Line berjalan ke arah kasir salah satu kantin dengan tatapan dingin dan pinggang yang gemulai. Dengan tinggi 165 dan tubuh yang ramping, Line memiliki tubuh yang ideal.
Tapi, semua kecantikannya seketika pudar karena...
'shshshsshshshshshshshshshshsshshshshshsshhshshs'
Suara kantin yang tadinya agak sedikit hening dengan beberapa obrolan membosankan berubah menjadi bisikan-bisikan iblis yang datang dari alam maut untuk gosipin seseorang yang telah tersebar luas aibnya.
'hiyahiya itu yang tadi kata Rusi perutnya keroncongan, khikhikhi'
'eh itu kan yang sedang hot dikalangan cewek-cewek SMA karena perutnya bunyi pas pelajaran Pak Robert itu kan? benar-benar menjatuhkan harga diri sebagai seorang cewek!'
'woe tau gak. itu tuh cewek yang tadi perutnya bunyi di kelas gue. suara perutnya bukan mau besar banget.'
'ih masa sih, hihihi'
"..."
'Haish... Apa-apaan sih ngomongin orang terus kerjaannya. Ngajak gelud ni keknya.', batin Line kesal.
Line hanya menelan sesuap makanan yang telah dibelinya tadi. Sekarang dia tak selera makan dan hanya memutar-mutar sendok makan yang dipegangnya dan menopang wajahnya yang cemberut dengan tangannya yang satu lagi.
Tak lama laki-laki yang beberapa hari terakhir ini sering berjumpa dengannya ada dihadapannya.
"Baiklah mari kita makan.", kata laki-laki itu mengajak.
Line keheranan, 'kenapa sih orang ini disini?' ucapnya dalam hati.
"Gak. Lagian kau ngapain duduk semeja denganku?", Line bertanya sambil marah.
"Emang kamu gak liat? Gak ada meja dan kursi kosong lagi selain disini.", ucap laki-laki itu sambil mengarahkan pandangan Line ke sekeliling.
"Hehh... Baiklah. Tapi kau harus diam, tak berbicara sedikitpun. Aku tak suka ada yang mengganggu ketenanganku.", ucap Line sambil menunjuk laki-laki tadi dengan tangannya yang menopang wajahnya tadi. Line sengaja memberikan peraturan pada laki-laki itu. Dia mau liat, apakah laki-laki ini bisa diam atau tidak. Senyum remeh terlukiskan di bibirnya sekarang.
"Baiklah. Bukan masalah sulit." laki-laki itu mengiyakan apa yang diminta oleh Line. Sehingga Line semakin bersemangat untuk melihat sikap laki-laki ini, sebab ia tau anak satu ini gak bisa diam orangnya.
2 menit (Line masih tersenyum tipis)
3 menit (Line masih menunggu orang ini untuk berbicara)
5 menit (Line mulai murung)
10 menit (Line akhirnya bosan)
"Okay baiklah kau bisa berbicara. Aku bosan.", ucap Line kesal. Ia membaringkan dahinya ke sepasang tangan yang telah dilipatnya di atas meja kantin.
"Hah... Sudah kuduga pasti kau tidak akan tahan senyap-senyap. Akhirnya bosan juga, wahahaha...", tentu saja laki-laki itu tertawa dengan lepasnya jika melihat yang membuat perjanjian yang tidak menepati janjinya.
"hmbh"
"Hhh... Baiklah, mari berjalan sebentar mengelilingi gedung sekolah ini. Mumpung lagi istirahat nih." laki-laki itu mendorong sedikit kursi yang didudukinya tadi dan berdiri dari posisi duduknya.
"Hah... aku tak tertarik. pergi aja sendiri." Line menyedot minumannya yang masih setengah itu sambil menutup matanya dan dahinya masih mengernyit.
'pff'
Line langsung menoleh ke asal suara "apa? kenapa kau tertawa?" Line meraba wajahnya, takut kalau ada serpihan makanan yang tersangkut di wajahnya.
"Tidak ada. hmbh" laki-laki itu masih saja membuat Line penasaran. Soalnya dari tadi cengengesan terus. "Haah. Sudahlah, ayo!" ajaknya.
"Sudah ku bilang. Aku tidak mau!"
"Kalau kamu tetap disini, banyak omongan sampah yang membicarakan dirimu. Suka ya dengarnya?" laki-laki itu tersenyum kecil nakal.
Line celingak-celinguk melihat sekelilingnya.
'syuuutt' sorot mata tajam bak berapi-api terlempar ke dirinya.
Ia benar-benar malu karena apa yang dikatakan laki-laki itu benar. Ia menundukkan wajahnya dan pipinya sampai merah merona sekarang ini. "Iya deh, aku ikut aja." Line kezel.
Laki-laki itu tersenyum kecil lagi tapi sekarang senyum manis. "Ayo!"