webnovel

A

Saat ini Hailey duduk di ruang keluarga di lantai tiga. Dengan ayah di sofa seberang tetap bersama koran kesayangan dan ibu bersama bibi di atas karpet tebal berwarna coklat susu bercorak macan sumatera, sedang berbincang membahas menu makan malam mengingat tidak ada makan siang karena ayah meeting di kantor, ibu ada arisan di luar kota, bibi izin beberapa jam untuk pulang ke kampung untuk mengurus suaminya yang sedang sakit dan putrinya yang harus dirawat di klinik setempat karena mengalami diare berkepanjangan. Lalu Hailey sendiri akan diungsikan ke rumah pamannya yang terletak di pinggir kota. Mengingat ayah tidak pernah membiarkan Hailey untuk berada di rumah seorang diri setelah maraknya berita beredar di koran hingga televisi bahwa rampok yang menelan banyak korban hingga kini masih berstatus buronan. Karena ayah tidak ingin mengambil resiko kehilangan putri semata wayang disaat baru menginjak usia remaja. Oleh karena itulah ayah tetap overprotektif terhadap Hailey sedangkan ibu hanya menurut saja asal itu benar dan demi kebaikan sang anak.

Hailey merasa canggung berada dalam situasi ini. Karena semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Disaat yang bersamaan, otak Hailey bekerja, mengingat sesuatu.

"Sebentar, untuk apa menu makan malam jika jam makan siang saja tak ada orang di rumah?" Heran Hailey. Kedua alis tertaut, dan sontak saja gadis berusia 19 tahun itu mendekat ke arah sang ibu kemudian berbisik melontarkan apa yang ada difikiran.

"Ibu?" Panggil Hailey sambil berbisik membuat ibu dan bibi yang tadinya asyik berbincang segera terhenti, tertoleh ke arah sang putri.

"Ada apa Ra?" Tanya ibu dengan kedua mata menatap lekat wajah kuning langsat putrinya yang berbentuk bulat.

"Hailey mau tanya, boleh?" Tanya Hailey meminta izin takut-takut sang ibu merasa terganggu. Ya, walau sebenarnya Hailey sudah tahu kalau menginterupsi permbicaraan orang sudah dikegorikan dalam hal yang sejenis dengan memberi gangguan.

"Tentu saja boleh, Hailey mau tanya apa?" Tanya ibu dengan dahi berkerut sambil membenarkan posisi duduk untuk menghadap ke arah sang anak yang berjongkok di samping bibi yang tersenyum-senyum melihat tubuh gempal nan berisi putri majikannya yang justru terlihat menggemaskan saat sedang berjongkok seperti itu.

"Jam makan siang ini kita semua tidak ada di rumah lalu untuk apa ibu dan bibi membahas menu makan malam. Biasanya kan jika tidak ada makan siang di rumah itu berarti juga tak ada makan malam, benar kan?" Tanya Hailey sambil menggaruk pelipis yang sedikit berkeringat.

"Itu benar Hailey, tetapi malam ini kita kedatangan tamu. Jadi, akan tetap ada makan malam." Jelas ibu sambil mengusap perlahan-lahan pelipis, dahi, hingga rahang sang anak saat melihat beberapa bulir keringat menetes.

"Oh? Kedatangan tamu, tetapi ibu kan bisa memasak menu yang biasa. Ayah kan selalu bilang kedatangan tamu atau tidak ya, menu makanannya tetap seperti biasa. Hailey benar kan? Lagi pula ibu juga kan pasti nanti kelelahan karena perjalanan jauh dari luar kota begitu juga bibi yang baru pulang dari kampung, atau kalau tidak, Hailey ada ide, Ibu bisa D.O. makanan saja, hm?" Usul Hailey. Bibi hanya mengusap-ngusap sayang lengan berisi putri majikan. Bibi sangat tahu, pasti gadis bertubuh gempal di sampingnya ini akan mengkhawatirkan apapun, mengingat dirinya telah bekerja menjadi pembantu sejak gadis yang biasa di panggil Leley oleh dirinya ini masih berusia dua hari.

