webnovel

Tingkah Naya

"Klotak... klotak... klotak...

Terdengar jelas langkah kaki berjalan melewati setiap sudut ruangan, entah siapa yang sudah tiba di waktu yang sangat pagi ini.

Ternyata pemilik dari suara langkah kaki itu adalah Naya, ia sengaja datang lebih awal mengingat ini adalah hari pertamanya menjadi seorang asisten, jangan sampai sang bos tiba lebih awal sebelum dirinya, padahal jelas tidak mungkin kalau Andrean akan sampai kantor sepagi itu di sana.

Entah setan apa yang telah merasuki Naya, hingga ia harus datang sepagi ini.

Dengan langkah penuh semangat Naya terus berjalan melewati satu demi satu sudut ruangan, sampai akhirnya langkah kaki itu terhenti tepat di depan ruangan kerjanya selama ini, sejenak Naya memperhatikan ruangan itu lagi, hingga matanya pun tertuju pada meja kerjanya yang masih terlihat kosong, belum ada yang menempati. Entah siapa yang akan menggantikan posisinya sekarang, batinnya.

"Naya..." Teriak Milea saat melihat Naya yang tengah berdiri mematung, sontak teriakan Milea membuat Naya terkejut.

"Tumben banget lo udah tiba di kantor jam segini,?" Tanya Milea heran.

"Lo juga ngapain pagi-pagi udah nongol, bukannya ngurusin suami dulu," ucap Naya menimpali.

"Ya elah Nay, gue itu dari subuh udah start, mulai dari ngurusin mas Heru, bahkan kucing gue juga udah gue urusin," celetuk Milea sedikit membela diri. Milea dan suaminya memang belum memiliki keturunan, padahal usia pernikahan mereka sudah memasuki tahun ke 5, mungkin karena faktor kesibukan masing-masing hingga membuat mereka belum di karuniai momongan.

"Iya deh gue percaya, kalo gitu gue duluan ya Mil, mau ke ruangan kerja yang baru, hehe..." ucapan Naya terlihat begitu bersemangat.

"Buru-buru amat lo Nay, lagian belum ada orang juga di dalam," balas Milea lagi.

"No problem Mil, sekalian gue mau beresin meja baru gue hehe, sampai ketemu jam makan siang, ok," Naya berlalu pergi sambil melemparkan senyum ke arah sahabatnya itu.

Sedangkan Milea hanya geleng-geleng kepala, paling tidak Naya sudah kembali ceria lagi, tidak seperti kemarin yang terlihat sedih, bisik Milea dalam hati.

"Ceklek..."

Suara pintu ruangan direktur itu terbuka, Naya bergegas masuk, belum ada siapa-siapa di sana selain dirinya.

Sungguh ruangan yang sangat besar dan nyaman, berbeda jauh dengan ruangan tempat Naya bekerja selama ini yang relatif kecil dari ruangan itu, belum lagi berisi beberapa orang karyawan, yang hanya di batasi oleh sekat.

Pandangan Naya langsung tertuju pada kursi Andrean, kursi yang lebih dominan dengan warna hitam, tempat bersandarnya pun tinggi, serta terlihat empuk, pasti sangat nyaman bisa duduk di sana, gumam Naya dalam hatinya.

Naya lalu melirik ke sudut ruangan, di mana tempatnya akan duduk, terlihat sangat biasa saja, hanya ada meja dan sebuah kursi biasa, sangat jauh berbeda jika di bandingkan dengan tempat duduk sang bos, otomatis beda lah, secara dia itu kan bos, bisiknya pelan.

"Mumpung yang punya kursi belum datang, cobain ahh," mendadak Naya punya inisiatif untuk mencoba kursi sang direktur itu.

"Empuknya, bahkan kasur tempat tidur gue aja kalah empuk sama ini kursi," ucap Naya ketika menduduki kursi bosnya itu.

"Enak juga ya kalo jadi bos, sekarang nyobain duduk aja dulu, siapa tau aja ntar bisa ketularan jadi bos juga kan, ehehheee," celetuk Naya dengan berhayal tingkat tinggi.

Sesekali ia berputar di atas kursi tersebut, sambil memperhatikan seisi ruangan, tak lupa ia menirukan beberapa gaya Andrean saat duduk di kursi itu, terlihat Naya begitu konyol sambil tertawa sendiri.

"Duduk bentar lagi ahh, lagian pak bos juga masih lama datangnya", ucap Naya yang terlihat semakin mengantuk.

"Hoaaammm, kok gue jadi ngantuk gini ya, mungkin efek duduk di kursi ini kali ya," Seketika mata Naya mulai terpejam, mungkin karena semalam ia kurang tidur, di tambah lagi kursi yang ia duduki itu sangatlah empuk dan nyaman, membuat matanya semakin meredup.

