webnovel

Berencana dan Berkorban

Bagaskara kembali kerumahnya. Ia tampak sekali lelah dengan aktivitas sehari ini. "Baru kerja beberapa hari saja, sudah banyak drama." Gerutu kesal Bagas dengan melempar tas kerjanya tepat di sofa.

"Kenapa sih, pulang kerja ngomel gak jelas." Saut Askara muncil dari bilik kamarnya.

"Lah, abang sudah sampai rumah ? Tumben."

"Ini jam berapa? Ini jam berapa ? harusnya kamu yang sampai rumah terlebih dahulu." Omel Askara sesekali mengetuk-ngetuk jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Capek sekali aku bang. Jangan ngomel terus lah. Penging telingaku dengarnya." Jawab Bagas mengempaskan bobot tubuhnya pada sofa yang sudah terlihat akan rapuh.

Askara pun menghampiri Bagas saat ia melihat tepat pada lipat siku tangannya terdapat kapas yang ditutup dengan kain kasa. "Kenapa tanganmu ini gas? Kamu ikut acara donor darah? Sejak kapan berani dengan jarum suntik? Setahu abang kamu sangat takut dengan jarum suntik sedari kecil." Tanya Askara meraih tangan adiknya.

"Oh ini. Ya memang aku tadi donor darah bang. Mendonorkan darah untuk janda itu."

Mendengar itu, mata Askara seakan membeliak kaget. Ia tidak menyangka adiknya itu rela memberikan darahnya untuk seorang wanita yang telah membuat wanita yang mereka sayang menderita.

"Abang gak salah dengar nih? Ketiban durian runtuh ya? Sampai kamu mau mendonorkan darah buat janda itu! Apa yang terjadi pada janda itu? Kenapa tidak kamu biarkan tinggal nama saja ?" Cerca Askara pada adiknya.

Bagas pun bangkit dari tidurnya. "Jadi gini bang. Aku melakukan itu memang sudah ku fikir secara matang. Ya, memang sebenarnya aku tidak ikhlas mengalirkan darahku ketubuh wanita itu tetapi bagaimana lagi. Ini merupakan bagian dari misi aku untuk bisa masuk kedalam hidup mereka. Setelah aku berhasil masuk, baru ku tuntaskan satu persatu." Ujar Bagas memberi penjelasan pada Askara.

Askara mengangguk. "Oh gitu, tuntaskan misi kamu! Abang hanya mengingatkan berhati-hatilah. Jika kamh ingin masuk kedalam hidup wanita itu dengan menikahinya, maka buatlah rumah tangga kalian bagaikan dineraka!"

Kedua adik dan kakak itu saling memberikan semangat atas misi balas dendam mereka. Apa yang dilakukan kedua anak kandung Aditama ini tidak pernah diketahui oleh sang ibu. Sebab mereka tidak ingin sifat jahat anak-anaknya itu diketahui oleh ibu mereka. Mereka tahu, yang ada malah membuat beban fikiran sang ibu.

Kring ... Kring ....kring.

Terdengar ponsel pada saku Bagas berdering. Dilihatnya ponsel tersebut terpampang pada layar ternyata bu bos Vina yang menelponnya.

"Siapa gas?" Tanya Askara ikut melirik ke arah ponsel adiknya.

"Ssst!! Anak si janda bang." Desis Bagas sembari mengangkat ponselnya.

Sengaja Askara menguping percakapan adiknya dengan anak si Janda. Keinginan tahuan Askara pada anak janda itu sangat besar sebab terdengar dari cerita sang adik baru mengenal saja, mereka sudah akrab sekali.

"Se...selamat siang bu Vina ada apa ibu menelpon saya?" Kata Bagas terdengar sopan serta formal layaknya saat mereka berada di kantor.

"Bagas, maaf mengganggu istirahat kamu, bisa kah saya minta tolong kamu untuk datang kerumah sakit? Mami saya ingin bertemu denganmu." Jawab Vina dari sebrang sana

Sengaja Bagas menambah volume pada ponselnya. Sat mendengarkannya Askara mengerutkan dahi ketika Vina memerintah adiknya diluat jam kantor. "Apa-apaan ini? Bisa-bisanya itu cewek memerintah diluar jam kerja!?" Omel Askara berbisik.

Namun Bagas meminta abangnya untuk tenang dengan memberikan kode meletakan jari telunjuknya tepat diatas bibir."ssssttt!!"

"Oke bu, dua puluh lima menit lagi saya akan meluncur kerumah sakit."

"Terimakasih Bagas jika kamu berkenan untuk datang. Saya akan mengirimkan sopir untuk menjemput kamu dirumah. Jadi, kamu tidak perlu naik ojek atau taxi online."ujar Vina disetujui oleh Bagas. Karena memang ia yang meminta, maka dirinya memberi fasilitas sopir untuk Bagas demi menuruti kemauan sang mami dan mempermudah bagi Bagas.

