"Hana Hameera Hailey!" Jerit Hea Helia Haley dari arah depan pintu kamar bercat putih yang terkunci rapat. Kedua alis tertaut, mata melotot, urat-urat tipis menghiasi leher menggemaskan Haley. Emosi sudah membeludak sejak tadi. "Ayolah, bangun gadis pemalas!" Jerit Haley kembali. Bukan berarti suka berisik tapi sudah menjadi kewajibannya untuk membangunkan saudara kembarnya.
BRAK BRAK BRAK
Mendengar suara keras dari arah pintu kamar, cukup untuk membuat Hailey, nama dari seorang gadis yang sejak tadi disebut-sebut agar segera bangun di hari yang sepagi ini. Sedang dari arah dalam kamar hanya merespon dengan menatap malas ke arah asal suara. "Berisik!" Umpat Hailey dalam hati. Setelahnya, Hailey merenggangkan otot-otot tubuh, sesekali meliuk-liukkan tubuh kekanan dan kekiri, sangat terasa kaku setelah tertidur pulas tanpa bergerak sedikit pun.
"Hah! Ini terlalu pagi! Bahkan aku tak memiliki jadwal apapun disekolah hari ini," jengkel Hailey tatkala kedua bola mata bulat nan coklat miliknya menatap ke arah jam dinding putih besar yang menunjukkan pukul 04.45 WIB. Jam itu adalah salah satu benda yang disayang, sudah terpasang disana sejak empunya berusia 4 tahun, terletak tepat berhadapan dengan tempat tidur bernuansa doraemon. 5 menit berlalu.Hailey tetap berada pada posisi awal. Berbaring di tempat tidur berselimut tebal, yang melilit erat tubuh berisi, tanpa peduli sedikitpun pada teriakan seorang gadis yang tengah berdiri kesal di depan pintu kamar, memukul keras tanpa henti.
Karena tak kunjung mendapat jawaban, dibarengi tangan kanan yang sudah sangat lelah dan terasa sakit, membuat Haley memikirkan cara lain. Entah ampuh atau tidak tetapi setidaknya Haley telah berusaha. "Baik. Terserah. Kamu memilih bangun atau tetap terlelap tidur. Yang jelas aku sudah berusaha untuk membangunkanmu. Ingat. Jika nanti ayah marah besar padamu, jangan pernah menyalahkan aku. Dengarkan itu baik-baik," tegas Haley. Final. Berlalu dari depan pintu dengan kaki mencak-mencak menahan pegal.
"Aku sudah bangun. Asal kamu tahu. Dan aku bukan gadis pemalas. Tidak ada gadis pemalas yang bangun pagi buta seperti ini, hanya karena mendengar suara teriakan dan pukulan keras dari arah pintu kamarnya sendiri. Dasar! Tidak bisakah membangunkan aku dengan cara yang lebih baik? Semuanya memperlakukanku dengan sama saja. Menyebalkan. Kamu tahu itu! Kamu sangat menyebalkan!" Desis Hailey jengkel luar biasa.
Setelah beberapa waktu, tubuh lesu beserta pandangan buram, berair, Hailey berjalan kearah jendela kamar besar. Dalam sekali hentak, gorden berbahan kain beludru berwarna coklat susu berlapis kain polos putih, terbuka menampakkan kaca jendela yang membentang sepanjang 8 m, terlihat begitu transparan, dan sangat indah. Kaca ini yang menjadi pembatas antara Hailey dengan dunia luar sekaligus yang selalu menjadi hiburan tersendiri baginya disaat hujan, sekaligus sebagai penyebab perubahan emosi Hailey menjadi tidak baik-baik saja tatkala mempertontonkan bagaimana petir di langit gelap menyambar disegala arah.
