webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Sin suficientes valoraciones
102 Chs

Awal dari Semua Masygul!

Malam hari, saat itu hujan lebat menerjang, Pak Awan pulang dalam keadaan bingung. Akankah dia akan benar-benar melakukan ide gila itu atau tidak. Namun keadaan di rumah saat Pak Awan pulang menunjukkan jawabannya. Pak Awan tak lagi merasa tak enak saat akan memotong tangan dan kaki seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa itu. Tangan dan kaki Marie akan terpotong karena hal ini.

Rumah kacau. Itu yang dipikirkan Pak Awan saat dia masuk. Pasalnya, empat ternak (kecuali Tari dan Ratu) tengah keluar dari ruang bawah tanah dan bermain di dapur. Tak hanya itu, Marie juga keluar. Kagetnya Pak Awan seperti kagetnya mereka berlima saat tahu Pak Awan sudah pulang. Tanpa pikir panjang, keempat wanita itu kabur. Membuka pintu masuk ke ruang bawah tanah dan masuk lagi ke dalam seperti domba yang masuk ke kandangnya ketika anjing penggembalanya datang. Marie bingung mau berbuat apa. Ingin kiranya ikut masuk ke dalam bersama para ibu-ibu tadi, tapi anak itu terlalu takut. Marie diam terpaku.

"Bruk." Suara tendangan kaki Pak Awan tepat kearah badan Marie.

Marie terpental. Saat Pak Awan menendang anak itu lagi, Tari dan Ratu keluar dari dalam ruang bawah tanah untuk melerai mereka.

...

Peristiwa itu membuat semua serba susah bagi semuanya. Kini Marie disekap dalam ruangan bekas mutilasi Loli. Ruangan yang gelap dan suram. Tanpa ventilasi yang memadai. Satu-satunya lubang keluar masuk udara disana adalah sebuah celah kecil diantara dinding yang terimpit di bagian siku pada pojok atas. Disana juga tempat satu-satunya cahaya masuk, selain dari bohlam 5 watt yang akan menyala tiap satu menit setiap dua kali dalam sehari, yaitu saat Marie diberi makan ASI.

Para ternak yang sebelumnya mendapatkan fasilitas lengkap bagai hotel bintang lima, kini semua itu lenyap dan hanya menyisakan kasur, alat tidur, dan satu TV tabung sebagai hiburan. Hal ini akan berlangsung selama 5 minggu, ini hukuman Pak Awan bagi mereka.

Namun hal ini tidak berlaku bagi kedua ternak Pak Awan yang lain yaitu Tari dan Ratu. Pak Awan menganggap mereka tidak bersalah lantaran terkurung di dalam ruang bawah tanah. Kini mereka bertiga sedang makan malam di meja yang sama di ruang makan seperti biasa. Menurut penuturan Ratu dan Tari, pada waktu itu saat para ternak yang lain kabur, mereka disekap didalam ruang bawah tanah dengan pintu yang kunci dari luar.

"Bagaimana bisa kalian berdua bisa terkurung di sana bersama? Kenapa para ternak bisa keluar?" Kata Pak Awan lalu menendang kaki Ratu dan Tari karena sangat marah.

Mereka tak mengelak karena masing-masing tahu jika ini adalah kesalahan mereka.

Ratu kesakitan karena Dia baru saja melahirkan bayi ke-sekiannya.

"Ampun master, ini karena kelalaian kami." Jawab Tari menggantikan Ratu untuk bicara.

Pak Awan menoleh ke arah Tari.

"Ratu melakukan kesalahan dengan membuat Mar- anak itu memeluknya. Aku menghampiri mereka berdua dan..." Lanjut Tari.

"... Maaf Master, anak itu licik. Dia bersembunyi di balik daun pintu dan membuka pintu kamar mandi untuk membuatku percaya dia ada di dalam toilet. Aku pikir dia sedang bermasalah dengan perutnya, makanya aku masuk untuk melihatnya." Kata Ratu memotong omongan Tari.