"Kali ini tamunya spesial. Sangat spesial. Maka dari itu menu makan malam akan sedikit berbeda Hailey, tidak seperti yang biasanya, juga jangan heran kenapa ibu dan bibi memilih untuk memasak sendiri saja. Oke?" jelas sang ibu sambil mengacak-acak rambut putri semata wayang dengan senyum merekah seolah tak sabar menanti acara makan malam nanti.

"Oh tamunya spesial. Pantas saja, eh? Iya, Ibu, itu berarti jika nanti malam akan kedatangan tamu spesial Hailey tidak perlu pulang ke rumah kan? Itu berarti Hailey akan menginap di rumah paman. Right?" Tanya Hailey dengan mata berbinar binar. Mendengar itu kedua alis ibu menaut.

"Eh? Ya, maksudnya kan biasanya begitu bu," ucap Hailey sekali lagi sambil menggaruk kembali pilipis yang berkeringat.

"Tidak! Nanti malam Hailey tetap akan ikut acara makan malam. Nanti paman akan mengantar Hailey pulang ke rumah." Ucap ayah secara tiba-tiba ikut bergabung dalam obrolan. Mungkin telinga beliau terusik dengan suara sang putri yang tidak dapat dikatakan kecil. Mirip toa, batin Ayah.

"Ah! Tidak seru. Padahal kan di rumah paman ada wifi gratis, Hailey bisa leluasa menonton Doraemon. Hailey sudah lama tidak melihat doraemon ayah," rajuk Hailey, berharap sang ayah akan berubah fikiran.

"Doraemon? Hailey sudah besar, bagaimana bisa tontonanmu masih doraemon disaat gadis seusiamu sudah menonton drama korea dan film action produksi eropa, Hailey masih menonton doraemon? Hailey, doraemon tontonan anak kecil, oh ayolah," henyak ayah, merasa tidak percaya sedang bibi hanya terkekeh lain lagi dengan ibu. Ibu hanya terdiam menatap putri semata wayang dan suami secara bergantian.

"Ada apa dengan tontonanku? Doraemon kan lucu. Benar kan bu? Doraemon kan bukan hanya untuk anak kecil saja, lagi pula doraemon ditayangkan untuk menghibur semua usia." Kesal Hailey, membela diri.

"Intinya Tidak. Tidak ada wifi gratis. Tidak ada doraemon. Hailey akan tetap pulang ke rumah." Ucap ayah final sambil menatap tajam ke arah putrinya yang masih berjongkok disamping bibi.

"Ayah," mohon Hailey.

"Hailey duduk kembali ke sofa." Perintah ayah sambil melepas kacamata dan melipat koran kemudian meletakkan nya diatas meja.

"Ayah, t-tap," ucap Hailey terpotong.

"Ley!" Tegur ayah dengan nada rendah. Menandakan ayah sudah benar benar tidak ingin dibantah.

Mendengar itu Hailey dumel, kemudian berdiri dan kembali duduk di sofa seperti sedia kala.

"Hailey," Panggil ayah dengan sesekali berdehem.

Gadis yang di panggil hanya terdiam tak menyahut kemudian menatap dalam kedua bola mata tajam nan hitam mengkilat layaknya mata seekor burung elang.

"Ayah tidak akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nanti malam, tetapi ayah ingin mengingatkan 2 hal padamu. Pertama, belajarlah untuk sopan santun. Kedua, rubahlah pola fikirmu nak, berhentilah childish." Nasehat ayah secara to the point dengan nada rendah kemudian berdiri untuk mendekat ke arah sang putri.

"Ada apa dengan sopan santunku? untuk apa aku belajar sopan santun? Selama ini aku merasa selalu sopan santun ayah," bantah Hailey mencoba membela diri dengan tetap duduk tak bergerak sedikitpun. Tak lupa kedua bola mata hitam itu bergerak-gerak ke kanan kiri menatap wajah sang ayah.

