webnovel

My Untouchable Wife (Maheswari)

Maheswari adalah seorang Mahasiswa yang memiliki trauma dengan laki-laki. Suatu Pagi Seluruh keluarganya sedang mempersiapkan acara untuk lamarannya. Hanya dengan waktu yang sebentar dia sudah menjadi seorang istri dari pengusaha muda ternama. Namun mahkotanya akan sulit didapatkan oleh suaminya. Sang suami harus berkorban dari fisik sampai batinnya untuk bisa segera mendapatkan mahkota istrinya.

belapati · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
63 Chs

BAB 15

Jati sudah duduk di singga sananya. Kursi kebesarannya selalu menjadi tempat paling nyaman. Jati terus saja senyum senyum sendiri. Posisinya membelakangi pintu ruangannya menatap kearah kaca yang sangant lebar.

Tok..tok...tok.. Rizal masuk ruangan Jati akan membacakan agenda Jati.

"Permisi pak. Nanti..." Ucapan Rizal tertahan karena Jati sudah mengangkat tangannya tanda dia merasa terganggu.

"Aku masih pengen sendiri" Jati membalikkan kursinya sambil meletakkan tangannya diatas meja.

"JATI!!" Tiba tiba saja Diandra masuk dan duduk di hadapannya.

"Oh, kau sudah datang. Rizal sudah menyiapkan ruanganmu. Skretarismu, Veny, juga sudah ada di sana. Rizal dan Veny akan mengajarimu." Jati menjelaskan sedikit tentang pekerjaan Diandra.

"Bagaimana jika kamu yang mengajariku? Kau kan yang paling paham tentang pekerjaan itu." Ucap Diandra yang dibalas dengan gelengan kepala Jati.

"Tidak bisa. Sebentar lagi aku ada meeting di luar" Rizal heran dengan tingkah Jati yang tadinya tidak ingin membahas pekerjaan sama sekali.

"Apa kau baru saja mendapat kepuasan?" Diandra mengeryitkan dahinya.

"Tidak" Jawab Jati singkat. Dia juga segera meminta Diandra untuk pergi keruangannya.

*Flash back

Saat bangun tidur Jati memperhatikah tubuh Heswa lekat. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki tidak luput dari pandangannya. Hal itu berhasil membuat junior Jati meronta dari balik celananya yang menggembung. Jati segera mencium puncak kepala Heswa dan bergegas masuk kamar mandi. Lagi lagi pagi ini Jati harus bermain solo agar juniornya bisa dia kendalikan.

'Heswa..Heswa.. Bagaimanapun aku ini kan laki laki normal. Sabarya adik kecilku, kita harus menunggu sarangmu siap. Mau sampaik kapan begini terus?' Jati terus saja bergumam selama di kamar mandi.

*Flash back off

***

Sementara di rumah, Heswa sedang sibuk dengan kertas, penggaris, pensil dan semua perlangkapannya. Dia muliai membuat beberapa design untuk presentasi. Sore ini sebenarnya dia ada panggilan interview di Star Jaya Group tapi terpaksa batal karena larangan Jati.

Tia: Heswa, aku dapat panggilan interview di Joyoutomo untuk besok. Padahal sore ini aku juga interview ke Star Jaya.

Heswa: Aku besok juga musti ke Joyoutomo group. Untuk yang sore di Star Jaya aku musti batalin.

Tia: Kenapa? Itu kan perusahaan besar.

Heswa: gak dapat izin dari tuan muda Jati. :D

Tia: Jadi aku cuma berangkat sama Selvi nih.

Hewa: Iyalah. Oh ya, besok aku nebeng ke Joyoutomo ya...

Tia: Kenapa gak pake mobil aja?

Heswa: Itu mobil bekasnya Mas Jati. Otomatis karyawannya tahu dong kalau itu mobil atasan mereka. Apa lagi yang nganter pak Lukman, bisa makin curiga mereka.

Tia: Siap Mrs. Joyoutomo. :D

Heswa: Tiaaaaaaaaa.....

Chatting mereka berakhir dengan kekesalan Heswa dan tawa lepas Tia.

***

Keesokan paginya Heswa berangkat nebeng Tia tanpa sepengetahuan Jati. Tia membonceng Heswa dengan sangat hati hati. Bukan apa apa hanya takut penampilan dan bawaan mereka berantakan.

"Selvi juga dapat panggilan?" Heswa bertanya agak sedikit berteriak agar didengar Tia.

"Ga...Dia udah di terima di Star Jaya, lagian dia bilang kalau di Joyoutomo mau ambil dua orang aja. Dia cari aman deh." Jelas Tia.

"Kok kamu gak di terima?" Heswa heran.

"Aku telat datangnya. Namaku udah dipanggil tiga kali." Tia merasa kecewa dengan kecerobohannya.

"Semoga hari ini hari keberuntungan kita." Heswa memberi semangat dibalas anggukan dari Tia.

Sekitar lima belas menit mereka sudah masuk ke gedung yang megah. Banyak sekali karyawan yang berlalu lalang.

