webnovel

Oh Baby (Romance)

#First_story_of_D'allesandro_klan "Kita harus bermimpi, namun tidak untuk hidup dalam mimpi" Sophia Alberta (18th) bekerja banting tulang untuk mencukupi kehidupannya semenjak ayah dan ibunya meninggal. Bukan hanya itu, Sophia juga kerap merasakan takut jika berdekatan dengan Gunner Anthony. Seorang mafia yang terobsesi dengannya. Hidup Sophia semakin susah saat seorang pemilik hotel tempat ia bekerja memperkosanya hingga hamil. Hingga suatu hari pria itu datang pada Sophia dan menawarkan pernikahan padanya. Bayi yang dikandung Sophia menjadi alasannya. Akankah pernikahan itu berjalan dengan bahagia seperti yang Sophia impikan ?? Menjadi istri dari seorang Edmund D'allesandro sang penguasa dunia bisnis ?? Sementara disisi lain ada pria yang sudah menjamin segalanya untuk Sophia, termasuk hatinya. Gunner Anthony, mafia pelindung Sophia.

Alianna_Zeena · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
59 Chs

Bab 49

"Tidak perlu, Ed, selesaikan saja pekerjaanmu dan pulang lebih awal," ucap Sophia memandang keluar jendela mobil. Dia menjauhkan ponsep dari telinganya untuk melihat apakah telponnya masih tersambung, suaminya itu tidak bicara selama beberapa detik.

"Edmund?"

"Ya, sebenatar, aku harus menandatangani berkas ini," ucap Edmund, terdengar suara kertas dan suaminya yang berbicara bahasa Spanyol dengan Maria.

"Aku akan tutup telponnya jika kau sedang sibuk."

"Tidak! Tunggu sebentar," perintahnya menaikan nada tinggi.

"Tunggu di sini, Ben," ucap Sophia saat mobil berhenti tepat di depan rumah sakit. Sophia masih menempelkan ponselnya di telinga menunggu Edmund menyelesaikan pekerjaannya.

"Aku sudah sampai di rumah sakit, Ed, akan aku kirim hasil pemeriksaannya."

"Sebentar."

Sophia mendengus kesal. "Aku akan menghubungimu lagi nanti," ucapnya menutup telpon itu dan memasukan ponselnya ke dalam tas.

Hari ini adalah jadwal Sophia memeriksa kandungannya, dan seharusnya sekarang Edmund menemaninya. Namun, semejak kepulangan mereka dari Anguilla, pekerjaan Edmund bertambah dua kali lipat. Yang biasanya pulang sore hari kini berubah menjadi malam hari, membuatnya harus menunggu setiap saat dengan mata terjaga.

Satu bulan penuh di Anguilla ternyata membuat pekerjaan Edmund menumpuk, pria iti enggan memberikan pekerjaan penting pada bawahannya. Dia memilih menundanya dan mengerjakannya saat kembali ke Los Angeles.

"Hallo, Diane," sapa Sophia pada perawat yang bekerja di bagian resepsionis.

"Hallo, Señora, dr.Marry sudah menunggu anda," ucapnya memberikan permen cokelat. Sophia tertawa kecil melihat kebiasaan wanita tua itu yang selalu memberikan permen itu setiap dia datang.

"Terima kasih, Diane."

Sophia melangkah ke dalam ruangan dr.Marry dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya, dia tidak sabar memeriksa kandungannya. Dia mengetuk beberapa kali sebelum membuka pintu ruangan itu.

"Señora, masuklah," ucap dr.Marry saat mendengar suara pintu terbuka. "Anda sendirian?"

Sophia mengangguk. "Ya, Edmund kembali sibuk dengan pekerjaanya."

dr.Marry tersenyum kecil. "Berbaringlah, Señora, kita akan lihat bagaimana kondisi si kecil."

Sophia melakukan apa yang disuruh dr.Merry, membuka pakaian yang menutupi perutnya lalu menatap monitor dengan mata berbinar.

"Anda pergi sangat lama, Señora."

"Ya, Edmund menahanku terlalu lama di Anguilla," ucapnya enggan mengakui bahwa dirinyalah yang membujuk Edmund agar menetap beberapa hari lagi di sana. "Apakah dia baik-baik saja?"

dr.Marry mengangguk. "Ya, janinnya berkembang dengan baik. Lihatlah, bagian tubuhnya sudah terbentu dengan sempurna."

Sophia tersenyum lebar. "Apakah aku sudah bisa tahu jenis kelaminnya?"

"Tentu saja, lihat bagian ini, ini adalah alat kelaminnya. Dan saya rasa dia seor-"

"Tunggu!" Sophia menghentikan ucapan dr.Marry. "Seharunya Edmund ikut," gumamnya sebelum kembali melihat layar monitor.

"Apakah anda ingin menjadikan jenis kelaminnya sebagai kejutan?"

"Tidak, tidak, beritahu aku sekarang." Mata Sophia menyipit saat menatap bagian yang disebut dr.Marry sebagai jenis kelaminnya. "Apakah dia perempuan?"

dr.Merry tertwa seketika, dia mengangguk membuat Sophia menutup mulutnya tidak percaya. "Ya, dia seorang perempuan."

"Astaga." Sophia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah merasa kepanasan, dia begitu bahagia dengan apa yang baru saja didengarnya.

Sophia meminta sang dokter untuk mencetak fotonya untuk dia tunjukan pada Edmund. Dalam setiap langkahnya, Sophia sulit berkonsentrasi pada apa yang ada di depannya. Matanya terus saja menatap foto USG yang ada di tangan kirinya hingga mengakibatkan Sophia menyenggol tubuh seseorang. Dia segera membalikan badannya. "Maafkan saya," ucapnya lalu perlahan mengadahkan kepala untuk melihat siapa yang dia tabrak dengan tubuhnya.

Mata Sophia membulat saat dia melihat mata abu yang sudah lama tidak dilihatnya lagi, mengingat apa yang mereka bicarakan terakhir kali membuat Sophia enggan berlama-lama di dekat Gunner.

"Maaf," ucapnya membalikan badan hendak keluar dari lobi rumah sakit, tapi Gunner menahan tangannya.

"Kenapa kau begitu terburu-buru?"

"Lepaskan tanganku, aku harus pulang."

Gunner tetap memegang tangan bagian atas Sophia. "Setidaknya ucapkan salam perpisahan sebelum kau pergi."

Sophia yang awalnya meronta itu terdiam lalu menatap Gunner heran. "Pergi?"

"Ya, aku akan kembali ke Jerman hari ini, dan mungkin aku akan menetap di sana," ucap Gunner melepaskan pegangan tangannya pada Sophia.

Sophia menggangguk kaku. "Oh, baguslah, semoga kau mendapat kebahagiaan di sana."

Gunner tertawa kecil. "Memeriksanya?" Tatapan pria itu terkunci pada perut buncit Sophia.

"Ya, kau sendiri?"

"Ini data Nona Maria Figueroa yang anda minta, Tuan," ucap seorang pria berjas hitam yang Sophoa yakini itu adalah bawahannya Gunner.

"Maria Figueroa? Bukankah itu sekretarisnya Edmund?"

Gunner tersenyum kecil. "Selamat tinggal, Sophie," ucapnya mengambil berkas itu dari bawahannya lalu melangkah melewati Sophia begitu saja.

---

Ig : @alzena2108