Bagas langsung loncat bangkit dari sofa untuk menuju ke kamar mandi. "Tenang bang, jangan cemaskan aku. Aku akan baik-baik saja." Sautnya sambil menarik handuk dan di lampirkan pada pundaknya.

Setelah lima menit lamanya ia mandi, belum sempat merapikan diri, Bagas mendengar suara klakson dari arah depan rumah. "Wah sepertinya sopir dari Vina sudah menjemputku." Gumamnya ditengah pandangannya saat menyisir rambut dan membuat jambul handalannya. Jambul yang dikenal ciri khas menambah ketampanan bagi Bagas.

"Jambul katulistiwa, tidak boleh tertinggal. Siapa tau dengan jambul ini, Vina dapat tertarik denganku." Gumam Bagas sesekali menarik lalu melengkungkan rambutnya membetuk melengkung. Tidak lumpa Bagas menambahkan dengan minyak rambut serta sesemprot minyak wangi.

"Bang, tolong pamitkan pada ibu. Gue pergi dulu. Assalamualaikum." Ujarnya terlihat tergesa-gesa.

Bagas dijemput oleh sopir yang dikirim oleh Vina. Sepanjang jalan menuju rumah sakit, terbesit pertanyaan yang mengganggu otaknya. "Untuk apa janda itu bertemu denganku? Ah, mungkin hanya untuk mengucapkan terimakasih. Layaknya disinetron itu." Desis Bagas sedikit kesal, dan sebenarnya malas jika harus bertemu wanita janda itu.

Tepat hitungan Bagas, dua puluh menit kemudian,ia sampai dirumah sakit. "Kamar nyonya Atika ada di ruang melati 2." Ujar sopir itu pada Bagas.

"Oh iya, terimakasih pak." Jawab Bagaselangkah keluar dari mobil.

Bagas mulai menyusuri, mencari ruangan yang dimaksud oleh sopir itu. Saat memasuki lorong ruang melati, Bagas melihat Vina sedang duduk terdiam seorang diri di depan ruang maminya dirawat.

"Selamat malam bu Vina."

"Eh Bagas, kamu sudah datang. Sebelumnya terimakasih karena sudah berkenan datang. Langsung saja kita masuk kedalam untuk bertemu dengan mami saya. Beliau sudah menunggu didalam."

Bagas masuk ditemani oleh Vina. Pada sebuah ruangan yang terasa sangat dingin serta hening, perlahan ia menyibakkan tirai sebagai sekat antara tempat tidur sebelahnya. Karena memang dalam satu ruangan melati dua itu terdapat dua tempat tidur yang berarti untuk dua pasien

"Hai mi, ini Bagas sudah datang." Ujar Vina menggoyangkan tubuh maminya perlahan.

"Assalamualaikum tante." Sapa Bagas mulai mendekat.

Dan terjadi lagi, hati serta fikiran Bagas tidak saling mendukung saat bertemu dengan bu Atika. Secara tidak langsung momen perselingkuhan dengan ayahnya itu kembali teringat olehnya.

"Nak Bagas, sini mendekat dengan tante."

Bagas mulai mendekat. Sementara Vina meninggalkan maminya untuk ngobrol dua mata dengan karyawan OBnya.

Wanita paruh baya itu menggenggam erat kedua tangan Bagas. Bu Atika tiba-tiba menitihkan air matanya. Ia sangat berterimakasih telah ditolong dari musibah yang menimpa dirinya. "Tante sangat berterimakasih kamu telah ikhlas mendonorkan darah pada tubuh saya. Beruntung Vina mempunyai karyawan sebaik kamu, nak Bagas."

Pada saat ia tertabrak oleh orang yang tidak dikenal itu, bu Atika merasa nyawanya sudah sampai pada hari itu saja. Namun Tuhan mendatangkan Bagas untuk menolong dirinya, hingga akhirnya selamat sampai sekarang.

Ibu dan OB itu cukup lama berbincang di dalam ruangan. Hingga tidak lama kemudian, Bagas keluar dari ruang inap bu Atika dan langsung merogoh saku celananya. Saat itu pula Bagas tampak menghubungi seseorang. Mereka beebicara serius san tertawa puas. "Terimakasih banyak sudah membantuku, kawan." Ucap lirih Bagas.

Seketika langsung Bagas mematikan ponselnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya.

Saat Bagas berbalik badan, ia sontak terkaget. "Bu Vina disini?"

Wajah Bagas langsung tegang melihat keberadaan Vina. Karena sebelumnya ia sudah memastikan tiada seorang pun didepan ruang melati dua. "Duh, apakah Vina dengar obrolanku?"