"Yoga!"
"Ngapain lo di sini? dicariin tuh sama adik tingkat, nyari tasnya, katanya mau ngambil obat, emang dia sakit?"
"Enggak tahu, alasan dari tadi juga ngomongnya gitu. Maksudnya enggak bisa ikut karena sakit, jadi orang kok pura-pura sakit, lagi pula juga enggak ada kok surat dari dokter. Aku pikirin dia alasan aja, deh." Andi berburuk sangka.
"Aku pikirin gitu, ya, udah lima menit lagi anak-anak dikumpulin aja lagi, ya, mau ada pengumuman."
"Beres bos!" sahut Andi dengan cepat.
***
Bagas terus memegangi perutnya yang terasa nyeri. Dia sudah kehabisan akal untuk meminta tolong kepada kakak tingkatnya. Namun, karena ini hari pertamanya, Bagas berusaha untuk bisa mengendalikan diri dan bertahan dalam keadaan kesakitan.
Tanpa diduga Cici datang dengan membawa sebotol air mineral. Dia ingin menawari Bagas minumannya, namun melihat wajah Bagas yang pucat, Cici berpikir untuk menanyakan sesuatu kepada kawan barunya itu.
"Gas, kamu lagi sakit, ya, kok pucat banget, sih?"
"Enggak, aku enggak apa-apa, mungkin tadi karena kecapean aja."
"Ya, udah, bilang kakak tingkat dong kalau kamu lagi sakit gitu."
"Aku enggak apa kok, Ci, tenang aja. Lagian aku udah biasa kok kayak gini, asal kamu tahu, ya, aku tuh punya kelainan daraah rendah gitu. Jadi, wajar aja kalau aku selalu terlihat pucat." Bagas mencoba berdalih kepada Cici, dia tidak ingin Cici terlalu mengkhawatirkannya.
"Ow, gitu, ya, harusnya kamu tuh bilang, jangan diam aja nanti kalau pingsan gimana?"
"Enggak mungkin." Bagas terus mengelak demi terlihat kuat di depan Cici.
Tiidak lama kemudian pengumuman terdengar dari toa yang dibawa salah satu kakak tingkat, yang mana hal ini membuat Bagas dan Cici menjadi pecah konsentrasi dan mendengarkan pengumuman tersebut.
"Istirahatnya sudah selesai. Kita akan melanjutkan untuk kegiatan selanjutnya, yaitu kita akan melakukan jelajah kampus. Di mana jelajah kampus ini akan dibagi oleh kakak tingkat dengan beberapa kelompok. Diharapkan kalian harus bisa kompak, kalian mengerti?"
Seluruh peserta ospek hari itu terlihat sangat antusias. Mereka sangat senang bisa mengikuti rangkaian kegiatan ospek pengenalan kampus, namun tidak begitu dengan Bagas. Dia menyembunyikan nyeri perutnya yang semakin menjadi. Wajahnya pun sudah tidak bisa dikondisikan lagi, terlalu pucat untuk ukuran manusia normal yang hanya terkena anemia.
Bagas mencoba kembali lagi berbicara kepada Andi untuk meminta tolong diizinkan mengambil obatnya di dalam tas. "Kak, kalau enggak percaya, aku cuma ngambil obat. Kakak bisa kok ambil obatnya di tas aku, ada di kotak warna bening."
"Emangnya aku pembantu kamu apa, disuruh-suruh, enggak mau. Jangan kamu itu ngarang cerita lagi sakit. Kamu pucat, sih, tapi aku pikir itu cuma alasan kamu aja biar enggak ikut kegiatan selanjutnya."
"Tolong dong, Kak, kali ini aja, please! Aku beneran lagi sakit, Kak obatnya ada di tas aku."
Andi tidak bisa lagi membantah. Wajah Bagas yang terlihat sangat menyedihkan pembuatan dirinya memutuskan untuk mengiyakan apa yang menjadi keinginan adik tingkatnya itu. "Kamu tunggu di sini biar aku ambil obatnya."
"Terima kasih, ya, Kak, minumannya juga di situ, Kak, tolong ambilin juga, ya."
"Dasar adik tingkat enggak tahu diri, dikasih hati minta jantung," gerutu Andi sambil berjalan menuju ke aula untuk mengambil tas milik Bayu guna diambil guna mengambil obat di dalamnya.
