Kazo segera berlari cepat mengejar makhluk burung itu yang sudah terbang membumbung di atas tembok labirin sambil membawa tubuh Arga dengan cakarnya.
Kazo berlari memasuki satu persatu lorong labirin di sana. Mengejar arah burung itu yang pergi menuju bagian lain dari lorong labirin.
"Sial, dia cepat sekali!"
Kazo tidak peduli dan terus berlari cepat mengejar arah burung itu yang sudah hampir tidak terlihat. Suara kepakan sayapnya pun sudah hampir tidak terdengar, dan Kazo semakin tertinggal jauh karena sejak tadi dia menemui beberapa jalan buntu.
"Sial, kemana dia pergi?"
Lorong labirin yang dimasuki Kazo semakin lama semakin menjorok ke dalam. Hawa di sana semakin dingin dan juga cahaya yang menyinari semakin minim, membuat Kazo tidak bisa berlari cepat lagi karena harus melangkah dengan hati-hati.
Tiba-tiba bentuk dan stuktur labirin yang dilewatinya mendadak berubah. Tembok - tembok di sana menjulang lebih tinggi dari lorong labirin yang sebelumnya dan berwarna putih polos seperti batu pualam.
Kazo memperlambat laju larinya dan mulai melangkah perlahan sambil memperhatikan keadaan sekitar. Labirin itu gelap, tapi tembok batu itu seolah memancarkan sebuah sinar yang membuat tempat itu menjadi cukup terang.
Lantai disitu tidak hanya basah, tapi tergenang air yang sudah mencapai mata kakinya. Kazo mengatur nafasnya sambil berjalan perlahan menyusuri tembok batu putih itu. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia benar-benar sendirian dan Arga telah diculik oleh makhluk burung tadi.
Lorong yang dilalui Kazo masih menjorok lurus tanpa cabang dan tikungan. Tiba-tiba Kazo kembali mendengar suara teriakan Arga dan juga kepakan sayap wanita burung tadi. Kazo kembali berlari sambil terus mendengarkan. Tapi bunyi kecipak air yang menggenang terdengar sangat berisik dan mengganggunya.
Kazo melihat bayangan burung itu yang tiba-tiba menghilang di ujung jalan ini yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari tempatnya. Kazo segera berlari, dia berharap tidak akan ada lubang yang tiba-tiba akan melahap kakinya. Karena jalan itu gelap dan sudah dipenuhi genangan air yang kini hampir menyentuh lutut kakinya.
Tiba-tiba saja lorong labirin itu melebar. Kazo tersentak saat melihat pemandangan danau gelap terbentang di hadapannya. Dan ternyata air yang menggenang itu berasal dari luapan danau itu yang tampak tenang tapi menakutkan.
Danau itu tidak begitu lebar, tapi posisinya terletak di tengah-tengah labirin yang menghubungkan jalan di tempat Kazo dengan tiga jalan yang ada di sana. Dan jika ingin sampai ke jalan lainnya, berarti solusinya harus menyeberangi danau itu.
"Bagaimana aku melewati ini?" tanya Kazo pada dirinya sendiri.
Suasana di tempat itu benar-benar lengang dan sunyi. Air danau itu sangat tenang, bahkan terlalu tenang dan menakutkan. Kazo mundur perlahan, dia bisa merasakan debaran jantungnya yang semakin tidak terkendali. Tapi dia tidak mungkin menyerah disini, wanita burung tadi membawa Arga melewati jalan labirin yang ada di seberangnya.
"Jalan satu-satunya aku harus membekukan tempat ini," bisiknya. Dia tidak punya pilihan lain, karena Kazo tidak bisa berenang. Lagipula dia tidak tahu makhluk apa yang akan muncul jika sampai dia nekat masuk ke dalam danau itu.
Kazo lalu maju perlahan dan menaiki pinggiran tembok labirin yang sedikit menonjol. Ia lalu menjulurkan tangannya menyentuh air danau yang dingin. Namun tepat saat itu, sebuah tangan hitam dan licin langsung menyambar tangannya dan menarik Kazo kedalam danau.
