Sebuah mobil sedan jenis proton prevé memasuki perkarangan rumah kediaman Arshaki. Mobil itu berhenti tepat di pintu masuk rumah tersebut.
Tak lama, keluar lah seorang pria dengan seragam sekolah lengkap yang menempel di tubuh nya. Ia menaiki sebuah anak tangga kecil yang mengantar pria itu tepat di depan pintu masuk berukuran besar disana.
Baru saja pria itu ingin mengetuk pintunya. Tetapi pintu tersebut sudah terbuka dengan sendirinya, dan munculah sosok Alvin dengan Jas kerja yang pria itu kenakan.
Fabian tersenyum menatap pria itu
"Lho, Fabian? Tumben pagi-pagi udah disini" Alvin ikut tersenyum melihat kedatangan Fabian.
"Iya, om" Fabian mengambil tangan Alvin dan menyalami punggung tangan nya, "Diva nya ada om?"
"Ada. Lagi sarapan dia. Kamu masuk aja gih. Om duluan ya udah telat" Fabian mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Fabian terus memperhatikan Alvin sampai pria itu menghilang bersama mobilnya setelah keluar dari gerbang besar rumah ini.
Fabian kembali melanjutkan langkah nya memasuki rumah milik kekasih nya itu. Ia menatap kesekeliling menganggumi arsitektur yang ada di rumah Diva. Mata nya terhenti pada sosok Rio, ia dengan memakai kaus polo andalan nya menatap Fabian aneh dan tidak suka?
Fabian tersenyum dan menyapa pria itu, "Pagi bang!"
Tapi, yang di dapati Fabian hanya lirikan tak berarti dari Rio, selanjutnya Rio berlalu begitu saja melewati Fabian yang menatapnya bingung.
Ada apa sebenarnya dengan abang kekasihnya itu. Selalu saja, jika ia datang kerumah ini hanya lirikan tak berarti atau terkesan sinis yang diberikan kepadanya.
Fabian mengendikan bahunya acuh dan kembali melanjutkan langkah kaki nya menuju ruang makan yang ada di rumah ini untuk menemui Diva.
"Selamat pagi Nona"
Sontak Diva yang mengenal dengan jelas suara itu menghentikan aktivitas sarapan nya dan menoleh ke sumber suara. Diva tersenyum saat melihat Fabian dengan penampilan pria itu yang terlihat tampan dengan seragam sekolah nya.
"F-fabian?" Fabian ikut tersenyum. Menghampiri Diva yang masih setia menatapnya.
"Iya ini gue. Liatin nya sans dong" Kekeh Fabian. Lelaki itu mengacak gemas rambut Diva lantaran melihat pipi Diva yang mulai bersemu merah.
"Kamu ngapain pagi-pagi gini udah disini?"
"Yaudah gue pulang nih" Diva menahan tangan Fabian ketika pria itu hendak membalik kan badan nya.
"Hih kok pulang?" Diva mengguruti, bibirnya sedikit di cebik kan dan itu berhasil membuat Fabian semakin gemas dibuatnya.
"Ya lagi ngapain nanya. Gue kesini mau jemput lo lah!" Fabian memutarkan kedua bola matanya.
"Ya maaf" Lagi Diva mencebik kan bibirnya, membuat Fabian yang melihat nya berdeham menahan dirinya.
"Kamu udah sarapan?"
Fabian mengangguk dan menjawab, "Udah tadi"
"Eh ada Fabian?" Merasa dipanggil Fabian menoleh, melirik ke arah Bunda Salsa yang baru datang, tersenyum ke arah nya.
Fabian menghampiri Salsa. "Pagi Tante" Fabian menyalami Salsa.
"Tumben, kemarin kok gak jemput Diva?" Tanya Salsa penasaran.
Fabian menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal, menatap canggung ke arah Salsa.
"Eh, itu tante. Aku-"
"Mobil Fabian rusak kemarin, jadi gak sempet jemput aku Bun" Dusta gadis itu. Diva berdiri menggendong tas nya, menghampiri Fabian dan Bunda nya.
"Ya kan?" Lanjut Diva melirik Fabian.
"I-iya Tante. Mobil aku rusak jadi aku naik ojek online" Fabian mengangguk merespon pertanyaan Diva dengan tersenyum kaku.
