webnovel

13. Es Batu

Manusia ini sudah gila atau bagaimana sih? Memangnya ada di dunia ini seorang gadis masuk ke dalam kamar seorang pria yang tidak memiliki status apa-apa? Bahkan dengan percaya dirinya dia melepas baju di depanku, tidak punya malu! Dia pikir aku ini wanita murahan apa? Kau sudah menodai mataku yang masih suci ini tahu! Erina terus menggerutu di dalam hati. menatap Tuan Alex yang masih melepas bajunya di samping tempat tidur.

"Hei, kau itu aku suruh untuk menyiapkan air di dalam kamar mandi. Kenapa kau malah berdiri di sana seperti Patung Pancoran yang hanya diam saja? Kau berdiri disana seperti orang yang tidak punya kerjaan. Cepat masuk kamar mandi! Siapkan aku air hangat untuk mandi," kata Tuan Alex dengan suara baritonnya. Menyuruh Erina menyiapkan air hangat untuk dirinya mandi tentunya.

Hei, Hei, aku punya nama kali! Nama aku Erina. Enak aja aku kau panggil 'Hei'. Batin Erina kesal. Dirinya yang tadinya hanya berdiri di depan pintu kamar ini mulai memberanikan diri untuk memasuki kamar Tuan Alex. Daripada terkena amukan dari singa, lebih baik dia masuk, itulah yang ada dipikirannya.

"Aku menyuruhmu masuk ke kamar mandi, kenapa kau malah bengong di sana? Aku membawamu kesini untuk menjadikanmu pembantuku. Jadi jangan buat aku rugi, aku telah membiayai biaya rumah sakit adikmu maka dari itu kau harus jadi pembantuku," kata Tuan Alex. Menatap Erina yang kini sedang berdiri di harapannya.

Dia itu manusia apa bukan sih? Kenapa kalau bicara gak difilter dulu? Asal keluar aja semuanya tanpa dipikir dulu. Iya aku tahu kok kalau aku ini hanyalah seorang budak dan pembantu yang berkedok sebagai calon istri. Aku sudah tahu itu, sudah cukup aku pahami dan juga aku mengerti semuanya. Jadi dia tidak perlu mengulang-ulang kata-kata itu. Sekali lagi aku pun cukup tahu diri akan diriku sendiri. Batin Erina memikirkan status dan nasibnya saat ini yang menjadi pembantu di rumah Tuan Alex.

"Cepat! Kenapa masih berdiri di sana? Atau perlu aku dorong supaya kau mau masuk kamar mandi? Tidak perlu kan!" kata Tuan alex menatap tajam Erina. Masih berbicara dengan nada suara tingginya.

Tidak mau kena marah lagi akhirnya Erina melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi. Menyiapkan air hangat untuk calon suaminya itu mandi, ralat, majikan maksudnya. Sepertinya lebih cocok untuk menyebut Tuan alex 'majikan' ketimbang menjemputnya 'calon suami', karena memang pada dasarnya dia itu hanyalah gadis biasa kalangan bawah yang tidak mungkin selevel dengan Tuan Alex.

Marah terus, marah terus, apakah dia itu tidak lelah marah terus? Erina terus menggerutu saat menyiapkan air hangat di dalam kamar mandi. Tidak lama dari itu Tuan Alex masuk ke kamar mandi, dia menyuruh Erina untuk keluar karena melihat Erina sudah selesai menyiapkan air hangat di dalam kamar mandi.

"Jangan lupa siapkan baju untukku, aku sangat lelah untuk sekedar memilih baju. Siapkan baju santai yang kira-kira nyaman untuk dipakai," perintah Tuan Alex dijawab sekenanya saja oleh Erina. Tidak seperti yang dikatakan Tuan Alex, Erina  malah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia ingin rehat barang sebentar saja sembari menunggu Tuan Alex.

***

"Kenapa kau siapkan aku baju yang seperti ini? Aku tidak suka baju warna ini, cari baju yang berwarna santai supaya otakku rileks!" kata Tuan Alex, tidak terima dengan pilihan baju yang dipilih oleh Erina.

"Namun di lemari baju Tuan hanya ada baju-baju yang seperti ini. Tidak ada baju-baju yang berwarna-warna santai, semuanya berwarna formal," kata Erina bingung harus memberikan baju seperti apa.

"Carikan aku baju kaos berwarna biru tua di sudut lemari yang itu!" tunjuk Alex menunjuk lemari yang paling pojok di ruang ganti bajunya itu. Erina pun berjalan ke sana mendekati lemari, lalu membukanya mencari-cari baju yang dimaksud oleh Tuan Alex itu.

"Yang ini?" tanya Erina memperlihatkan baju di tangannya.

"Ya!" kata Tuan alex dengan datar. Sedikitpun tidak memberikan nada suara yang bersahabat kepada calon istrinya itu.

Erina merasa kesal sendiri karena mendengar ucapan jawaban dari Tuan Alex itu. Benar-benar dingin seperti es batu, sepertinya panggilan itu sangat cocok menjadi sebutan untuk Tuan Alex. Si 'Es Batu'. Erina yang memikirkan itu pun tertawa geli.