"Aku tidak mendengar jawaban kalian mengapa para ternak berani untuk keluar." Kata Pak Awan.

Suasana hening. Baik Ratu dan Tari diam. Mereka seperti sedang memikirkan kosa kata yang tepat untuk berbicara pada Pak Awan.

"Mereka berpikir jika kami sudah melanggar aturan karena Ratu masuk ke dalam ruangan Marie dan Aku yang kebetulan ada di ruang bawah tanah juga masuk untuk melepaskan anak yang menempel erat pada Ratu. Lalu tanpa kami sadari, semua ternak ternyata berbondong-bondong berlari kearah kami dan merebut paksa Marie dari kami." Kata Tari.

"Sebentar! Aku tidak paham! mengapa Marie sampai dibawa oleh mereka? lalu sampai dibawa keatas? kalian telah salah karena berbohong padaku." Kata Pak Awan.

Lalu Tari mengambil pisau memberikannya ke Pak Awan. Oleh wanita itu, tangan Pak Awan yang memegang pisau didekatkan pada tenggorokannya, seraya berkata

"Aku tak akan bohong padamu. Kau boleh lakukan apa saja pada kami berdua agar kamu percaya jika kami tidak sedang berbohong padamu."

Pak Awan diam melihat 'istri' pertamanya itu. Lalu Pak Awan berkata,

"Lalu kenapa?"

"Mereka menyukainya." Jawab Tari

"Siapa?" Tanya Pak Awan.

"Ternak." Jawab Tari.

"Maksudku-" Kata Pak Awan terpotong.

"Marie. Semuanya menyukai anak itu." Jawab Tari.

Itu adalah secuil percakapan mereka bertiga pasca Pak Awan kembali dari Gresik dalam keadaan basah karena hujan lebat. Untung bagi Pak Awan malam itu sedang badai dan mati lampu. Suara gaduh para penghuni rumah tak sampai keluar rumah dan penampakan keempat wanita dewasa itu tidak bisa terlihat oleh tetangga lantaran gelapnya malam dan hujan deras.

Saat semua penghuni rumah sedang tertekan karena hukuman keras oleh Pak Awan, ada seseorang yang harus mengalami hal yang sangat pahit dari mereka semua. Ya, itu adalah Marie. Marie disekap ke dalam ruangan yang gelap. Bau anyir (bekas darah) masih menyelimuti ruangan ini. Marie tak sekalipun menangis. Sejak pertama Marie ditendang lalu diseret masuk ke dalam ruang bawah tanah kembali, Ia tak menangis. Marie menahannya.

Takut.

Sakit.

itu yang dirasakan, tapi Marie masih ingat janjinya dengan Ratu agar tak menangis apa pun yang terjadi.

1 bulan telah berlalu sejak saat Marie dikurung di Ruangan bekas mutilasi Loli. Hanya dengan ingatan samarnya, Marie membayangkan indahnya dunia luar didalam ruangan kotak nan gelap gulita ini. Dengan imajinasinya Marie mencium bau-bauan segar alam yang masih asri, saat di sekeliling Marie hanya bau busuk. Bau itu timbul dari kotorannya sendiri. Tidak ada toilet disana, hanya ruangan kosong dengan noda bekas darah yang masih menempel dimana-mana, meski sudah disikat berkali-kali oleh para ternak sesaat setelah mereka membunuh Loli.

Marie selalu menyempatkan dirinya untuk bermain. Dia berjalan memutari ruangan itu setiap hari setelah selesai minum ASI yang ditaruh di botol. Perlahan Marie meletakkan tangannya ke dinding untuk kemudian berjalan dengan bertatih memutar ruangan.

Perlahan namun pasti. Marie mulai tidak bisa merasakan telapak kaki dan tangannya.

2 bulan. Marie mulai meragukan kemampuannya untuk melihat.