Salsa yang percaya dengan alibi yang di buat Diva tersenyum dan mengangguk percaya.
"Kita pamit ya Bun, takut kesiangan" Mereka berdua pamit, menyalami tangan Salsa dan berjalan beriringan menuju mobil Fabian yang masih terpakir di depan rumah nya.
Fabian berjalan mendahului Diva setelah sampai, pria itu membukakan pintu mobil untuk Diva. Diva menyambutnya dengan tersenyum yang mengucapkan terimakasih. Kemudian Fabian menutup pintu mobil setelah Diva masuk ke dalam nya.
Lelaki itu berjalan mengitari mobil sedan itu dan masuk menduduki kursi pengemudi. Fabian memakai Seatbelt, menstarter mobil tersebut dan menjalankan nya keluar dari perkarangan rumah Arshaki.
"Div!" Panggil Fabian.
Diva menoleh menatap Fabian. "Ya?"
Fabian mendengus. "Seatbelt nya pake" Kebiasaan buruk Diva yang kurang di sukai pria itu, pelupa.
"Oh iya. Hehehe lupa" Diva cengengesan, dan langsung memakai seatbelt nya.
"Div!" Panggil Fabian lagi"
"Apa?"
"Gapapa. Manggil aja" Fabian terkekeh.
"Kok kamu nyebelin sih" Dengus Diva memukul lengan Fabian.
"Div! Sakit!" Fabian meringis. pura-pura kesakitan, padahal pukulan dari nya sama sekali tidak berasa apapun di lengan pria itu. Ia suka menggoda Diva membuat wanita itu kesal.
"Biarin. Oh iya Fab, tau gak Toy Story 4 udah ada di bioskop lho" Ucap Diva antusias. Toy Story merupakan kartun favorit wanita itu. Ia sangat antusias menunggu kelanjutan dari kisah Woody dan kawan kawan.
"Iya. Terus kenapa?" Ucap Fabian sengaja acuh. Fabian menoleh melihat reaksi Diva.
"Ck! Kamu mah gak peka" Diva mencibir. Wajah nya langsung merengut menatap lurus ke depan.
Berhasil! Batin Fabian .
"Hahaha!" Fabian tertawa. "Gue tau kok maksud lo apa. Iya nanti kita nonton ya, mau kapan?"
Diva langsung menoleh. Mata wanita itu penuh binar menatap Fabian.
"Hari ini?"
"Gak bisa. Gue ekskul" Diva menghembuskan nafas nya. "Besok?" Tanya nya lagi.
"Gue gak janji"
"Yes! Asik Toy Story" Jerit Diva. Fabian tersenyum menggelengkan kepalanya melihat reaksi Diva yang kekanakan menurutnya. Ini lah satu hal yang sangat disukai pria itu. Sifat Diva yang berbeda 180 derajat jika berada dengan nya.
"Kenapa udah seneng? Kan gue bilang gak janji"
"Ya gapapa. Suka-suka aku"
"Iya deh. Suka-suka lo" Fabian kembali fokus menyetir. Untunglah pagi ini jalanan ibu kota tidak Semacet biasa nya. Jadi kemungkinan mereka terlambat sangatlah kecil.
"Fab!"
"Apa?" Fabian menjawab tanpa menoleh.
"Hm, Jenisa itu siapa kamu?..." Tanya Diva lirih. Ia menunduk meremas tas sekolah nya yang ia pangku. Takut Fabian marah, karna ia menyinggung Jenisa.
"Bukan siapa-siapa" Jawab Fabian datar.
"Kalian udah lama deket?" Diva mengadah memberanikan menatap Fabian. Yang memasang wajah datar menatap lurus kedepan.
"Lumayan"
"Berapa lama?"
"Bukan urusan lo" Tegas Fabian.
"Aku gak suka Fab... " Ucap Diva lirih.
Fabian menghentikan mobil nya mendadak. Diva yang tidak siap terhempas ke depan, untunglah seatbelt yang ia kenakan berhasil menahan tubuhnya.
"Gak usah di bahas lagi. Gue gak suka!" Gertak Fabian menatap tajam ke arah Diva. Wanita itu beringsut ketakutan melihat reaksi Fabian.
"Tapi Fab-"
"Ini udah resiko Diva, kalo lo mau jalin hubungan sama gue!" Ucap Fabian setengah membentak.
