webnovel

Plagiat Cinta

Sinopsis Kisah seorang suami yg tak pernah dihargai dan dicintai, mencoba untuk mendapatkan hati istrinya dengan berbagai cara dan upaya. Dia bahkan rela berprilaku seperti mantan suami dari sang istri. Memberikan cinta yang sama seperti yang diberikan mantan suaminya dulu. Mungkinkah dia akan mendapatkan cinta istrinya? Atau justru hubungan mereka berdua akan berujung dengan perpisahan? Cerita cinta Azam dan Isabel dibalut dengan konflik keluarga yang tak kunjung berakhir. "Plagiat? Apa aku tidak akan mendapat masalah karena menjadi seorang plagiat?" Azam. "Aku menyukai caramu mencintaiku. Tapi apakah kamu bisa mencintaiku dengan caramu sendiri? Tanpa harus melakukan plagiat cinta?" Isabel.

Euis_2549 · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
363 Chs

Sakit

Pagi hari menyapa menanti siang tiba. Kicau burung terdengar merdu ditelinga. Embun sejuk dipagi hari membasahi daun-daun. Udara yang sangat menyegarkan bisa membuat fikiran tenang.

Isabel terbangun dari tidur nyenyaknya. Dia meregangkan otot-otot tubuhnya. Menguap dengan manis layaknya wanita anggun. Isabel mengucek matanya, memutar kepalanya pelan.

Memijat-mijat kakinya yang terasa sedikit pegal. Isabel sengaja tidak bangun saat masih subuh tadi, karena sekarang dia sedang ada tamu bulanan, jadi tidak shalat.

Segala keluhan didalam tubuhnya sudah berkurang. Perut dan pinggangnya tidak sakit lagi seperti semalam. Rasa mualnya juga sudah hilang, lenyap seketika.

Isabel melihat jam dilayar ponselnya. Dia melihat sekarang sudah jam 7 pagi. Dia cukup terkejut, karena biasanya dia tidak pernah bangun sesiang ini walaupun dia sedang halangan.

"Hoam ..." Isabel menguap. "Aku bangun kesiangan. Semalam aku tidur nyenyak sekali. Tempat ini sangat nyaman, membuatku betah berlama-lama tidur di sini. Semalam juga aku tidur terlalu larut, jadinya bangun kesiangan," lanjutnya.

Isabel menapakan kakinya diatas lantai. Mengikat rambutnya terlebih dahulu. Lalu dia berdiri untuk kekamar mandi. Namun Isabel melihat Azam masih diatas tempat tidur. Isabel kembali buruk sangka pada Azam. Dia berfikir pasti Azam sengaja bangun siang dan tidak shalat saat subuh tadi. Isabel jadi mengira kalau Azam memang sudah terbiasa memiliki hal buruk semacam itu.

Isabel menggelengkan kepalanya, dia menjadi semakin menyesal telah menikah dengan Azam. Rasa benci pada Azam mulai muncul.

Isabel abaikan saja Azam yang masih tidur. Dia tidak peduli dengan apapun yang Azam lakukan.

Setelah selesai mandi dan siap-siap, kini Isabel sedang menikmati sarapannya dipagi hari. Seperti biasa Isabel tidak memesankan apapun untuk Azam. Isabel hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa mau tahu apapun yang Azam butuhkan.

Dilihatnya ketempat tidur, di sana Azam masih saja tertidur, berbaring membelakangi Isabel. Isabel sudah bosan duduk sendirian, dia ingin segera pergi menemui ibu dan bapaknya.

"Apa aku bangunkan saja, Mas Azam? Dia tidur nyenyak sekali. Tidak peduli dengan yang lainnya. Aku sudah bosan," keluh Isabel.

Pada akhirnya Isabel mau juga untuk membangunkan Azam.

"Mas, Mas Azam," panggil Isabel dengan nada suara pelan.

"Mas Azam, bangun! Mas," lanjut Isabel masih dengan nada suara yang biasa saja.

"Ck ... Mas Azam tidurnya kayak kebo. Kalau dirumah sok-sokan bangun pagi, tapi ditempat lain kayak gini. Dasar, pasti dia hanya carmuk saja tuh, sama Ayah dan Bunda."

Isabel terus saja mengoceh sendirian, membicarakan semua keburukan Azam pada dirinya sendiri.

"Aku akan membangunkannya lagi. Kalau bisa sekarang aku pake cara kekerasan saja, biar dia cepat bangun. Atau kalau perlu ga usah bangun lagi aja, biar ga ngerepotin aku terus."

Isabel mempersiapkan dirinya untuk berteriak sekencang mungkin.

"Mas Azam! Mas Azam! Bangun, Mas!" teriak Isabel.

"Mas Azam! Woy, Mas Azam! Bangun, Mas!" Isabel terus saja berteriak, namun teriakan Isabel tidak dihiraukan Azam. Azam tetap saja tertidur. 'Ih, nyebelin banget sumpah'. Batin Isabel.