"Selamat pagi dunia. Selamat pagi kalian semua. Juga selamat pagi Hailey." Sapanya riang gembira ketika melihat langit biru gelap berhias semburat cahaya merah. Nampak indah. Ini termasuk dalam list salah satu moment favorit baginya disaat bangun pagi buta sejak menyerah debat kusir dengan orangtuanya dan memilih untuk ikut pindah ke kota.
TENG TENG TENG TENG TENG
Jam dinding berdentang menunjuk pukul 5 pagi. Tanpa banyak kata, Hailey berbalik arah menuju meja belajar yang berdampingan dengan meja rias untuk mencari ikat rambut kemudian merapikan rambut panjang coklat kemerahan bergelombang sepinggang. Tak lupa bando bergambar doraemon tersemat di sepanjang lengkungan kepala, mencegah beberapa helai rambut jatuh di sekitar wajah. Menyadari masih terdapat beberapa waktu sebagai celah untuk membersihkan kamar, membuat gadis berdarah asli pribumi ini, segera merapikan kamar. Setelah dirasa selesai, Hailey menatap kembali jam dinding, ternyata sudah pukul 05.25 WIB.
Seketika Kedua sudut bibir tebal itu tertarik hingga membentuk bulan sabit, begitu manis. Selanjutnya Hailey meraih handuk putih yang tergantung di depan pintu kamar mandi yang terletak di sudut kamar yang berdampingan dengan pintu kamarnya sendiri. Setelah 30 menit berlalu akhirnya pintu kamar mandi itu menjeblak terbuka. Semerbak aroma wangi sabun cair favorit, lavender, menguar memenuhi seluruh sudut ruangan bernuansa putih dengan beberapa benda seperti tempat tidur, lemari baju, rak buku, meja rias sekaligus meja belajar, sofa hingga karpet dilantai, dan boneka, semuanya karakter doraemon.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa Hailey adalah maniak doraemon. Seluruh penghuni rumah tahu itu. Kini selembar handuk putih melilit dada hingga sebatas lutut, Bibir yang sejak tadi menyungging gembira bersenandung riang menyanyikan beberapa lirik lagu asal negeri ginseng secara acak. Dibarengi kedua tangan sibuk mencari sepotong baby-doll berwarna biru tak lupa celana kain bergambar doraemon beserta pakaian dalam. "Tadah," ceria Hailey sambil membentang babydoll di depan cermin sembari melepas lilitan handuk.
TENG TENG TENG TENG TENG TENG
Jam dinding berdentang sebanyak 6 kali. Dengan langkah seribu Hailey segera berjalan kearah pintu. Tak peduli lagi perkara berdandan. Karena mandi di hari libur, baginya sudah sangat sempurna.
CEKLEK
Kunci terbuka. Hailey memutar knop pintu, keluar dari dalam kamar ke arah ruang makan yang bersebelahan tepat disamping dapur di lantai pertama. Selama menuruni tangga, tak ada hentinya bibir itu bergerak-gerak melafalkan bait per bait lirik lagu favorit. Hingga ketika kaki kanan telah menginjak balok tangga terakhir, mata Hailey menyipit memperhatikan dua orang wanita berlalu-lalang dapur-meja makan untuk menyiapkan sarapan pagi. Siapa lagi jika bukan Ibu dan Mbok Ji.
Perlu kalian tahu, Mbok Ji adalah seorang wanita yang bekerja menjadi asisten rumah tangga selama Hailey 18 tahun hidup.
Diujung meja makan, seorang lelaki paruh baya tengah duduk, nampak begitu tampan tak lupa sebuah kaca mata bulat bertengger manis di atas hidung mancung. Kedua mata elang itu menyipit tatkala begerak-gerak kekanan-kekiri, layaknya sensor merah yang sedang memindai. Perlu diketahui, pria paruh baya itu adalah Ayah sekaligus kepala keluarga yang begitu disegani bukan hanya di rumah tetapi juga hampir di setiap sudut kota.