BYUR
Kazo terkejut dan tidak bisa berbuat apapun saat tubuhnya masuk dan ditarik paksa oleh suatu makhluk kedalam danau yang dalam dan gelap. Rasa sesak dan sakit menyerang dada dan tenggorokannya. Tangannya menampar kesana kemari mencoba menggapai apapun, namun yang dia rasakan hanyalah air dingin yang semakin menenggelamkan tubuhnya.
Kazo merasakan tubuhnya yang mulai melemas, tenggorokannya sudah mulai penuh dengan air. Matanya terbuka lebar, tapi dia tidak bisa melihat apapun. Makhluk itu masih mencengkeram kakinya dan terus menarik tubuhnya menuju dasar danau.
Suara lengkingan kemarahan terdengar saling bersahutan, namun Kazo tidak tahu suara apa itu. Tapi dia bisa merasakan bahwa makhluk itu tidak hanya satu, mungkin puluhan. Makhluk itu bergerak mengitarinya dengan rentetan suara yang terdengar melengking sambil sesekali sesuatu yang tajam menyayat tubuh Kazo.
Aku benar-benar akan mati, Batinnya.
-
"Aaaargggh...lepaskan aku!"
Arga masih terus berteriak sambil memberontak mencoba melepaskan diri dari cengkraman wanita burung itu. Bahunya sudah terasa perih dan sakit, darah bahkan tampak mengucur dari kedua bahunya karena tertusuk oleh kuku tajam makhluk itu. Namun Arga tidak berhenti memberontak meski wanita burung itu tidak menggubris perbuatannya.
Arga bisa melihat mereka melintasi tembok - tembok labirin yang luas. Bayangan Kazo yang mengejarnya sudah tidak terlihat lagi. Sial! Mereka sudah kehilangan alat penunjuk jalan, dan sekarang mereka malah saling terpisah satu sama lain. Arga ingin mengeluarkan elemen anginnya, tapi energinya sudah hampir habis sama sekali dan akhirnya dia hanya bisa pasrah.
Mereka melintasi sebuah danau gelap yang terletak di tengah-tengah labirin dengan tembok-tembok putih mengelilinginya. Burung itu lalu membawanya menuju salah satu jalan labirin disana.
Sebuah lorong yang terasa menurun dan menjorok ke dalam tanpa cabang dan tikungan. Sebuah cahaya terang yang berada di ujung jalan menyambut kedatangan mereka. Arga tertegun sesaat memandang celah cahaya itu, mungkinkah ini jalan keluarnya? Tapi tidak mungkin.
Sebuah suara yang menderu terdengar dari kejauhan, terdengar begitu gemuruh dan memekakkan. Dan semakin mendekati ujung lorong ini, suara itu terdengar semakin kuat dan berisik. Arga penasaran suara apa itu?
Sampai akhirnya burung itu melaju keluar dari lorong gelap dan menerjang cahaya terang yang membawa Arga melayang di sebuah Ngarai luas yang berada di dalam gua.
Sebuah air terjun besar dan dan tinggi menyambut mata Arga, terjatuh bebas di ketinggian sekitar 150 meter. Anak itu tertegun penuh kekaguman, dia tidak tahu jika Verittam labirin ini memiliki pemandangan megah dan mempesona.
Burung itu tiba-tiba terbang menukik ke bawah, mengelilingi air terjun besar dengan suara yang memekakkan. Ia lalu masuk ke salah satu celah dibalik air terjun itu yang ternyata terdapat sebuah gua besar. Makhluk itu langsung menjatuhkan Arga di atas lantai gua yang keras dan basah.
BRUKH
Arga kembali mengerang sambil memegang bahu dan kakinya yang terluka. Wanita burung itu lalu menjejakan cakar kakinya dan bertengger di salah satu batu di sana sambil tertawa senang.
Sebuah suara dengusan kasar dan berat terdengar tidak jauh dari tempat Arga berada. Anak itu melirik melalui sudah matanya dengan posisi berbaring. Sesosok makhluk lain ada di sana, terlihat tinggi dan gelap dengan kepala menyerupai banteng tapi bertubuh manusia. Tangan kanannya memegang sebuah kapak besar dan panjang.
Minotaur!