webnovel

Queen Candy

Atharazka Xeno Arisadi, seorang lelaki tengil dan pecicilan itu seperti tidak punya ketakutan atas apapun, kecuali satu hal: menyatakan perasaannya pada Queen Candy Titania. Semula Azka berpikir, hubungan pertemanannya dengan Candy adalah zona paling nyaman bagi mereka berdua. Namun, pada akhirnya, Azka menyadari, zona nyaman tidak selamanya aman. Adalah Devano Walker Orizon, seorang pujangga sejuta pesona yang berhasil meluluhkan hati Candy, sekaligus merebut Candy dari genggaman Azka. Apakah Azka akan melepaskan Candy begitu saja? Atau mungkinkah Azka mengungkapkan perasaannya selama ini ia simpan rapat-rapat? Sebuah cerita klasik bertajuk roman picisan yang berjudul Queen Candy akan mengajak kamu menyelami kisah pelik cinta segitiga yang diselimuti rona merah jambu di putih abu-abu.

MerahJambu_00 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
296 Chs

Terbakar dan Hangus

Hari itu, Candy sudah bisa membawa motor sendiri ke sekolah. Ia pun memarkirkan motor maticnya, kemudian tiba-tiba Azka turut parkir di sebelahnya.

Azka menanggalkan helmnya. "Wihh asik, nih, udah bisa bawa motor lagi. Balapan lagi yuk?" selorohnya.

Candy mendelik pada Azka. "Nggak usah bikin mood gua rusak pagi-pagi, deh!" sewotnya.

"Galak amat sih, Neng," canda Azka lagi sambil mengacak rambut Candy.

"Azka!" bentak Candy sambil melotot. Azka justru tertawa.

"Oh ya, semalam gua menang balapan," cetus Azka kemudian.

"Trus, WOW?" ledek Candy.

"Wow banget dong. Gua menang terus tahu. Marc Marquez kalau ketemu gua juga bakal hormat," balas Azka.

"Ngimpi, lo!" Candy turun dari motornya. "Eh, lo masih punya hutang ya sama gua. Kan waktu itu gua yang menang balapan, tapi lo belum beliin gua es krim sampai sekarang," ujar Candy lagi.

"Menang apaan? Lo udah tumbang duluan sebelum finish. Kalaupun harus ada pemenangnya, jelas gua yang menang dong," bantah Azka.

"Tapi kalau gua nggak jatuh, udah pasti gua yang menang." Candy tetap berusaha membela diri.

"Tapi kenyatannya lo jatuh, bego! Nabrak trotoar! Baret-baret! Trus pincang-pincang ke sekolahan," balas Azka.

"Ih, rese banget sih, lo!" Candy geram dan memilih meninggalkan Azka.

Tapi Azka justru menyusul langkah Candy

Merasa semakin kesal, Candy pun membalikkan badan dan melotot pada Azka. "Jangan ikutin gua!" bentaknya.

"Ih, PD amat nih bocah." Azka tertawa kecil. "Ini kan juga jalan ke kelas gua. Lo lupa kalau kita sekelas?!"

Candy semakin geram dan memilih untuk mempercepat langkahnya menuju kelas.

"Pagi-pagi udah kusut aja tuh muka. Kenapa, say?" tegur Gladys begitu melihat Candy memasuki kelas, setelah itu ia melihat Azka yang menyusul masuk di belakang Candy. "Oooh, pagi-pagi udah berantem aja." Gladys seperti memahami situasi.

"Yumna!" Azka memanggil Yumna yang sedang membersihkan papan tulis, hari itu memanglah hari piketnya.

Yumna membalikkan badan dan merasa tidak yakin bahwa Azka yang memanggilnya. "Lo manggil gua?" Yumna memastikan.

"Yaiyalah. Emang ada berapa orang nama Yumna di kelas ini, hah?" balas Azka.

"Ada apa?" Yumna balik bertanya.

"Gua mau bilang makasih aja karena kemarin lo udah baik-baikin gua di depan bokap nyokap gua. Gara-gara itu, bokap gua jadi beneran percaya kalau gua nggak pernah cabut di sekolahan," terang Azka.

"Oohh soal itu...," lirih Yumna.

"Nih, buat lo." Azka mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikan pada Yumna.

Yumna melongo melihat Azka menyodorkan sebuah hoody baru padanya. Tidak hanya Yumna, yang lain juga turut melongo menyaksikan hal itu, apalagi Candy. Mata Candy bahkan terbelalak.

"Buat gua?" Yumna kembali berusaha memastikan. Tingkah Azka pagi itu membuatnya merasa melambung tinggi.

"Ya," jawab Azka.

"Cieeee... Ada yang bakal jadian, nih!" seru Dion yang sedari tadi menyimak dari meja guru.

"Lo tuh yang jadi-jadian!" semprot Azka pada Dion.

Setelah hoody itu berpindah ke tangan Yumna, Azka pun duduk di kursinya. Sementara Yumna juga kembali ke tempat duduknya.

"Ciee... Yumna! Dapat hoody baru dari Azka! Ciee." Gladys mencolek-colek lengan Yumna, menggoda sahabatnya itu.

