webnovel

~ 6 ~

"Diva pulang!" Teriak Diva melangkah memasuki rumahnya. Wanita itu menenteng tasnya dengan malas. Dasi sekolah yang menjerat lehernya selama hampir seharian itu ia lepaskan.

Tidak ada yang menyahut, sepertinya tidak ada orang. Pikirnya.

Ia melirik ke arah ruang tamu dimana Tv yang berada di sana menyala. Ia berjalan mendekat dan melihat Rio, abangnya tengah menonton televisi disana.

Lelaki itu tidak menyahutnya.

Diva menghempaskan bokongnya tepat di sofa yang berada di sorong kanan dari posisi Rio saat ini. Rio diam matanya fokus kedepan menonton layar Televisi yang ada di hadapanya itu, seolah tidak menyadari kehadiran adik perempuan nya.

"Bunda kemana bang?" Tanya Diva kepada Rio sembari melepas satu persatu sepatu sekolahnya.

Diam, tak ada jawaban.

Diva menghembuskan nafasnya. Abangnya itu selalu mengacuhkan nya dan hanya berbicara padanya seperlunya saja. Sudah hampir 17 tahun ia hidup bersama abangnya yang selalu bersikap seolah-olah Diva tidak pernah ada.

Gadis itu kembali beranjak, membawa sepatunya dan berlalu menuju kamar milik nya yang berada di lantai dua rumah itu.

Setelah sampai, ia meletakan sepatu sekolah ke tempatnya. Dan berjalan menuju kasur Queen Size yang berada di kamar tersebut. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur itu. Matanya menatap lurus keatas menuju langit-langit kamarnya.

Pikiran gadis itu kembali melayang pada kejadian hari ini. Ia yang khawatir memikirkan keberadaan Fabian, perlakuan Fabian di kantin saat istirahat tadi, dan terakhir permintaan Fabian selepas pulang sekolah tadi.

Ia menghembuskan nafasnya kasar, tangan gadis itu memijat pelan keningnya yang terasa pening.

Sepertinya berendam dengan air hangat bisa merileks kan tubuhnya dan menghilangkan penat yang ia rasakan karena kejadian hari ini.

Ia beranjak, dan melangkah menuju kamar mandi dengan handuk yang ia sampirkan di bahu kanan nya. Gadis itu benar-benar butuh ketenangan saat ini.

Hampir sekitar 30 menit Diva berendam dengan air hangat, ia keluar dari kamar mandi dengan keadaan lebih Fresh dari sebelumnya.

Gadis itu kembali melangkahkan kaki nya menuju meja rias milik nya yang berada dipojok kanan ruangan tersebut.

Di hempaskan bokong wanita itu tepat di atas kursi meja rias menatap dirinya si pantulan cermin yang ada di hadapan nya.

Ia pun mulai mengoleskan beberapa merk Skincare miliknya yang terjejer di meja rias tersebut. Jika harus memilih Diva lebih menyukai menggunakan produk Skincare daripada memakai Makeup. Dia memiliki penampilan yang terkesan natural, karna tak terlalu suka wajahnya di poles dengan Makeup. Hanya Lipbalm dan Loose Powder yang biasanya terpatri di wajah cantik gadis itu.

Setelah selesai, sekali lagi ia menghembuskan nafasnya menatap kembali pantulan dirinya di depan cermin. Ia mencoba menerbitkan senyum diwajahnya meski harus dipaksakan.

***

Tok tok tok

Pintu kamar Diva diketuk. Bi Ira yang melakukan nya. Ini sudah ketiga kali nya pintu tersebut diketuk. Tapi tidak ada tanda-tanda kalau pintu itu akan di buka oleh sang penghuni di dalamnya.

"Non! Non Diva?" Panggil Bi Ira.

Didalam kamar, Diva terlihat masih lelap bergelung di dalam selimut tebalnya. Tidur nya sedikit terusik terlihat dari gerak wanita itu yang terlihat terganggu.

Ia mengulet meregangkan otot tubuhnya. Dan dengan perlahan kedua mata wanita itu terbuka. Dengan kesadaran wanita itu yang belum sepenuhnya ia menyingkap selimut tebalnya dan berjalan goyah menuju pintu kamarnya.

Pintu tersebut terbuka menampilkan sosok Bi Ira yang masih setia berdiri di depan kamar tersebut.

"Kenapa Bi?" Tanya Diva sopan.

"Maaf Non. Bapak sama Ibu udah nunggu Non Diva di meja makan"

Kening Diva mengernyit, ia menoleh melirik kearah jam dinding yang ada di dalam kamarnya.

08.00 PM waktunya makan malam.

Diva kembali mengalihkan pandanganya kepada Bi Ira, wanita itu tersenyum dan berkata.

"Iya, nanti Diva nyusul. Makasih ya Bi" Ucapnya. Bi Ira mengganguk dan pergi.