Kata Marie monolog,

"gelap. Gelap. Aku kira mataku ini sudah tak bisa digunakan lagi. Ah, tidak mungkin tidak benar. Goresan itu masih menyala. Dia berpijar. Ah Aku ternyata tidak apa-apa. Tapi tetap saja... ibu....ibu, Aku merindukanmu. Aku ingin melihatmu sekali saja tidak apa-apa... bukannya aku sudah cukup baik? Bu, Aku sudah tidak menangis lagi. Lihatlah ibu, Aku tersenyum."

"Untuk itu Ibu, kapan kita bisa bertemu?" Kata Marie sambil tersenyum di kegelapan..

Hampir saja air matanya menetes, Marie mengusapnya dan lalu bernyanyi dan berjalan berputar-putar lagi. Marie merasa jika Ia diam saja dan tidak bergerak, badannya akan terasa sakit. Itu memang benar. Tanpa disadari olehnya, Marie memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi otot dan depresi yang berakibat fatal.

5 bulan telah berlalu sejak Marie dikurung. Para ternak ragu-ragu tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap Marie. Mereka ingin melangkah dan membebaskan anak itu, tapi mereka tidak punya kunci. Kunci ruangan Marie hanya ada dua, satu dipegang oleh Pak Awan dan satu lagi oleh Ibu (angkat) Marie. Berkali-kali mereka meminta agar dibuka kamar itu meski hanya semenit, tapi Ratu menolaknya. Wanita itu agak berubah setelah 'dilatih' oleh Pak Awan 5 bulan yang lalu.

Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh Santi adalah dengan membuka pintu anjing yang biasa digunakan oleh Tari dan Ratu untuk memberikan Marie makanan berupa ASI mereka yang dimasukkan ke dalam botol. Pintu itu tak bergembok dan tak juga terkunci. Namun, mustahil bisa dibuka dari dalam. Tanpa sepengetahuan rekan ternaknya yang lain, Santi membulatkan pikirannya dan mulai mengendap-endap menuju ke ruangan itu dan membuka pintu kecil itu. Dadanya terasa sakit saat mempunyai niat untuk melanggar perintah Pak Awan untuk tidak mendekat ke ruangan Marie.

"Hei, Marie, Marie." Kata Santi berbisik.

Tidak ada jawaban dari dalam. Wanita yang baru saja melahirkan 4 bulan yang lalu itu mulai membuka pintu anjing yang ada di bagian bawah. Untuk itu Dia merendahkan badannya, menopang berat badannya dengan kaki dan dengkulnya lalu membungkuk seraya menengok ke dalam. Sontak bau busuk dan menyengat tercium. Hampir dia muntah, namun wanita itu menahannya.

"Marie. Marie. Jika Kau bisa mendengarku.... Marie, tolong... Marie." Kata Santi berteriak dengan pelan untuk memanggil Marie.

Usahanya tak sisa-sia,

"iyaa!!" Kata anak itu setengah teriak.

"Ssstt!" kata Santi memberi isyarat untuk tidak berisik.

"Mendekatlah kemari." Lanjut Santi.

Marie menuju ke cahaya yang keluar dari pintu kecil berbentuk kotak itu. Saat Santi merasa Marie sudah dekat, Santi membuka baju serta kutangnya dan memasukkan salah satu payudaranya lewat pintu kecil itu. Santi tidak mungkin untuk memompa asi-nya dan memasukkannya dalam botol, karena jika Ia melakukan itu, semua akan tahu, dan hal itu akan sampai di telinga Pak Awan.

"Marie, Minumlah." katanya pelan.

Lalu Marie tiduran dan segera mengisap puting Santi dengan keras. Dengan keras? Jatah Marie yang berupa 3 botol ASI (dari yang sebelumnya 6 botol) sangat kurang bagi anak itu. Tapi hal itu belum untuk membuat Marie terbunuh. Satu telah kosong, Santi berganti posisi untuk memasukkan dadanya yang kiri.

Saat melakukan itu, Santi merasakan ada yang sakit di dadanya. Bukan karena isapan anak usia 8 tahun itu, tapi karena rasa bersalah yang tinggi telah melanggar perintah Pak Awan. Meski begitu, Santi melakukannya lagi, lagi, dan lagi.