura karena takut gadis itu akan memanfaatkan kesempatan ini untuk terjun ke danau.

Dion yang masih ada di dalam mobil mengangkat alisnya ketika dia mendengar kata-kata itu. Dia sedikit terkejut. Dia membuka pintu dan turun. Setelah melihat punggung Yura, dia ragu-ragu sejenak.

Yusuf adalah yang pertama bereaksi. Dia melambai kepada satpam dan meraih lengan Yura, "Aku kenal dia. Biarkan aku yang membujuknya. Anda bisa kembali bertugas. Maaf telah merepotkan Anda."

Satpam itu menarik pandangannya yang masih penasaran dan segera pergi dari situ. Tapi, dia tetap berusaha mengamati situasi di danau itu dari jauh.

"Kapan kamu pernah punya pacar, Yura?" Yusuf sengaja meninggikan suaranya hingga menyebabkan Dion yang ada di sebelahnya mengerutkan kening.

"Tidak ada. Semua ini hanya kesalahpahaman," Yura menepuk tangannya yang kotor dan berbalik pergi meninggalkan mereka.