"Permisi mbak, kalau ruangan untuk interview di mana ya?" Heswa bertanya pada seorang yang berdiri di balik meja resepsionis.

"Mbaknya naik saja ke lantai tiga. nanti keluar dari pintu lift belok kanan, pintu ketiga." Jelas karywan itu ramah pada Heswa.

Mereka bergegas menuju ke lantai yang dimaksud. Saat masuk lift mereka berbarengan dengan karyawan yang lain. Ada yang membahas pekerjaan, ada pula yang bergosip tentang teman ataupun atasan mereka.

"Tadi pak Rizal ngamuk diruang marketing." Salah satu pegawai itu mebicarakan soal Rizal. Heswa hanya tersenyum mendengarnya.

"Lah kok bisa? Kenapa sampe ngamuk?" Seorang perempuan menanggapi cerita temannya.

"Gara gara laporan yang di buat tidak siap. Akhirnya Pak Jati keluar dari meeting tadi pagi. Mana wajahnya nyeremin gitu." Heswa mengeryitkan dahinya. Selama ini yang dia tahu Jati orang yang sabar.

Tia menyenggol lengan Heswa dengan sikutnya. Heswa hanya menempelkan telunjuknya diatas hidung dan mulut agar Tia diam.

"Tapi kan pak Jati tetep aja ganteng, sayangnya udah nikah" Celoteh karyawati yang cantik. Heswa mulai mengepalkan tangannya.

"Iya ganteng sih, tapi galak." Perempuan yang lain menimpalinya.

Lift berhenti di lantai tiga. Mereka berdua segera keluar menginggal para karyawan yang tadi sedang menggosipkan Jati.

"Sabar...." Tia mengusap punggung Heswa. "Konsentrasi sama interview aja." Sambung Tia.

Mereka duduk kursi yang berada di depan pintu ruang interview. Sudah ada tiga orang di sana yang sudah menunggu. Saat mereka sedang menunggu lumayan lama ada seorang perempuan keluar yang memanggil salah satu dari mereka.

"Wa, jangan jangan nanti kita yang terakhir." Tia berbisik pada Heswa.

"Aku juga gak tahu. Ini kan kali pertama aku ikut interview." Heswa juga berbisik pada Tia.

"Aku jadi nervous Wa, kalau nanti aku gagap gimana ya?" Tia menggenggam tangannya.

"Tarik napas Ya. Aku sendiri juga gugup dari tadi. Kamu tahu sendiri kan ini perusahaan besar pasti yang berhasil ikut interview mereka yang berkompeten." Heswa mengatur napasnya agar kembali normal.

Sekitar lima belas menit sudah mereka menunggu. Mereka terus saling berbisik satu sama lain saat akhirnya nama Tia dipanggil. Tia segera masuk keruangan setelah mengatur napasnya.

"Tidak usah gugup, kalau ini design anda sendiri pasti anda bisa mempresentasikan dengan benar." Salah seorang yang akan mengetes memberikan semangat.

"Iya pak!" Tia menjawab dengan berani.

"Sebutkan namamu dan jelaskan tentang design yang kamu buat." Interview Tia dimulai.

Sementara itu di luar ruangan, Heswa tidak menyadari ada sepasang mata yang membola terus memprhatikannya. Laki laki itu tiba tiba mendekat ke arah Heswa.

"Bu Heswa!!" Sapa laki laki itu. Heswa tersentak kaget dibuatnya.

"Ssstt..Lo mas Rizal kenapa di sini?" Ya, laki laki yang memanggil Heswa adalah Rizal sang asisten kebanggaan suaminya. "Jangan panggil terlalu formal. Jangan bilang dia kalau saya sedang interview. Saya ingin masuk perusahaan ini dengan kemampuan saya sendiri." Ucap Heswa lirih agar cuma Rizal yang mendengarnya.

"Baiklah." Rizal hanya mengiyakan permintaan Heswa. Dia tidak berjanji untuk tidak memberi tahu Jati tentang keberadaan istrinya di kantor ini. "Nanti naik saja ke lantai tujuh belas. Cuma ada dua pintu. Pintu yang paling besar adalah ruangannya. Dia pasti senang anda datang" Bisik Rizal dari kejauhan.

"Ti-tidak perlu. Saya akan langsung pulang saja selesai interview." Jawab Heswa gugup. Lalu Rizal bergegas pergi melanjutkan pekerjaannya setelah berpamitan dengan sopan ke Heswa.

Waktu semakin siang tapi Tia belum juga keluar. Heswa muali gugup.

'Mungkin presentasi Tia bagus, makanya agak lama.' Gumam Heswa dalam hati. Heswa semakin gugup kala sudah tiga puluh menit tetapi batang hidung Tia masih belum nampak juga.

"Heswa!!!" Teriak Tia setelah menyelesaikan tesnya dengan wajah lega.

"Maheswari" Panggil perempuan yang tadi juga memanggil Tia. Heswa segera masuk kedalam ruangan.