Isabel mengambil sapu lidi yang tersedia di sana. Dia mematahkan satu sapu lidi untuk dipakai saat membangunkan Azam.

"Baik, kayaknya kamu memang suka cara kekerasan, ya, Mas Azam. Jangan salahkan aku berlaku kasar padamu."

Isabel mencepretkan sapu lidi tersebut secara pelan ketubuh Azam. Dia tidak berani melakukannya keras-keras.

Hasilnya tetap sama, Azam tak kunjung terbangun.

"Sshhh, awas kamu, Mas. Sengaja pasti ga bangun-bangun."

Isabel semakin naik pitam. Dia akhirnya mengambil sapu lidi yang besar dan memukulkan tepat dikaki Azam. Sontak Azam meringis kesakitan.

"Arghhh ... aduh sakit," rintihan Azam.

"Hah ... perasaan aku memukulnya secara pelan. Kenapa Mas Azam sampai meringis begitu," Isabel menggigit jarinya karena ketakutan. Dia juga merasa sedikit bersalah.

"Sakit, sakit sekali. Kakiku sakit. Isabel ... Isabel ... Isabel ..." Azam memanggil nama Isabel. Bibirnya berucap tapi matanya terpejam.

"Mas Azam kenapa sampai seperti itu ya?" Isabel bertanya-tanya.

Akhirnya Isabel duduk didekat Azam tertidur. Dia menyentuh pundak Azam pelan. Seketika itu, Isabel langsung panik. Ternyata tubuh Azam sangat panas. Lalu tanpa fikir panjang Isabel membalikan tubuh Azam menjadi menghadap pada dirinya. Isabel langsung menyentuh dahi Azam, dan benar saja, dahi Azam juga panas. Setelah diperhatikan ternyata bibir dan wajah Azam sangat pucat. Azam juga menggigil kedinginan.

"Mas Azam, ya ampun, Mas. Apa yang terjadi? Mas Azam kenapa jadi kayak gini?" Isabel sangat panik mengetahui kondisi Azam.

Isabel segera menyelimuti Azam dengan selimut yang tebal. Dia pergi keluar untuk meminta air hangat dan kompresan pada pegawai yang bekerja dipenginapan.

Tidak lama kemudian Isabel kembali kedalam kamar dengan membawa wadah yang berisi air hangat dan kompresan. Isabel tidak membuang waktu lagi, langsung saja dia mengompres dahi Azam.

"Mas Azam, bangun, Mas," ucap Isabel lembut. Baru kali ini dia berkata dengan begitu lembutnya pada Azam. Jika saja Azam sedang sehat, mungkin dia akan merasa sangat bahagia. Azam akan merasa dirinya orang yang paling beruntung didunia.

Isabel bingung, apa yang harus dia lakukan sekarang. Isabel takut sakitnya Azam semakin parah. Untuk saat ini mungkin Azam hanya meriang biasa, tapi jika dibiarkan, Isabel takut sakitnya Azam akan semakin menjadi.

"Mas Azam, bangun dong, ayo bangun. Nanti kalau Mas Azam kenapa-napa, pasti aku yang disalahin sama keluarga Mas Azam. Keluargaku juga pasti marah sama aku. Ayolah Mas, untuk kali ini, bekerja samalah denganku. Mas Azam, bangun!" tutur Isabel.

"Isabel ... Isabel ... Isabel ..." Azam kembali memanggil-manggil nama Isabel dengan nada suara lirih.

Isabel langsung menolah kepada Azam. Dia langsung antusias saat namanya dipanggil Azam. Isabel mengira Azam sudah bangun, tapi nyatanya belum. Azam masih betah dengan tidurnya.

"Yah, kok Mas Azam belum bangun juga. Kirain aku tadi dia terbangun. Hiks, bangun dong, Mas. Aku takut, gimana kalau keluarga Mas Azam tahu? Pasti aku akan jadi sasaran kemarahan mereka. Mereka pasti akan meluapkan emosinya padaku."

Ternyata yang Isabel takutkan adalah keluarga Azam. Isabel takut disalahkan oleh mereka. Entah Isabel memiliki rasa takut karena Azam sakit dan mengkhawatirkan kondisi Azam, atau tidak? Tapi yang jelas dia lebih menakutkan keluarga Azam dibanding kondisi Azam. Fikiran Isabel tidak karuan, dia begitu panik.

"Mas Azam, tolong jangan buat aku dalam masalah. Bangun! Mas Azam bangun!" tegas Isabel.

"Dingin, Isabel ... dingin, sangat dingin," ucap Azam.

"Mas, ini aku Mas, Isabel. Bukalah mata Mas Azam, lihat aku. Aku ingin Mas Azam bangun. Ini perintah, Mas," titah Isabel.

Ucapan Isabel seperti mantra yang sangat ampuh. Perlahan Azam langsung membuka matanya. Orang yang pertama Azam lihat adalah Isabel. Azam tersenyum ditengah rasa sakit yang dialaminya.