webnovel

Iri

Sejak kejadian semalam, kini Rayhan dan Raka udah baikan, dan menjadi lebih akrab dari sebelum nya. Namun meskipun demikian, Rayhan selalu saja memikirkan perkataan papanya itu dengan dokter David. Seolah kata kata itu tak akan bisa hilang dari pikirannya.

"Apa selama ini Ray di titipin sama tante dan om karena mereka yang tak menginginkan Rayhan ya? Apa mereka masih belum siap buat menerima Ray sepenuh hati?" batin Rayhan sambil berfokus menatap papanya itu.

Karena hari ini libur, Keluarga kecil Raka berencana untuk sekedar jalan jalan sore di sekitaran kompleks. Tak jauh, hanya untuk menikmati waktu bersama keluarga.

Secara sekilas, mereka tak tampak seperti keluarga melainkan seperti sahabat yang sedang berjalan jalan sore sambil mengobrol ria. Raka dan Dinda memang masih sangat muda, jadi tak heran banyak murid seumuran putranya yang malah menyukai Dinda.

Sedang asik mengobrol sambil berjalan, tak sengaja mereka berpapasan dengan seorang ibu yang sedang memarahi anak nya yang kira kira masih berumur 8 tahun itu, karena pulang telat bahkan ia masih memakai seragam sekolah.

Melihatnya, Ray mengingat bagaimana dulu ia juga sering di marahi bersama kedua sepupunya hanya saja bukan mama nya yang melakukan nya melainkan tante nya yang merawat ia sedari kecil. Rayhan jadi iri, andaikan waktu bisa di ulang, Ray sangat berharap dari dulu ia tinggal bersama orang tua kandungnya.

Salah kah Rayhan jika ia sempat membenci kedua orang tua nya dulu?

Ia hanya anak biasa yang juga menginginkan hidup bersama kedua orang tua nya saat kecil, Apakah ia egois jika menginginkan hal itu.

Tiba tiba saja, mata Rayhan panas dan berair, dan hal itu di ketahui oleh Raka yang berjalan di sampingnya.

"Lo kenapa?" tanya Raka yang mengundang Dinda untuk menoleh pada Rayhan. Raka dan mengenyitkan dahinya bingung, anak itu seakan ingin menangis.

"Gak papa," jawab Rayhan mengalihkan pandangan tak ingin menatap kedua nya.

"Lu jangan bohong, mata lo merah!" kata Dinda. Dinda menangkup wajah Rayhan agar ia menatapnya.

"Ray, cuma ingat saat kecil dulu, Ray sama Rafi juga sering di marahi sama tante megan karena pulang telat," kata Rayhan.

Mereka berdua diam,  mendengar apa yang di katakan oleh Rayhan. Apakah kalimat itu adalah sebuah sindiran untuk mereka.

"Meskipun tante Megan sering memarahi kita tapi tante Megan sangat menyayangi kita dan gak mau kalo kita sampe kita bertiga nakal. Dan makasih karena kalian telah menitipkan Rayhan pada mereka, Ray senang banget tinggal bareng mereka. Om Bima dan tante Megan udah Ray anggap sebagai orang tua sendiri." jelas nya sambil tersenyum pada Raka dan Dinda yang diam tak menanggapi ucapan nya.

Mereka pun melanjutkan langkah nya namun tak ayal, Raka dan Dinda merasakan sakit mendengar kata kata Rayhan. Bukan karena Ray yang mengganggap bima dan megan sebagai orang tuanya namun karena kalimat itu sepeti menyindir mereka berdua yang tega menitipkan rayhan kecil dan tak merawat nya sendiri.

20 menit berlalu mereka terus berjalan entah kemana, tanpa ada obrolan sama sekali seperti remaja yang sedang marah pada sahabat nya sendiri.

"Capek," keluh Rayhan berhenti berjalan dan berjongkok sambil memegang perutnya yang sakit yang tiba tiba sakit beserta kepalanya juga ikut sakit. Raka dan dinda pun ikutan berhenti namun tak ada yang menanyakan Rayhan kenapa. Mereka sibuk dengan kegiatan masing masing sampai tak menyadari Rayhan yang kesakitan.

