webnovel

Queen Candy

Atharazka Xeno Arisadi, seorang lelaki tengil dan pecicilan itu seperti tidak punya ketakutan atas apapun, kecuali satu hal: menyatakan perasaannya pada Queen Candy Titania. Semula Azka berpikir, hubungan pertemanannya dengan Candy adalah zona paling nyaman bagi mereka berdua. Namun, pada akhirnya, Azka menyadari, zona nyaman tidak selamanya aman. Adalah Devano Walker Orizon, seorang pujangga sejuta pesona yang berhasil meluluhkan hati Candy, sekaligus merebut Candy dari genggaman Azka. Apakah Azka akan melepaskan Candy begitu saja? Atau mungkinkah Azka mengungkapkan perasaannya selama ini ia simpan rapat-rapat? Sebuah cerita klasik bertajuk roman picisan yang berjudul Queen Candy akan mengajak kamu menyelami kisah pelik cinta segitiga yang diselimuti rona merah jambu di putih abu-abu.

MerahJambu_00 · Teen
Not enough ratings
296 Chs

Bullying

Bianka sepertinya benar-benar marah pada Candy. Bahkan Bianka yang biasanya duduk di sebelah Candy, kini malah meminta untuk berganti posisi dengan Yumna. Begitu bel pulang berbunyi, Candy kembali mencoba bicara dengan Bianka.

"Bi…, gua bakal ngejelasin soal yang tadi," ucap Candy. Namun Bianka yang sedang merapikan buku-bukunya ke dalam tas, tidak menyahut sama sekali. Sementara Gladys dan Yumna masih memerhatikan dua orang itu. Gladys jelas memihak Bianka, sedangkan Yumna lebih memilih untuk bersikap netral.

Melihat Bianka tetap mempertahankan muka masamnya, Candy pun tampak menelan ludah. Ia sebenarnya tidak ingin berdebat perihal Devano saat ini, suasana hatinya tidak baik semenjak Azka memberikan hoody pada Yumna tadi pagi. Sikap Bianka saat itu pun jelas semakin merusak suasana hati Candy.

"Bi! Gua cuman bakal ngejelasin ini sekali, ya. Kalau lo tetap nggak mau denger, ya udah, terserah, gua juga nggak bakal ngebahas soal ini lagi kalaupun nanti-nanti lo minta penjelasan dari gua."Candy berujar tegas sambil menyisipkan kata-kata ancaman.

Ternyata hal itu ampuh itu membuat Bianka menoleh padanya. "Apanya yang mau lo jelasin? Lo mau pamer kemarin ngedate romantic dengan Devano?" sewot Bianka.

"Ya elaah. Santai dulu bisa nggak sih, Bi," dengus Candy. Lantas Candy menghela napas. "Well, dari awal kalian semua juga tahu, kan, kalau si Devano kayak ngedeketin gua gitu. Dia ngechat gua di sosmed, dia ngajak gua kenalan, dan dia datang ke rumah gua. Gua nggak tahu sih apa dia emang lagi naksir gua atau gimana, yang jelas gua cuman nganggap Devano sebagai teman, nggak lebih," terang Candy.

Bianka tertawa sinis mendengar hal itu. "Kalau lo nggak ada hati sama Devano, trus kenapa lo tanggepin perhatian dia?"

Candy kembali menghembuskan napas jengah. "Bianka! Lo gimana, sih, waktu gua nggak ngerespon Devano, lo marah sama gua, lo bilang gua sok kecakepan nggak nanggepin cowok seganteng itu. Dan sekarang gua ngerespon Devano, lo justru bilang gua tukang tikung. Mau lo apa, hah?" Candy semakin emosi.

Dada Bianka semakin panas mendengar hal itu. Telinganya memerah. Ia tahu, Candy tidak sepenuhnya salah dalam hal ini. Bianka sebenarnya hanya terbakar cemburu buta karena cowok yang ditaksirnya justru menaruh perhatian lebih pada Candy. Bianka merasa tidak terima, mengapa Devano justru tertarik pada Candy yang biasa-biasa saja, sementara Bianka merasa dirinyalah yang paling menarik di antara komplotan itu.

Bianka masih menatap tajam pada Candy. "Pokoknya gua marah sama lo! Coba aja lo bilang dari awal kalau lo nggak naksir Devano, gua pasti rela bersaing secara sehat sama lo," cetus Bianka.

Candy tampak mengusap dahi. "Ya Tuhan! Bianka! Berapa kali sih gua harus bilang sama lo, gua nggak suka sama Devano!" ujar Candy.

"Udahlah, nggak usah munafik. Makin jijik gua dengernya," kecam Bianka, kemudian ia melangkah ke luar kelas, disusul oleh Gladys setelah itu.

Yumna turut menghembuskan napas, lantas menoleh pada Candy. "Udahlah, Can, nggak usah ditanggepin omongannya Bianka. Ntar juga baik lagi." Yumna mengusap lengan Candy, berusaha menenangkan.

