"Ciye … yang lagi jatuh cinta pada pandangan pertama," ledek Nada.
"Apaan sih Nad, enggak usah lebay deh. Aku biasa aja kok ke Andra. Enggak usah jodoh-jodohin Aku sama dia," pintaku.
"Iya-iya, baiklah. Gitu aja kok marah," ucap Nada.
"Enggak marah kok Sayang, cuma mengingatkan. Jadi gimana, usahamu mendekati Dion sudah sejauh mana?" tanyaku terang-terangan.
"Ih … kok tau sih kalau Aku naksir Dion?" Nada merasa terkejut bahwa aku tahu bahwa dia menaruh hati kepada Dion.
"Ya pasti tahulah, Nad. Aku cukup mengenalmu dengan baik. Enggak sia-siakan Aku jadi teman sekamarmu. Masak kamu naksir cowok saja sampai Aku enggak tahu," terangku.
"Ah … memanglah kamu ini yang terbaik. Makannya, kalau Kamu sama Andra kan nantinya kita bisa kencan bareng," pintanya.
"Kamu ini Nad, belum-belum sudah ngebayangin kencan bareng. Memangnya Dion mau sama Kamu?" ledekku.
"Ya dia pasti maulah sama Aku. Secarakan kita nyambung banget kemarin. Apalagi Kamu enggak mau sama dia dan lebih memilih memperhatikan Andra. Pasti dia mundur teratur tuh," jelasnya.
"Jadi Kamu bersedia menjadi pilihan keduanya Dion?" Aku mencoba meledek Nada kembali.
"Enggak masalah itu mah. Kan itu hanya diawal pertemuan saja. Selanjutnya kalau sudah jadian, Aku akan menjadi orang pertama dan satu-satunya yang dia sayangi," ucap Nada.
"Sungguh tinggi sekali kepercayaan diri sahabatku satu ini. Inilah yang Aku kagumi darimu, Nad," ungkapku.
"Hahaha … Jadi mau ya bantu Aku mendekati Dion?" pintanya.
"Baiklah, tapi ada satu syarat ya. Kamu jangan comblangin Aku dengan Andra. Nanti kalau kami enggak cocok malah hubungan Kamu dengan Dion ikut-ikutan tidak mulus," pintaku.
"Enggak janji ya Yum, soalnya kelihatannya si Andra juga suka tuh sama Kamu," ungkapnya.
"Baru juga ketemu sekali sudah bilang seperti itu. Jangan buru-buru menarik kesimpulan gitu, Nad," terangku.
"Iya-iya, baiklah. Biar mengalir saja hubungan kalian seperti air yang mengalir. Cukup hubunganku dengan Dion saja yang segera dimatengin," ungkap Nada yang mulai tidak sabar.
"Dasar! Ngebet banget sih anak ini. Sabar Bu, perjalanan masih panjang. Nanti kalau Kamu terlalu terburu-buru, yang ada si Dionnya malah mikir jelek lagi ke Kamu. Jadi agak direm dulu saja ya," terangku.
"Baik Guru," sebut Nada kepadaku.
Sejak saat pertemuan pertamaku dengan Dion dan Andra bersama Nada, kami mulai sering bertemu. Seperti biasanya, aku dan Andra lebih banyak diam menemani Dion dan Andra yang asik mengobrol. Kami sama-sama sibuk dengan laptop kami. Tanpa aku sadari, ternyata Dion dan Andra sudah tidak duduk bersama kami lagi. Tinggallah kami berdua yang sedang duduk sambil bertatap muka.
"Lo, Dion dan Nada pergi kemana?" tanyaku pada Andra karena baru sadar bahwa mereka tidak ada.
"Tadi Kamu tidak mendengar ketika mereka pamit mau keluar sebentar ambil pesanan makanan di depan?" tanya Andra.
"Enggak, aduh kebiasaan nih kalau Aku lagi sepaneng pasti enggak sadar dengan hal di sekitarku," jelasku.
"Sama kok, kadang Aku juga seperti itu," kata Andra.
"Kirain Aku saja yang seperti itu. Oh iya, Kamu lagi sibuk bikin apa sih. Kok kayaknya tiap ketemu bareng seperti saat ini, pasti Kamu sibuk dengan laptopmu," tanyaku penasaran.
"Iya, Kamu juga sibuk terus dengan laptopmu. Sebenarnya Aku enggak lagi sibuk sih, cuma iseng saja," terangnya.
"Iseng ngapain memangnya? Boleh tahu enggak, aku kepo nih," bujukku.
"Nih!" Andra menunjukkan layar laptopnya, memperlihatkan apa yang selama ini dia kerjakan. Ternyata selama ini Andra mencari penghasilan dengan hobinya memotret. Tidak hanya memotret pemandangan, tidak jarang dia juga memotret seseorang dan memberbaikinya agar terlihat lebih cantic.
"Wah… keren banget!" ucapku kagum.