Beberapa saat telah berlalu. Bagas yang telah berpisah dari Cici lantaran mereka tidak satu jurusan membuat Bagas menjadi kebingungan karena dia belum memiliki kawan juga tidak ada jejak Andi sama sekali. Di situ lalu Bagas melihat Yoga yang saat itu berjalan sambil membawa beberapa berkas, lantaran terlalu lama menunggu Andi, Bagas mencoba untuk meminta tolong kepada ketua BEM universitas itu untuk memanggil Andi melalui toa.
"Kak Yoga, permisi, aku boleh enggak minta tolong?"
"Kamu lagi, kenapa?" Wajah Yoga terlihat jutek.
"Kak, tolong panggilin kak Andi dong. Aku udah nunggu beberapa saat, katanya tadi mau ngambilin obat di tas aku, tapi sampai sekarang kak Andi enggak ada kabarnya. Aku jadi enggak enak dan gimana gitu, Kak."
Wajah Yoga terlihat sangat masam mendengarkan ucapan dari adik tingkatnya itu. Tugasnya terlampaui banyak untuk menghandle semua kegiatan membuat Yoga tidak terlihat ramah. Dia tidak ingin meladeninya, namun bagaimanapun juga ini sebagian dari tugas yang harus Yoga selesaikan."
"Kamu tuh dari tadi aku udah bilang 'kan sabar, tunggu Andi sampai datang, emang segitunya banget, ya. Kamu tunggu pasti dia datang lagi, belum sebentar lagi kan pembagian kelompok jelajah kampus jadi Andi pasti datang oke," ucap Yoga buru-buru pergi meninggalkan Bagas.
Tidak lama kemudian Andi datang dengan membawa kotak obat yang sesuai dengan pesan dari Bagas juga dengan air mineral yang ada di tas Bagas pun diambil olehnya. "Ini obat dan air minumnya, diminum habis itu. Kamu jalan ke utara gabung sama teman-temanmu yang lain karena sebentar lagi pembagian kelompok dan jelajah kampus akan dimulai." Secara tidak langsung Andi menjadi sedikit perhatian dengan Bagas lantaran dia merasa iba ternyata Bagas benar-benar sakit, selama ini dia pikir Bagas hanya beralasan agar terhindar dari tugas-tugas ospek itu.
"Terima kasih, Kak, kalau gitu aku bawa aja biar kakak enggak terlalu ribet nanti harus ambilin aku obat lagi."
"Terserah, deh!" Ucap Andi sambil berlalu meninggalkan Bagas.
Kegiatan pembagian kelompok dan jelajah kampus akan dimulai. Bagas berkelompok dengan Marco dan Vino. Mereka bertiga dipimpin Andi akan menjelajahi kampus hingga empat hari ke depan. Bagas terlihat cukup santai dengan kondisinya saat ini, lantaran dia telah mengonsumsi obatnya sehingga dapat dipastikan akan baik-baik saja hingga kegiatan ospek selesai.
Di tengah perjalanannya Bagas tidak dapat lagi menahan rasa sakitnya. Lantara tadi dia juga tidak sempat untuk makan siang. Tidak ada tenaga dan akhirnya Bagas duduk di kursi taman untuk mengembalikan energinya.
"Nanti kalau ketahuan kak Andi bisa dimarahin, loh," ucap Marco mengkhawatirkan anggota kelompoknya itu.
"Sebentar, aja, ya, perut aku lagi enggak enak banget, aku enggak bisa konsentrasi, nyeri gitu."
"Ya, udah, kalau gitu ke klinik aja." Vino memberikan arahan kepada kawan barunya itu untuk beristirahat di klinik.
"Enggak usah, enggak apa-apa, istirahat sebentar pasti nanti juga lebih baik."
Marco dan Vino menyetujui apa yang Bagas inginkan. Mereka bertiga sekarang duduk di kursi taman. Tiba-tiba saja nyeri yang sangat menyakitkan menyerang Bagas. Dia terus memegangi perutnya dengan sangat erat, wajahnya memucat, pandangannya mulai kabur, kepalanya pening dan Bagas tersungkur di atas rerumputan hijau.
"Bagas!" Teriak Marco dan Vino membuat beberapa kakak tingkat melihat ke arah mereka.
Seorang kakak tingkat yang tidak lain adalah tim keamanan dari panitia Ospek menghampiri mereka. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada tinggi.
***