"Keluar! Kenapa kau masih di sini? Mau melihatku pakai celana ganti baju di sini?" kata Tuan Alex yang sudah akan membuka handuk yang melingkar di pinggangnya. Erina yang melihat itupun melangkahkan kakinya dengan cepat, keluar dari ruang ganti baju itu. Keluar dari sana menunggu Tuan Alex dengan berdiri di samping tempat tidur. Ya, seperti itu lebih aman rasanya bagi Erina.

"Apa agenda aku hari ini?" tanya Tuan Alex pada Erina. Erina yang mendengar itu pun hanya terbengong saja. Dia tidak tahu akan maksud dari tuannya itu.

Agenda? dia kira aku ini sekretarisnya apa? Mana aku tahu agendamu hari ini apa, kalau mau bertanya tanyalah saja kepada Sekretarismu sendiri. Kata Erina dalam hati.

"Agenda Tuan maksudnya?" tanya Erina. Yang dibuat bingung oleh Alex itu.

"Apa yang akan aku lakukan pada satu hari ini? Kau yang akan mengaturnya pada hari ini," kata tuan Alex dengan dingin kepada Erina.

Apa? Mana ada begitu! Nanti kalau aku salah membuatkan jadwal untuk dia aku disalahkan. Tidak, ini tidak bisa.

"Sudahlah! Tidak jadi. Kau berpikir terlalu lama. Aku duduk di pinggir tempat tidur, kau naik naik ke atas tempat tidur lalu pijat punggungnya." Erina menurut. Dia naik ke atas tempat tidur dengan takut-takut berani. Sia mulai memegangi jemari tangannya sendiri, menghilangkan rasa pegal-pegal lalu mulai memijat Tuan Alex.

"Seperti ini?" tanya Erina pada Tuan Alex. Dijawab deheman saja oleh Tuan Alex.

Bisa bicara tidak sih? Kenapa hanya menjawab dengan deheman?

"Lanjutkan!" kata Tuan Alex. Membuat tangan Erina terasa pegal sendiri karena memijat punggungnya itu.

Dikira gak capek apa memijat punggungnya yang sudah seperti batu itu?

"Siapa suruh kau berhenti, lanjutkan!" kata Tuan Alex yang merasa bahwa kegiatan di punggungnya berhenti.

"Baik!" jawab Erin pasrah, tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kau sudah akrab dengannya?" tanya Tuan Alex secara tiba-tiba. Erina yang mendapat pertanyaan seperti itu pun mengernyitkan alisnya.

Dengannya? Dengannya siapa? Kalau bicara lebih jelas sedikit bisa tidak sih? Kata Erina di dalam hatinya.

"Dengannya, maksudnya Tuan?" tanya Erina.

"Jesline! Kau tampak sudah akrab dengan Jesline. Jesline adik kesayanganku. Jangan kau apakan dia, jangan beri pengaruh buruk pada dirinya, dia masih terlalu kecil untuk kau pengaruhi. Dia masih terlalu mudah bagimu untuk memberi pengaruh buruk kepalanya. Jadi, jangan berani-berani kau memberi pengaruh negatif kepada adikku itu!" kata Tuan Alex, berbicara dengan nada tegas pada Erina.

Mana Aku berani memberi pengaruh negatif kepada adikmu itu. Bisa-bisa kepalaku kena penggal nanti denganmu. Aku pun tidak punya banyak nyawa seperti kucing. Aku hanya memiliki satu nyawa. Bila aku mati aku tidak bisa hidup lagi, aku masih sangat sayang dengan diriku sendiri. Maka dari itu aku tidak mau terlalu dalam masuk untuk mempengaruhi atau bergaul dengan keluargamu. Aku pun tidak ada pikiran seperti itu kok, bisa-bisanya dia mempunyai pikiran yang seperti itu. Batin Erina kesal.

"Tidak Tuan. Mana berani saya mempunyai pikiran negatif seperti itu. Saya tidak pernah memberi ajaran buruk atau mempengaruhi Jesline ke arah negatif. Saat sedang bersama Jesline saya hanya menemaninya menjadi temannya mengobrol dan juga menjadi tempatnya untuk berkeluh kesah. Hanya itu saja, tidak salah kan?" tanya Erina pada Tuan Alex. Menunggu jawaban dari tuannya itu dengan harap-harap cemas.

"Selagi kau tidak berubah semuanya, akan baik-baik saja. Oh ya, Adikmu ada di kamar bawah!" kata Tuan Alex.

"Hah! Adik? Rendy maksud Tuan?" tanya Erina. Jantungnya berdegup kencang menunggu jawaban dari Tuan Alex.

"Ya! Semenjak aku pulang tadi, dia juga sudah pulang ke sini. Dia ada di kamar bawah, kau bisa menemuinya." Erina yang mendengar itu pun sangat bahagia, raut wajahnya yang semula cemberut kini menjadi berseri-seri.

"Terima kasih Tuan, terima kasih! Terima kasih sudah membiayai pengobatan adik saya, terima kasih sudah membuat adik saya sehat. Terima kasih!" kata Erina tanpa sadar bahwa dirinya itu memeluk Tuan Alex, Alex yang dingin seperti es batu itu.

Bersambung