"Lihat. Jika Hailey merasa selalu sopan santun, siapapun yang menasehati atau pun mengomentari setiap inci penampilan, sifat dan tingkah laku Hailey maka cukup diamkan saja atau cukup tersenyum, itu terlihat lebih anggun. Ayah hanya ingin menunjukkan pada setiap tamu ayah nanti, bahwa ayah memiliki putri yang anggun. Yang disaat tersenyum terlihat begitu cantik hingga bunga pun malu untuk bersaing." Ucap ayah dengan begitu manisnya hingga membuat ibu dan bibi terdiam saling berpandangan tak lupa tangan kekar berkulit keriput itu mengusak pelan rambut panjang putri kesayangannya.

"Ayah, aku tidak pernah tahu, tiba-tiba bisa berubah menjadi pria yang sangat manis. Pantas saja ibu begitu tergila-gila pada ayah. Ayah, aku ingin memiliki satu pria manis yang sepertimu," ejek Hailey bernada bercanda sambil menatap excited ke arah sang ayah sedangkan ibu dan bibi hanya terkikik geli.

"Hailey, baru 40 detik yang lalu ayah memberitahumu. Tapi,"

"Ayah. Hailey paham apa maksud ayah. Hailey mengerti arti setiap kata yang ayah katakan. Please believe me for this time. Ok?" Potong Hailey untuk menghindari omelan ayah yang lebih panjang lagi.

"Hm, father always believe you. Tapi apa? Hingga saat ini pun, tak menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan padamu Ira. Terserahlah, setidaknya ayah sudah mengatakan, mengingatkan, dan mengajarimu 2 hal itu." Ucap ayah sambil menarik kembali tangan yang masih bertengger di atas kepala putrinya dengan dingin kemudian berlalu naik ke lantai atas untuk masuk ke dalam ruang kerja tanpa menoleh kebelakang lagi.

Melihat itu ibu segera menyelesaikan urusan makan malam dengan bibi kemudian mendekati putri semata wayangnya yang masih terduduk di sofa seperti sedia kala. Sedangkan bibi memilih untuk berlalu ke arah dapur untuk mengecek kembali kekurangan yang ada pada makan malam nanti.

"Hailey." Panggil ibu mencoba untuk mengendalikan suara agar terdengar tidak terlalu dingin.

"Apalagi bu? Apa Hailey salah mengatakan sesuatu lagi? Ya. Benar. Hailey selalu salah. Dan Hailey tidak sopan santun. Juga. Hailey childish." Keluhnya kemudian berdiri dari duduknya dan memilih berjalan ke arah meja makan.

"Tidak salah, tetapi juga tidak benar. Bukan tidak sopan santun, tetapi belum atau kurang sopan santun. Benar, putri ibu childish. Tetapi se childish apapun Hailey, Hailey tetaplah putri ibu." Goda ibu diiringi terbitnya sebuah senyuman manis.

Hailey hanya mengangguk-anggukkan kepala dengan mulut sibuk mengunyah buah apel merah segar.

"Ibu kekamar," pamit ibu kemudian tak lupa ke dua bibir terbalut lipstick tetap tersenyum sedang Hailey hanya bergumam mendengar itu. Setelah bayang-bayang ibu menghilang di balik dinding dan tak terlihat seorang pun di sekitar meja makan, tubuh Hailey melemas, buah apel yang digenggam nya pun jatuh ke lantai. Menggelinding hingga masuk ke kolong meja makan yang tertutupi taplak putih besar berbahan satin. Hampir 15 menit terdiam, Hailey tersenyum pada dirinya sendiri. Kalimat yang dikatakan sang ayah terulang kembali dalam memori otaknya yang merekam dengan sempurna kejadian beberapa saat lalu itu layaknya roll film.

"...tetapi ayah ingin mengingatkan 2 hal padamu. Pertama, belajarlah untuk sopan santun. Kedua, rubahlah pola fikirmu nak, berhentilah childish."

Dengan air mata yang mulai menganak sungai. Hailey tersenyum dan terisak secara bersamaan.

"Ayah, biarkan Hailey seperti ini untuk sementara waktu, Hailey rindu semua omelan ayah dan semua teguran ibu. Hailey ingin tetap mengingat ini saat Hailey akan jauh dari pandangan mata kalian. Hailey ingin nakal lagi. Sekali lagi, sekali lagi, sekali lagi. Hailey ingin menjadi anak nakal untuk saat ini saja, karena Hailey takut rindu. Hailey tidak siap untuk rindu."