Selama Hailey terdiam, dapat diakui, ia sangat menikmati moment ini. "Nanti tanggal 03 Mei, setelah aku dinyatakan lulus, ini tidak akan terlihat sama. Entah, mungkin saja, semua yang ada pada rumah ini sulit untuk dirasakan lagi." Bisik Hailey pada diri sendiri. Setelah beberapa menit berlalu, tanpa disadari sang pemilik wajah bulat kuning langsat yang tengah asyik menunduk, menatap sendu kedua kaki sendiri, sebuah suara menginterupsi, begitu lembut mengelus setiap huruf pada namanya, mengalun indah merasuk kesetiap dinding sel telinga dan Hailey tahu, siapa pemilik suara ini. Wajah manis terangkat saling bersitatap, tanpa diduga setetes air mata jatuh menetes ke luar dari bendungan kelopak mata. Melihat itu, segera Ibu hampiri, menatap lekat wajah sendu sang putri semata wayang.
Seolah batin saling terikat, dapat dirasa bagaimana khawatirnya sang Ibu membuatnya secara reflek menggeleng sebagai salah satu cara untuk menenangkan, apalagi ditambah ketika kedua mata bulat tanpa sengaja bersitatap dengan kedua mata tajam sang Ayah. Hailey sangat paham, orang tua mana yang tidak khawatir jika melihat putri semata wayang mereka meneteskan air mata secara tiba-tiba. Dalam dua detakan jantung, Hailey terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana yang mendadak berubah sedikit canggung, sembari merapikan rambut seadanya dengan jari-jari menggemaskan, membentuk ekor kuda lalu di satukan dalam jepit rambut berbentuk daun berwarna putih.
Tanpa di sangka, beberapa menit kemudian menimbulkan keributan kecil dipagi hari. "Lihat Hana, putrimu itu begitu malas. Tidak lihat sudah pukul berapa? Bagaimana nanti saat kuliah? Dengarkan Ayah! Siapa yang akan membangunkanmu? Mengingatkan waktumu? Mengatur waktu istirahat untukmu? Ckckck, kapan kamu akan berubah nak? Ingat! Ketika kamu kuliah, harus mampu berdiri di atas dua kaki sendiri, jangan bergantung pada orang lain. Ya, Benar, di rumah masih ada Ayah Ibu dan Mbok Ji, tapi setelah kuliah? Ayolah nak, Ayah lelah mengomelimu karena hal kecil seperti ini. Ow! jangan bilang kamu belum mandi?" Bombardir Ayah, berujung pada sejuta tuduhan dan pertanyaan yang menyudutkan Hailey.
Kedua sudut bibir tertarik melengkung menampakkan sebuah senyum yang sangat mahal. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Ayah, aku sudah prepare dari jauh-jauh hari, juga tentu saja aku sudah mandi," suasana hati yang berbunga-bunga menghiasi raut wajah Hailey, mencoba tak peduli pada keadaan. "Oh ya? Sudah mandi? Tumben? Jangan bilang karena ada hal yang harus diurus di sekolah," reflek kedua bola mata itu memutar malas. "Tidak Ayah, aku tidak memiliki urusan apapun di sekolah. aku kan memang seperti ini," Ucap Hailey sengaja memotong, benar-benar tak ingin memperpanjang perkara ‘perhatian’ Ayah.
"Tidak! Kamu selalu malas mandi, perlu Ayah ingatkan bahwa kamu harus mendapat teguran terlebih dahulu untuk mau mandi pagi-pagi di luar hari sibuk." Tegas Ayah sembari beranjak dari kursi, berjalan mendekati Mbok Ji di depan kompor sedang mengaduk sup. "Ayah, aku tidak pernah malas mandi. Sejak kecil kalian selalu mengajari aku untuk mandi pagi meskipun di luar hari-hari sibuk sekalipun." Hailey mulai merasa jenuh karena obrolan yang dirasa tidak begitu penting. "Sayangnya, Ayah tidak percaya," celetukan itu keluar begitu saja dari bibir tipis Ayah tanpa melihat bagaimana reaksi putri, istri, dan asisten rumah tangga.