Diva kembali masuk ke dalam kamar, mengambil ikat rambut dan menguncir asal rambut panjang milik nya.

Diva berjalan keluar kamar menuju meja makan menyusul Bunda dan Papanya yang sudah menunggu dirinya disana untuk makan malam bersama.

"Malem Bun! Pah!" Serunya. Gadis itu duduk mengambil posisi tepat di hadapan pasangan itu.

"Malam sayang!" Jawab mereka serempak.

"Maaf gara-gara Diva Bunda sama Papa jadi nunggu lama" Ucap Diva merasa tidak enak.

"Gapapa sayang" Kata Papanya, Alvin.

"Bang Rio kemana?" Tanya nya karna ia tidak mendapati kehadiran Rio saat ini.

"Bunda gak tau, tapi tadi sore bunda liat dia keluar bawa motor" Jawab Bunda Salsa. Wanita itu terlihat cantik malam ini, dengan balutan hijab biru muda nya membuat wajah wanita itu bersinar diusia nya yang di bilang tidak muda lagi.

Salsa, mulai bergerak mengambil piring yang berada di hadapan Alvin dan menyedok kan nasi serta lauk nya ke dalam piring itu.

"Makasih sayang" Alvin menerima kembali piring tersebut yang sudah berisi nasi dan beberapa lauk di atasnya dari tangan Salsa. Salsa mengangguk dan tersenyum.

Interaksi kedua nya tak luput dari pandangan Diva yang ada di hadapan mereka. Ia ikut tersenyum melihat interaksi orang tua nya. Ia berharap kelak saat ia dewasa nanti, gadis itu akan memiliki rumah tangga seperti Alvin dan Salsa.

Aku seneng kalau liat papa senang, ucapnya membatin.

"Diva juga mau Bunda ambilin?" Diva menoleh ke arah Salsa kemudian menggeleng.

"Enggak dong. Diva kan udah gede Bunda" Gadis itu mulai mengisi piring kosong yang ada di depan gadis itu dengan menu makanan yang tersedia malam ini.

Makan malam di rumah itu terasa hangat walau tanpa kehadiran salah seorang anggota keluarga tersebut yang belum hadir. Dengan di selingi percakapan ringan dan candaan santai membuat susana makan malam di kediaman keluarga Arshaki semakin menimbulkan kehangatan yang kentara.

"Gimana sekolahnya Div?" Tanya papa nya kepada Diva.

"Ya gitu. Tadi Diva telat terus di hukum" Gadis itu kembali menyuap nasi kedalam mulutnya.

"Oh iya! Fabian emang gak masuk?" Bunda nya ikut bertanya.

Mendengar nama Fabian, perlahan Diva menghentikan aktivitas makan malamnya. Ia meletak kan sendok dan garpunya perlahan, dan mengambil segelas air yang sudah di sediakan dan menenggak nya.

"Ehm, Masuk kok Bun. Cuma tadi dia gak sempet jemput Diva" Bunda nya mengangguk paham.

Suara pintu yang terbuka kemudian tertutup lagi terdengar. Dan munculah sosok Rio dengan masih menggunakan kaus Polo dan Jeans yang membalut tubuh atletisnya memasuki ruang makan rumah tersebut.

"Baru pulang Yo?" Tanya Alvin, Papa nya.

Rio hanya mengangguk sebagai jawaban. Lebih tepatnya dia sedang malas berbasa-basi. Pria itu menarik kursi di samping Diva dan mendudukinya.

Pria itu mulai makan menyuapkan makanan kedalam mulutnya, setelah mengisi piringnya dengan makanan yang telah tersaji rapih di atas meja makan tersebut.

"Rio" Panggil Papa nya. Alvin dan Salsa saling bertatapan dan saling melempar senyum. Tangan Alvin mengusap lembut tangan istrinya kemudian mengangguk seolah memberi dukungan untuk Salsa.

Salsa mengalihkan pandangan nya menatap ke arah Rio yang juga menatapnya, datar. Wanita hijab itu tersenyum dan berkata.

"Bunda sama Papa udah siapin keberangkatan kamu untuk lanjutin kuliah S2 kamu di Aussie dan kamu bisa tinggal sama Aunty Rere disana atau mau nyewa Flat House juga gapapa"

Mendengar itu, Rio langsung membanting sendok nya dan menatap Salsa tidak suka, "Kenapa kalian ambil keputusan se-enaknya? Yang kuliah itu Rio, kalian gak usah ikut campur! Kalau kalian mau usir Rio dari rumah ini to the point aja. Gak usah pake alibi mau ngirim Rio ke Aussie karna alasan kuliah"

Salsa, Alvin dan Diva terkesiap. Diva dapat melihat guratan emosi di wajah kakak laki-laki nya itu. Rahang yang mengeras dan tangan nya yang saling mengepal menjadi bukti bahwa pria itu tengah menahan amarahnya.