"Ssstt..!" sergah Yumna. Tapi ia tidak akan bisa menutupi rona di pipinya sendiri.

Dan saat itulah Candy merasa kembali terbakar. Tak hanya merasa terbakar, kali ini ia justru merasa hangus, hancur lebur menjadi abu. Candy rasanya ingin menangis saat itu.

***

Saat jam istirahat tiba, Gladys dan Bianka kembali menggoda Yumna perihal hoody yang diberikan Azka.

Gua nggak pernah sih ngelihat Azka se-sweet itu. Biasanya kan dia cuek banget. Langsung bengong gua begitu dia ngomong lembut sama lo, ngasih hadiah lagi," ucap Bianka saat mereka sama-sama menuju kantin.

"Mungkin dia cuman pengen makasih karena kemarin gua ngebela dia di depan bokap nyokapnya," balas Yumna, seolah mematahkan asumsi itu. Padahal ia begitu bahagia saat itu.

"Berarti... Karena hal itu dia jadi ada rasa ke lo, Yum! Cieee ada yang bakal cinlok di kelas setelah Gladys dan Boni nih," ujar Bianka lagi.

"Gua sama Boni udah lama putus! Nggak usah diungkit-ungkit lagi, deh!" sergah Gladys yang merasa terganggu dengan celutukan Bianka itu.

Sementara Candy hanya mengekor di belakang tiga orang itu tanpa menimpali pembicaraan mereka.

Mereka pun akhirnya duduk di salah satu meja kantin, seperti biasa, Yumna pun memesankan makanan untuk ketiga temannya itu. Tiba-tiba Kevin bergabung dengan mereka. Candy langsung melotot pada Kevin, berusaha memberi kode agar laki-laki itu tutup mulut perihal kejadian tempo hari. Namun bukan Kevin namanya jika bisa diajak berkompromi.

"Eh, Can, lo nggak makan bareng pacar lo? Eh maksud gua PDKT-an lo," ucap Kevin.

"Apa sih lo, nggak jelas banget." Candy berusaha mengabaikan, padahal ia benar-benar takut saat itu.

"Cieee sok muna! Eh, kalian tahu nggak sih kemarin si Candy-"

Candy melotot dan langsung menginjak ujung sepatu Kevin.

"Aaaaa!" jerit laki-laki itu.

Bianka dan Gladys bingung melihat situasi itu.

"Ada apa, sih?" tanya Gladys.

"Nggak usah dengerin bacotan dia. Emang ngerusuh aja nih orang bisanya. Eh, mending lo pergi, deh!" Candy mengusir Kevin.

"Ooo jadi lo nutup-nutupin dari geng lo ini ya." Kevin tampak memahami situasi.

"Lo kalau ngomong jelas-jelas dong, Kev!" tandas Bianka.

"Nih, gua kasih tahu, ya, jadi kemarin itu gua ngelihat...Aaaaa..." Kevin kembali menjerit begitu Candy kembali menginjak ujung sepatunya. "Anarki banget sih lo! Sakit tahu nggak!" ujar Kevin pada Candy.

"Mau gua bikin tambah sakit?" Candy semakin melotot.

"Untung aja gua bukan Azka yang mau berantem sama cewek, kalau nggak udah gua balas balik lu!" dumel Kevin sambil bangkit berdiri dan pindah ke meja lain.

"Si Kevin ngelihat apaan sih?" tanya Gladys yang masih penasaran.

Candy mengangkat bahu. "Lihat hantu kali," cetus Candy asal.

Tiba-tiba...

"Gua ngelihat Candy ngedate sama si anak baru kemarin... Wuahahaha..!" teriak Kevin dari mejanya.

Teriakan Kevin itu pun berhasil membuat seisi kantin menoleh padanya. Tidak hanya Candy dan teman-temannya, Viola yang juga hadir di ruangan itu pun turut menanti penjelasan kata-kata Kevin.

Muka Candy merah padam begitu menyadari, saat ini perhatian seisi kantin sudah terpusat padanya.

"Lo beneran jalan sama Devano, Can?" Bianka bertanya untuk memastikan.

"Gua... Itu... Hnm.. Jadi.." Candy tergagap, tidak tahu harus menjawab apa.

"Kok lo nggak cerita ke kita-kita. Emangnya lo dan Devano jalan kemana? Dan kok bisa?" desak Bianka lagi. Tatapan gadis itu tampak meruncing.

Candy menelan ludah. Ia berusaha menghela napas untuk mengusir rasa tegang. "Jadi gini, kemarin itu Devano mampir ke rumah gua. Trus dia nawarin gua buat nonton. Dan...-"

"Dan lo terima ajakannya?" Bianka memotong penjelasan Candy. "Dan itu yang bikin lo nggak mau cerita ke gua?" Ucapan Bianka kian menyudutkan. "Lo kalau naksir Devano juga bilang dong, Can! Jangan nusuk dari belakang kayak gini!"

"Gua nggak naksir Devano, Bi!" bantah Candy.

"Munafik!" dengus Bianka sambil bangkit berdiri, dan disusul oleh Gladys beberapa menit kemudian.

"Aghhhh.. Kok malah jadi gini, sih." Candy merutuki dirinya sendiri.