webnovel

Penjaga Sang Dewi

WARNING FOR 21+ Siapa yang mau dituduh sebagai pria gay padahal kenyataannya ia memiliki seorang pacar wanita? Itulah yang dialami oleh Alrescha June Winthrop Harristian, seorang pemilik label rekaman dan perusahaan entertainment ternama, Skylar Labels. Oleh karena itu, ia membayar seorang wanita untuk kencan semalam demi membuktikan pada teman-temannya jika dia adalah pria normal. Sampai di tengah kencan, Rei sadar jika gadis yang bersamanya sebenarnya bukan gadis panggilan. Rasa bersalah membuatnya mencoba mencari untuk meminta maaf pada gadis tersebut, namun gadis itu menghilang. Rei terpaksa meminta bantuan asisten pribadi barunya, Axel Clarkson untuk ikut mencari gadis itu. Masalahnya, Rei perlahan malah mulai merasakan suka pada asistennya tersebut. Apakah Rei sebenarnya memang seorang gay? Atau ia hanya terjebak pada perasaan masa lalu dengan cinta pertamanya saat remaja? "Aku rasa ... aku jatuh cinta padamu, Axel!" ujar Rei makin mendekat dan Axel makin mundur ke belakang sampai ia terjebak diantara Rei dan lemari buku. "Pak ..." "Kita bisa menjalin hubungan yang rahasia!" Axel melebarkan matanya dengan bibir terbuka terkejut. (cerita ini merupakan salah satu sekuel dari The Seven Wolves) follow my IG: @nandastrand, FB: @NandaStrand

Andromeda_Venus · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
447 Chs

Wasting The Wrath

BEBERAPA JAM SEBELUMNYA

The Midas Rei datang ke Skylar pagi-pagi untuk mempersiapkan wawancaranya pada sebuah acara talk show terkenal. Namun begitu ia masuk, di dalam ruangannya telah duduk seseorang yang paling tak ingin ia lihat yaitu Christina Megan.

Rei menarik napas dan benar-benar kesal. Harusnya ia ikut memakai jasa pengawal agar wanita itu bisa diusir keluar dari Skylar sebelum bisa masuk ke dalam ruangannya. Dengan tak adanya asisten pribadi makin membuat banyak orang leluasa bolak balik masuk ke dalam ruangannya.

Rei langsung berjalan marah ke arah Christina yang tampil seksi dengan rok super pendek dan rambut pirang tergerai. Ia berdiri dengan senyuman jahat pada Rei yang sudah ada di depannya.

"Apa maumu? Beraninya kamu datang kemari!" tukas Rei dengan nada kesal. Christina terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

"Aku merindukanmu, Rei!" ucap Christina dengan nada mengejek. Rei tak bereaksi apa pun.

"Keluar!" usir Rei masih dengan nada rendah. Ia sudah sangat ingin memukul tapi tak mungkin ia menyakiti seorang wanita. Christina makin berjalan mendekatinya dan Rei tak beranjak dari posisinya. Ia memandang sinis pada Christina. Telapak tangan Christina lantas meraba dari pundak lalu turun ke dada dan perut Rei.

"Aku serius mengatakan hal itu. Aku memang merindukanmu," gumam Christina mencoba mendesah untuk menggoda Rei. Rei masih kuat dengan menyingkirkan tangan wanita itu darinya.

"Jangan coba merayuku lagi. Pergi dari sini!" Christina masih tersenyum dan makin mendekat. Ia menarik Rei dan makin berjinjit agar bisa mencium Rei.

"Aku sudah menikah!" sebut Rei begitu wanita itu makin mendekat. Christina berhenti dan menyeringai sambil membelai wajah Rei.

"Kamu pikir aku mempercayai kebohonganmu?" ejek Christina kemudian. Ujung bibir Rei terangkat dan ia ikut menyeringai.

"Aku bukan pembual sepertimu. Aku memang sudah menikah!"

"Begitu cepatnya! Itu sangat tidak mungkin. Tidak ada yang akan percaya!" desah Christina makin mendekatkan bibirnya. Rei hanya mempermainkan bibirnya dan masih menyeringai jahat.

"Tentu saja ada. Aku sudah lama sendiri, kecuali kamu mau membuka kedok kencan kita. Baru orang akan berpikir tentang kebenaran dari pernikahanku. Tapi kamu tak ingin melakukannya karena alibi itu bisa mematahkan semua gosip yang kamu sebarkan," balas Rei ikut mendesah. Christina diam dan perlahan menjauh tapi kedua tangannya masih berada di dada Rei dan membelainya.

"Aku akan membuka kedok pernikahan palsumu. Sangat gampang melakukannya Rei. Tak ada satu pun foto pernikahan, apa lagi seorang pengantin. Publik akan marah karena telah ditipu. Mereka akan menghujatmu!" Rei terkekeh dan melepaskan kedua tangan Christina pada dirinya.

"Oh, dasar wanita jalang! Jika kamu seorang pria, aku sudah lama membuatmu babak belur!" ucap Rei dengan nada rendah dan wajah tersenyum jahat. Christina masih tak takut pada Rei dan terus menantangnya.