Sudah hampir satu jam Naya tertidur dalam lelapnya, tampaknya ia benar-benar mengantuk hingga lupa kalau ia sekarang sedang berada di kantor. Sedangkan Andrean dan Riko kini tengah berjalan menuju ruangan, entah apa yang akan terjadi setelah mereka melihat Naya.

"Ceklek..."

Terdengar suara pintu itu terbuka.

Seketika Andrean dan juga Riko di buat terkejut dengan penampakan di ruangan itu, Naya sang asisten baru itu tengah terlelap dalam mimpinya, dan lebih parahnya lagi ia sedikit mendengkur, hingga membuat Andrean semakin ilfeel melihatnya, sungguh membuat kedua laki-laki itu terpelongo dan spot jantung.

"Gubrakkk..."

Andrean memukul meja dengan kerasnya, ia terlihat sangat marah, apa lagi saat melihat kursi singgasananya telah di duduki oleh Naya, sang asisten barunya itu sendiri.

Sontak Naya langsung terbangun dari tidurnya, namun ekspresi wajahnya jauh terlihat lebih menakutkan, dengan rambut yang sedikit acak serta beberapa tetesan air liur yang sempat keluar dari mulutnya, sadar akan hal itu buru-buru Naya mengelapnya, membuat Andrean semakin ilfeel, sungguh wanita yang sangat mengerikan, pikir Andrean lagi.

"Apa yang sedang kamu lakukan di kursi saya, HAH,?!"

Teriakan Andrean terdengar kencang hingga memenuhi seluruh ruangan, mungkin cicak yang mendengar teriakan itu langsung jatuh pingsan di buatnya, Naya gelagapan, tak tau harus berkata apa sekarang.

"Berani-beraninya kamu duduk di kursi saya, kamu pikir kamu itu siapa,?!"

Lagi-lagi Andrean berteriak, kali ini terdengar lebih keras, hingga membuat Riko ikut terkejut mendengarnya.

Andrean terlihat begitu marah dengan perilaku karyawannya itu.

"Maa... Maaf pak, saya ketiduran," ucap Naya dengan gagap, wajahnya terlihat sangat cemas dan ketakutan.

"Tamat riwayat ku hari ini!" bisik Naya dalam hati.

"Maaf kata mu, ketiduran,?!

Kalau mau tidur itu di rumah, bukan di kantor, kamu paham itu!"

Kali ini Andrean berteriak seraya melototkan matanya, seakan ingin keluar dari tempatnya, hingga membuat Naya semakin takut dan tak berani melihat.

"Apa kamu sudah bosan bekerja?!"

Teriak Andrean lagi sambil membentak.

"Ti... Tidak pak, saya masih ingin kerja di sini, tolong jangan pecat saya pak, saya mohon," ucapan Naya masih terdengar gagap.

"Saya tidak habis pikir, kenapa perusahaan ini bisa memperkerjakan orang seperti kamu,"

Andrean kembali mengoceh, ia masih belum bisa terima dengan permohonan maaf Naya.

"Sekali lagi saya mohon maaf pak, saya janji tidak akan mengulanginya lagi,"

Balas Naya seraya membungkukkan badannya, hingga membuat Andrean merasa tidak nyaman melihatnya, sebab Andrean bukanlah tipe laki-laki yang gila hormat meskipun ia seorang CEO di perusahaan itu.

"Ya sudah kali ini saya maafkan, tapi..." Andrean terdiam sejenak, sambil melihat ke arah Naya.

"Tapi kali ini kamu harus saya hukum, karena sudah memberikan contoh yang tidak baik kepada Riko,"

Ucap Andrean lagi sambil melirik ke arah Riko. Riko hanya tersenyum saat mendengar ucapan Andrean, yang kini sudah mulai menurunkan nada suaranya.

"Baik pak, saya siap menerima hukumannya, tapi saya jangan di pecat ya pak," mohon Naya lagi dengan ekspresi sedikit memelas.

"Oke, hukumannya cukup mudah, berhubung saya lupa memakai jam tangan hari ini, jadi tolong kamu segera ambilkan ke rumah saya," kata Andrean lagi.

"Rumah bapak?" Naya mengernyitkan dahinya.

"Maaf pak sebelumnya, tapi saya tidak tau rumah bapak ada di mana," ucap Naya lagi dengan penuh kebingungan.

"Itu urusan kamu, lagian kamu kan punya mulut untuk bertanya, punya handphone juga, gunakan itu,!"

Jawab Andrean lagi sedikit mengomel.

Sedangkan Riko yang dari tadi hanya terdiam, terlihat sedang memberi kode kepada Naya tanpa sepengetahuan Andrean.