Melalui pikiran masing-masing, ketiga perempuan itu sepakat sebenarnya sang kepala keluarga begitu memperhatikan setiap jengkal yang ada pada putri kesayangan, walaupun dilakukan dengan cara yang dapat membuat suasana hati memburuk. Karena memang pada dasarnya Ayah terlalu kaku untuk menampakkan keromantisan atau sweetnya. "Kenapa ayah tidak percaya?" Sanggah Hailey, merasa gemas sendiri kalau sudah bersangkutan dengan kebiasaan buruk cinta pertamanya, yang sudah ada sejak dulu, yaitu, membahas topik absurd. "Harusnya tidak memakai pakaian semalam," Singkat Ayah. Tak menatap sedikitpun mata lawan bicaranya.
Kedua alis tebal Hailey terangkat ke atas, sedang Ibu dan Mbok Ji mengerjab-ngerjabkan mata, tidak paham dengan Ayah yang mempermasalahkan hal kecil. " Ayah, apa ada yang salah dengan pakaian tidur semalam?" Sejujurnya Hailey sudah merasa gemas luar biasa. Jika tidak ingat pria paruh baya di hadapan adalah cinta pertama sekaligus Heronya, mungkina Hailey tidak akan sesabar sekarang. Kedua tangan berisi itu bersidekap di dada. Hailey tahu ini tidak sopan, tetapi persetan dengan itu, dirinya telah didominasi oleh rasa gemas ingin memeluk Ayah kencang-kencang. "Tentu saja salah nak. Pakaiannya pasti beraroma tidak enak saat terendus hidung." Ketus Ayah. Kedua mata bak burung elang itu memicing kearah Hailey tentu mendapat balasan tak terduga. "Jadi? Karena itu Ayah tidak mau dekat-dekat denganku? Karena itu Ayah tidak pernah mau memberiku pelukan setiap pagi?" Rengek Hailey, menyusul Ayah yang telah kembali duduk di kursi di ujung meja makan, singgana raja untuk mengisi persediaan energi yang diperlukan oleh tubuh.
Kedua bola mata elang itu balik memutar. Jijik mendengar suara putri semata wayang yang berubah imut. "Oh ayolah nak, kamu sudah remaja Berhenti merengek seperti bocah." Jengkel Ayah. Karena merasa tidak terima, Hailey mencoba menjelaskan sebisa mungkin. "Ayah, kalau aku memakai baju yang sama seperti semalam bukan berarti tidak berganti tapi karena aku punya stok baju yang sama dalam jumlah banyak, sepertinya Ayah perlu tahu, aku bukan Ibu atau Mbok Ji yang akan memakai baju berbeda-beda." Dahi telah berkerut dan bibir mengerucut lucu. Sepertinya Raja dan putri mahkota melupakan keberadaan Ratu yang telah berdiri menahan emosi karena mendengar obrolan tak berarti dipagi yang seharusnya tenang. "Sudah! Ini masih pagi! Tidak bisakah kita sarapan dengan tenang?" Potong ibu segera tatkala melihat mulut Hailey yang sudah menganga. Ratu berusaha membuat suasana kembali kondusif dengan cara menyudahi percakapan yang diyakini tidak akan ada habisnya.
Setelah mendengar ledakan kecil keluar dari bibir tebal Ibu, sontak kedua manusia yang masih saling melemparkan tatapan sinis itu terdiam, dan mulai fokus pada alat makan juga makanan dihadapan. Tak ada yang berani menyanggah saat Ibu telah meledak. Itulah kenapa dalam satu detakan jantung berubah hening hanya suara dentingan alat makan yang saling beradu juga suara air yang mengalir disaat Mbok Ji sedang mencuci alat dapur, mencoba membersihkan dan merapikan seluruh alat masak agar kembali pada tempat asal setelah selesai memasak menu sarapan pagi ini.