"Aku datang kemari untuk memberitahukanmu soal album terbaruku yang akan segera rilis sebentar lagi. Tritone benar-benar berusaha keras untukku!" Christina mencoba menyombongkan diri. Rei hanya memandangnya seperti wanita sakit jiwa yang mencari perhatian.

"Aku kasihan padamu Christina. Tritone itu jauh berada di bawah level Skylar. Tapi kamu memilih Dalton dan Travis yang ... menyedihkan itu untuk menjadi produsermu. Wah ... insting bermusikmu benar-benar luar biasa ... tumpul!" sindir Rei keras dengan senyuman jahatnya. Christina masih bergeming dan bersikap seangkuh sebelumnya.

"Aku tidak peduli apa yang kamu katakan. Bagiku, tidak ada lebih baik dari pada melihat kehancuranmu dan Skylar." Rei mengangguk mengerti.

"Jadi itu yang kalian rencanakan? Baiklah ... lakukan saja. Ketika kamu hancur nanti, aku akan bertepuk tangan di depan wajahmu." Christina lantas meletakkan undangan debut album terbarunya di atas meja kopi dekatnya berdiri.

"Sebelum datang buat konfirmasi terlebih dahulu. Kami hanya menerima tamu yang sudah terkonfirmasi!" ejek Christina lalu berjalan keluar dari ruang kerja Rei dengan gampangnya. Rei mengeraskan rahang dan mengepalkan tangannya. Ia berbalik dan berjalan keluar dari ruangannya untuk mencari pegawai yang seharusnya menerima tamu untuknya.

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa wanita itu bisa masuk ke ruanganku!" hardik Rei pada pegawai wanita yang sementara menjadi sekretarisnya. Pegawai itu berdiri dan mulai ketakutan.

"Maaf Pak, aku tidak mengerti maksudmu?" tanya pegawai itu jadi ketakutan. Rei makin berang dan menarik lengan pegawai tersebut dan menunjuk pada Christina yang baru saja masuk ke dalam lift.

"Masih tak mengerti?" hardik Rei lagi. Si pegawai sudah pucat. Rei dengan berang memarahi pegawai itu di dekat ruang HRD dan di depan pegawai lain.

"Aku membayar kalian untuk menjaga reputasiku. Tapi kalian malah tidak tahu apa yang aku butuhkan. Kalian bisa bekerja atau tidak?" sembur Rei marah separuh berteriak. Seluruh lantai itu terdiam melihat Rei yang tengah memarahi seorang pegawai dan seluruhnya jadi kena. Pandangan Rei kembali pada pegawai itu dan ia sudah menundukkan kepalanya.

"Kau dipecat!" sambung Rei dengan nada rendah dan langsung berjalan melewatinya. Pegawai itu lantas mengejar. Ia tak mungkin kehilangan pekerjaannya jadi ia coba memohon.

"Tolong The Midas, jangan pecat aku!" pinta pengawai itu memohon. Rei berhenti di depan ruangan HRD dan menunjuk pada pintu ruangan itu.

"Kembalikan ID-mu!" Rei berjalan lagi tak peduli melewati seorang pemuda yang berdiri di depan ruang HRD. Pegawai itu sontak menangis dan teman-temannya langsung mengerubungi.

Pemuda bernama Axel itu menyaksikan untuk pertama kalinya The Midas sebagai pimpinan Skylar memecat seorang pegawai tanpa rasa kemanusiaan. Ia langsung kesal dan marah. Axel menoleh dan melihat The Midas berjalan masuk kembali ke ruangannya dan membanting pintu.

"Dasar arogan!" gumam Axel lalu berbalik dan tak jadi melapor ke HRD. Ia tak memiliki semangat untuk meneruskan kewajiban untuk magang. Lebih baik mencari tempat lain saja.

Sementara Rei menghabiskan satu botol air mineral sekaligus karena amarah dan rasa kesal di hatinya. Ia perlu waktu untuk menenangkan diri.

"Gue harus punya asisten!" gumam Rei kemudian. Ia menghubungi manajer HRD dan mulai mendiskusikan lagi soal asisten baru untuknya.

"Pak, ada seorang mahasiswa yang seharusnya magang menjadi teknisi di sini. Tapi ia belum melapor. Mungkin aku bisa mengarahkannya padamu untuk menjadi PA sementara?" ujar manajer HRD memberikan tawarannya. Kepala Rei sudah pusing. Rasanya ia bisa menerima badut menjadi PA nya.

"Kirim saja dia padaku. Suruh dia melapor padaku!" ujar Rei sudah kesal.

"Baiklah. Begitu dia datang aku akan menyuruhnya langsung ke ruanganmu! Untuk teknisi, aku akan mengajukan kandidat lain." Rei menarik napas dan mengangguk.

"Kirimkan job description pada mahasiswa magang itu. Katakan padanya aku memerlukannya segera!"

"Baik Pak!" Rei pun menutup sambungan teleponnya dan menghempaskan punggung ke sofa. Hanya lima menit dan kemudian seorang staf PR masuk untuk membawa presenter talk show yang akan mewawancarainya.

"Pak, tamu Anda sudah datang!" Rei pun bangun memasang wajah ramah dan menjabat tangannya.

"Senang bertemu denganmu, The Midas!"