"Enggaklah, biasa saja ini mah. Ini Cuma iseng saja kok, lumayan untuk cari tambahan penghasilan. Kalau hanya mengandalkan uang beasiswa mana cukup," jelasnya.
"Benar banget! Aku setuju sih untuk mencari penghasilan tambahan walau pun kita masih berstatus mahasiswa dan sudah menerima beasiswa. Setidaknya bisa bantu keluarga juga dan menabung untuk masa depan," ungkapku.
"Enggaknya Kamu akan merespon seperti ini lo. Ternyata kita memiliki pandangan yang sama. Jarang lo ada yang berpendapat sama denganku," ungkapnya merasa heran.
"Oh, iya … kalau Kamu suka motret, Aku ada lo teman yang cocok untukmu. Siapa tahu kalian cocok dan bisa bekerja sama nantinya. Kapan-kapan Aku kenalin deh. Dia juga sering jemput Aku ke asrama sih, tapi biasanya kami langsung pergi. Jadi dia enggak pernah mampir atau masuk ke dalam," terangku.
"Boleh juga sih, siapa tahu kami cocok dan bisa kerja sama. Memangnya pekerjaan temanmu itu apa?" tanya Andra.
"Dia sih mahasiswa juga di kampus kita. Dia anak jurusan manajemen, masih satu fakultas denganku. Cuma memang dia jarang terlihat di kampus. Setelah kelas seringnya langsung cabut karena kesibukannya pemotertan sana sini. Dia itu model, influencer juga. Selama ini sering mengunggah foto dan video di media sosialnya dari hasil buat sendiri. Jadi mungkin nantinya Kamu bisa banyak membantunya. Ya proyek bareng gitu deh," jelasku pada Andra.
"Pengikutnya sudah banyak?" tanya Andra mulai penasaran.
"Banyak banget, makannya banyak yang menawarkan endorse kepadanya. Nah Aku ini menjadi salah satu manajer untuknya. Sebenarnya dulu Aku adalah manajer satu-satunya, hanya saja karena kesibukanku ikut kegiatan dan organisasi ini itu jadi tidak bisa mengurusnya sendiri. Jadi dia juga ada satu manajer lagi yang memang bisa menemani dia sepenuhnya," terangku.
"Wah, cocok banget. Boleh deh kapan-kapan kenalik ke Aku. Semoga saja kami berjodoh," harapnya.
"Berjodoh soal kerjaan apa yang lain nih?" candaku.
"Soal pekerjaan dong. Kalau jodoh dunia akhiratkan sudah ada di depan mataku," balas Andra mencoba menggodaku.
"Wah, kayaknya lagi asik banget nih. Baru juga ditinggal sebentar, sudah pada mesra begini," ledek Nada.
"Iya nih, lagi ngobrol soal proyek bersama. Tapi cukup hanya Aku dan Andra yang tahu. Kalian tidak perlu tahu," tegasku.
"Bohong tahu, Yumi. Barusan kami ngomongin soal joodoh dunia akhirat," canda Andra.
Sejak percakapanku dengan Andra tentang pemotretan dan model membuat Aku dan Andra semakin dekat. Aku berencana memperkenalkannya pada Sintia. Karena setahuku, Sintia juga sedang mencari orang yang bisa membantunya mengambil gambar untuk dia unggah pada media sosial yang dia miliki.
"Tia, sepertinya Aku sudah menemukan orang yang cocok untuk membantumu memotret," kataku.
"Yang benar? Siapa?" tanya Sintia penasaran.
"Ada ini temanku di asrama sebelah, namanya Andra," ungkapku.
"Wah, boleh juga sih dicoba. Tapia apa benar dia bisa? Kamu kan tahu standarku seperti apa," jelasnya.
"Ya dicoba dulu saja, nanti Aku kirimkan tautan instagramnya biar Kamu bisa melihat langsung hasil jepretannya selama ini," jawabku.
"Baiklah Yumi sayang, nanti Aku lihat deh kalau Kamu sudah mengirimkan tautannya kepadaku," balas Sintia.
Beberapa saat setelah mengirimkan tautan Instagram Andra, Sintia meneleponku. "Halo Yum, keren banget jepretan teman Kamu ini. Segera atur pertemuanku dengannya ya. Aku tunggu pokoknya. Sepertinya dia adalah orang yang tepat untuk membantuku deh," ungkapnya.
Tidak lama berselang Andra mengirimkan pesan untukku. "Bolehkah kita bertemu sekarang di kantin? Ada yang ingin Aku bicarakan padamu. Hanya berdua ya, jangan sampai Nada dan Dion tahu." Aku penasaran entah apa yang hendak dikatakan Andra hingga melarangku menceritakannya kepada Nada. Aku percaya padanya yang tidak mungkin ada maksud tidak baik. Jadi aku mengiyakan ajakan Andra untuk bertemu di kantin tanpa sepengetahuan mereka.
***