Raka mengambil hp nya di saku dan memilih bermain game menunggu Rayhan yang mungkin sedang istirahat.

Namun hal tak terduga terjadi, Dinda yang memang sedang memperhatikan jalanan di kejutkan dengan jatuh nya seorang remaja dari motor karena ingin menghindari pengendara lain yang hampir bertabrakan dengan nya.

Dengan sigap, Dinda berlari ingin membantu remaja itu. Dengan rasa khawatir Dinda membantu remaja yang masih memakai helm itu.

Hal tersebut tak luput dari perhatian Rayhan yang sedang menahan sakit di perut nya. Berbeda dengan Raka yang fokus pada ponsel tak tahu apa yang baru saja terjadi. Ia bahkan tak menyadari jika Dinda sudah tak ada di samping nya.

Setelah sampai, Dinda segera membantu remaja itu dan saat remaja itu membuka helmnya Dinda terkejut karena itu adalah Aldi, muridnya sendiri.

Dinda tak habis pikir, mengapa ini bisa terjadi. Aldi hampir saja kecelakaan tapi untunglah itu tak terjadi.

"Kak Dinda," gumam Aldi, yang merasa tak percaya kalo guru favorit nya yang sedang membantu nya. Tentu saja Aldi sangat bersyukur.

"Kamu gak kenapa napa? Mana yang sakit," tanya Dinda pada sang murid dengan pandangan yang begitu khawatir layaknya seorang kakak yang mengkhawatirkan adiknya.

Aldi menggelengkan kepalanya dan tersenyum meyakinkan bahwa ia baik baik saja.

"Beneran?" tanya Dinda memastikan. Dinda beneran takut jika Aldi sampai kenapa napa. Aldi muridnya dan termasuk tanggung jawab nya.

"Iya kak, Aldi gak papa. Makasih udah nolongin." kata nya.

"Kan kakak udah bilang, jangan mengendarai motor terlalu kencang Gimana jika seandainya hal yang tak inginkan terjadi tadi. Kakak harap lain kali kamu jangan ngebut ngebut lagi ya," nasihat Dinda.

Aldi menganggu patuh, sedikit menyesal karena hampir mencelakai dirinya sendiri.

"Iya kak, lain kali Aldi gak akan ngebut lagi dan maaf kak, tadi Aldi buru buru," kata Aldi yang baru menyadari kesalahannya.

"Lain kali meskipun buru buru, harus memikirkan keselamatan juga. Keselamatan itu penting dalam berkendara. Untung saja kamu gak terlalu terluka," kata Dinda menasehati.

"Iya kak, Aldi gak akan kayak gini lagi."

Dari kejauhan, Ray melihat semuanya merasa iri pada Aldi, ia yang berstatus sebagai putra nya Dinda saja jarang sekali di khawatirin. Contoh nya saja saat ini, tak ada yang menyadari kalo perut dan kepala nya sedang sakit.

"Rayhan?" gumam Aldi pelan, ketika ia melihat si murid baru sedang bersama seseorang yang tak ia kenal.

"Kalo gitu, Aldi permisi kak. Sekali lagi makasih," katanya pamit.

"Iya. Hati hati di jalan. Jangan ngebut lagi," kata Dinda.

Aldi pergi dengan pertanyaan di kepalanya. Bagaimana bisa Rayhan ada disana apa mungkin rayhan dan dinda sedang berjalan berdua. Memikirkan nya saja membuat aldi kesal.

Setelah Aldi tak terlihat lagi, baru lah Dinda kembali pada Raka dan Rayhan.

"Siapa?" tanya Raka melihat dinda telah berada di samping. Ia memang tadi sempat melihat Dinda mengobrol dengan seseorang.

"Murid aku, tadi hampir kecelakaan," kata dinda.

"Terus gimana keadaan nya?" tanya Raka dan memasukkan kembali ponselnya pada saku celana.

"Dia gak papa.Yaudah yuk pulang. Udah mau malam juga," kata Dinda.

Rayhan berdiri dengan menahan sakit, dan berusaha menyembunyikan nya dari mereka dengan berjalan duluan mendahului kedua orang tuanya.