Sebuah notifikasi berbunyi yang berasal dari handphone milik Fabian. Lelaki itu mengalihkan pandangan nya untuk mengecek ponsel milik nya.
Diva menghembuskan nafas lega. Setidaknya amarah Fabian dapat teralih kan, walau hanya sementara waktu. Lagi-lagi resiko yang bisa Fabian bahas, kalau begitu ia menyesal dengan perjanjian itu. Karna selalu di jadikan alasan oleh Fabian untuk dekat dengan wanita lain.
Diva menoleh manatap Fabian yang tengah sibuk mengetikan sesuatu di ponsel milik nya. Setelah selesai, pria itu mematikan ponsel nya dan beralih menatap Diva dengan tatapan datar.
"Turun Div!" Pinta Fabian.
"M-maksud kamu?" Diva menatap Fabian bingung.
Fabian berdecak, "Lo gak tuli kan?"
"Fabian, ini masih jauh. Kamu juga biasanya turunin aku 200 meter dari sekolah"
Fabian mengerang, mengacak rambutnya kesal. "Gue buru-buru. Lo turun sekarang, lo lanjut naik angkot aja"
Mau tidak mau, perlahan gadis itu melepas seatbeltnya dan turun dari mobil Fabian. Fabian menatap nya tanpa berkata apapun. Gadis itu masih berdiri di tempatnya setelah mobil milik Fabian melaju cepat dari hadapan nya.
Diva berdecak melirik jam di tangan nya menunjukan pukul 06.35 tak lama lagi bel masuk pasti berbunyi. Ia takut akan terlambat lagi. Ia sudah capek menerima hukuman karena keterlambatan nya.
Jarak dari tempatnya sekarang kesekolah lumayan cukup jauh, tidak akan sampai tepat waktu kalau ia harus berjalan kaki. Rasanya ia ingin menangis saja sekarang.
Kenapa Fabian setega itu?
Ia mengelap kasar air matanya yang perlahan mulai menetes. Ia tidak boleh cengeng menghadapi sikap Fabian yang sangat sulit ia tebak.
***
Seorang gadis terlihat baru saja turun dari sebuah angkutan umum yang berhenti tepat di depan gerbang besar SMA Nusa Bangsa.
"Makasih pak" Diva tersenyum, dan membayar supir angkot tersebut.
Gadis bermata cokelat pekat itu terlihat merapihkan sedikit penampilan nya. Dari mulai menguncir ulang ikatan rambutnya yang mulai mengendur dan merapihkan rok nya yang terlihat sedikir kusut.
Kepala gadis itu menoleh ke kanan dan kekiri memastikan jalanan di depan nya sepi. Kemudian, gadis itu melangkah menyebrangi jalan tersebut dengan tergesa memasuki SMA Nusa Bangsa yang sudah terlihat sepi dari depan.
Tepat saat gadis itu masuk ke area sekolah, bel masuk berbunyi membuatnya menghela nafas. Setidaknya hari ini tidak ada yang namanya hukuman. Untunglah ia dapat menjumpai angkutan umum tak lama setelah Fabian meninggalkan nya di pinggir jalan.
Tiba-tiba Diva menghentikan langkahnya. Mata wanita itu terfokus pada suatu objek.
Seperti ada ribuan belati yang menghujam jantung nya menimbulkan rasa sakit di dadanya ketika melihat Fabian yang berjalan ke arah nya dibarengi dengan Jenisa yang memeluk lengan pria itu.
Pria itu melirik Diva datar tepat saat Fabian dan Jenisa lewat di hadapan Diva.
Gadis berambut panjang itu menggigit kuat bibir bawahnya. Batin nya terus memotivasi agar air matanya tidak jatuh saat ini. Jadi, ini alasan lelaki itu berbohong. Jadi ini, alasan Fabian meninggalkan nya di pinggir jalan.
Tes...
Gadis itu gagal. Gagal menahan dirinya, gagal menguatkan dirinya. Air mata itu jatuh, membasahi kedua pipi nya. Beruntunglah saat ini hanya ada dirinya. Tidak ada orang berlalu lalang yang akan memberikan gadis itu tatapan iba bahkan kasihan.
you hurt me Fabian! for the second time.