"Rio, maksud kita bukan gitu" Salsa mulai membela diri. Mata wanita itu berkaca-kaca. Demi apapun. Anak itu telah salah paham, ia tidak bermaksud ingin mengusir Rio dari rumah ini. Ini merupakan rencana yang ia dan Alvin siapkan.

Maksud mereka ingin mengirim Rio melanjutkan kuliah di Aussie karna ini salah satu bentuk dukungan mereka kepada anak sulungnya yang akan menggantikan posisi sang Papa menjadi direktur di perusahaan keluarga mereka.

"Anda gak usah ikut campur dan sok ambil adil tentang kehidupan saya!" Rio bangkit, mengambil tasnya dan melangkah pergi.

"Rio! Balik ke tempat kamu. Papa gak pernah ngajarin kamu kayak gini, Rio!" Ucap Alvin yang di abaikan Rio.

Diva menatap iba ke arah Bunda nya. Wanita itu menunjukan senyum yang di paksa kepada Papa nya. Diva tidak habis pikir akan sikap keras abang nya itu.

***

"Hih, ini gimana sih? Kenapa susah banget coba" Diva mengerang, menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menatap frustasi pada jejeran tulisan berbentuk soal di hadapan nya.

Sudah hampir 3 jam gadis itu bergelung dengan tugas Kimia yang di berikan guru nya tadi siang. Gadis itu hanya mampu mengerjakan 3 dari 5 soal yang ada.

Diva dikenal sebagai salah satu Siswi yang berprestasi di sekolahnya. Ia sering mengikuti berbagai macam perlombaan yang mengadu ketangkasan. Tapi satu yang menjadi kelemahan wanita itu, kimia. Ya! Pelajaran yang sangat wanita itu benci. Ia akan lebih memilih matematika di banding kimia, karna wanita itu kesulitan menerjamahkan kalimat kimia ke dalam rumus.

"Gimana nih?! Mana besok harus di kumpul" Wanita itu merengut kesal.

Kalau meminta bantuan teman nya? Tidak mungkin, ini sudah larut tidak mungkin ia menelfon Riza atau Zuma, menganggu tidur keduanya hanya untuk menanyakan jawaban dari soal kimia nya itu. Mustahil juga, kalau mereka akan mengerjakan tugas. Karena biasanya mereka tergantung pada Diva.

"Bang Rio udah tidur belum ya?" Diva melirik weker di nakas.

23.00 PM

Ia menghembuskan nafasnya. Menyenderkan punggung nya di kepala kursi meja belajar. Ia ragu untuk menghampiri Rio. Tapi ia yakin kalau jam segini abang nya itu belum tertidur.

Setelah memantap kan hatinya, gadis itu berdiri membawa bukunya dan berjalan keluar kamar.

Tangan nya menggantung di udara, ragu untuk mengetuk pintu cokelat tua yang ada di hadapanya.

Kamar Rio

Ia tidak punya pilihan, ia harus menyelesaikan tugas itu malam ini juga karna besok pagi sudah harus di kumpul.

Tok tok

Diva mengetuk pintu tersebut. Mnunggu jawaban sesorang di dalam nya.

"Masuk!" Perintah seseorang di dalamnya.

Diva memutar knop pintu tersebut dan mendorongnya. Ia melangkah masuk ke dalam kamar Rio dan pemandangan yang ia lihat waktu pertama kali adalah Rio yang masih sibuk bermain ponselnya dengan posisi punggung yang bersandar di kepala kasur.

"Bang!" Panggil Diva. Untunglah abang nya itu belum tidur.

Rio langsung menoleh saat mendengar suara Diva, "Ngapain lo?" Nada bicara Rio berubah, menjadi ketus.

Diva menggigit bibirnya ia menunduk tidak berani menatap Rio.

"Hm, ajarin Diva kerjain soal kimia dong bang" Pintanya dengan lembut. Ia harus pintar-pintar mengolah intonasi suaranya. Salah-salah, yang ada Rio akan marah besar kepada nya.

"Gak bisa. Gue ngantuk" Rio kembali menatap ke layar ponselnya. Mengacuhkan Diva.

Diva mengadahkan kepala melihat ke arah Rio, "Tapi, kenapa abang masih main Handphone?"

Rio berdecak, mematikan handphone miliknya dan melempar asal ke sisi kosong kasur.

"Keluar, gue mau tidur" Pria itu mulai menarik selimut dan merebahkan tubuhnya.

"Tapi bang"

"KELUAR!" Bentak Rio yang berhasil membuat Diva tersentak.

Tbc.

Gimana untuk Chap kali ini? Menurut kalian jahat gak sih sikap Rio ke Diva yang notabene adalah adik kandungnya sendiri? Ayo komen di bawah

Eduard Torres as Alterio Emilio Arshaki

Ganteng ya:)