Namun, Candy justru mendelik tajam pada Yumna. "Nggak usah sok netral deh, Yum. Lo kalau mau ikut nyalahin gua, silakan!" Yumna berujar ketus.

Yumna mengerutkan dahi. "Lho! Kok lo jadi ikutan sewot ke gua?" protes Yumna.

Candy hanya diam. Ia tidak mungkin menjelaskan bahwa ia marah pada Yumna karena hal lain. Yumna pun geleng-geleng sendiri. "Nggak ngerti gua sama kalian semua," dengusnya, lantas turut keluar kelas, meninggalkan Candy.

Begitu kelas sudah benar-benar kosong, Candy pun kembali duduk di kursinya. Gadis itu tampak mengusap dahi. Ia tidak mengerti dengan apa yang sedang dirasakannya. Ia tentu tidak mungkin dapat memungkiri dirinya sendiri, bahwa tempo hari ia turut berbunga saat bersama Devano. Namun, di hadapan Bianka, ia justru mengatakan dengan lantang bahwa ia tidak punya perasaan apa-apa pada laki-laki sejuta pesona itu.

Candy kembai mengusap dahinya. Kali ini ia mulai mencoba menganalisa perasaannya pada Azka. Kenapa ia begitu marah sekaligus sedih begitu melihat Azka memberi perhatian pada Yumna. Candy benar-benar tidak mengerti, perasaannya kini lebih condong pada yang mana. Mungkinkah ia menyukai dua lelaki di waktu yang bersamaan?

Candy kemudian bangkit berdiri. Ia mengayun langkah gontai untuk keluar dari kelas. Meski langkahnya tampak terseret, sesungguhnya benaknya sudah begitu ingin melompat ke tempat tidur, tidur siang dan melupakan segala hal pelik yang sedang menggerogoti kepalanya.

Namun, tiba-tiba lima orang siswi menghadang langkah Candy. Candy pun mendelik pada sosok itu: Viola dan teman-temannya.

"Bisa minggir, nggak? Gua mau lewat," ujar Candy.

"Lo ada hubungan apa dengan Devano?" balas Viola dengan tatapan tajam.

Candy spontan mendengus begitu mendengar nama Devano. "Laki-laki itu lagi," batinnya. Ia merasa sudah begitu lelah berdebat tentang topik yang satu itu sehari tadi.

"Eh, lo punya telinga nggak?" sewot Viola begitu melihat Candy hanya mematung menatapnya.

"Gua nggak ada waktu untuk membahas topik itu dengan kalian," balas Candy ketus sambil bersiap pergi, namun Viola mencengkram lengan Candy, membuat gadis itu kembali menatap tajam padanya.

"Gua peringatin ya sama lo, Devano itu milik gua. Lo nggak ada hak buat ngerebut dia dari gua," kecam Viola.

Candy spontan tertawa mendengan ucapan Viola. "Milik lo? Ha-ha-ha. Halunya aktif ya bund," sindirnya.

Telinga Viola langsung memerah mendengar hal itu. Ia semakin mempererat cengkramannya di genggaman Candy.

"Lepasin gua!" Candy mencoba berontak, namun sebelah tangannya lagi juga sudah dicengkram oleh kompolatan Viola yang lain.

Lantas mereka menarik paksa Candy ke sebuah ruangan kelas paling ujung. "Woi! Lepasin gua!"Candy tetap berusaha berontak. "Kalau kalian macam-macam ke gua, gua bakal bikin kalian semua dikeluarin dari sekolah."

"Lo bakal gua habisin sebelum lo sempat ngelakuin itu." Viola mencekram tulang pipi Candy.

Karena tidak bisa membalas dengan tangan juga, Candy pun meludahi wajah Viola. Terang saja hal itu membuat Viola semakin tersulut emosi. "Ikat tangannya!" perintah Viola pada keempat temannya.

Lantas Viola menjabak rambut Candy.

"Aaaa…," jerit Candy.

"Gua peringatin ya sama lo, jangan sok kecantikan jadi cewek. Gua bisa bikin muka lo ini hancur!" kecam Viola.

"Gua bisa bikin hidup lo hancur. Cewek iblis!" umpat Candy.

Viola terbelalak mendengar umpatan itu. Ia pun melayangkan tamparannya ke pipi Candy.

"Aaaaaa….," jerit Candy lagi.

"Minta maaf ke gua! Sekarang juga!" perintah Viola. "Lo harus janji ke gua kalau lo nggak bakal ngedekatin Devano lagi!"

Candy kembali tersenyum sinis, meski pipinya perih karena tamparan tadi, dan kepalanya juga nyeri karena dijambak, matanya sama sekali belum menunjukkan ketakutan. "Lo hanya sia-sia ngelakuin ini. Devano nggak akan mungkin suka sama cewek setan kayak lo!" hujat Candy.

Mata Viola keran memerah.