webnovel

Masa Pengenalan

Bagas telah sampai di kampusnya. Dia turun dari mobil tanpa mengucap salam perpisahan kepada Rossa, mama tirinya itu. Segera Rossa pergi meninggalkan parkiran kampus, hatinya sedikit risau meninggalkan putra sambungnya di sana, lantaran akhir-akhir ini kondisi kesehatan Bagas terus menurun. Pikirannya jadi tidak fokus, walaupun Bagas cuek kepada dirinya, namun tetap membuat Rossa fokus kepada putra satunya itu.

Bagas buru-buru masuk ke dalam halaman kampus. Melihat banyak baner yang terpasang, bertuliskan visi, misi, juga motto tentang ospek kampus. Bagas tersenyum sendiri melihat dan membaca tulisan-tulisan itu. Dia semakin bersemangat untuk cepat bisa memulai perkuliahan.

Sekilas Bagas melihat kakak-kakak tingkat sedang duduk santai di salah satu meja di depan kantin. Rasanya sedikit aneh, melihat kakak-kakak tingkat duduk di atas meja, namun Bagas malah menganggapnya itu hal yang wajar. Namanya juga kakak tingkat, apapun bisa dilakukan sesuai dengan keinginannya, lalu Bagas menuju ke ruang aula.

Di sana Bagas disambut oleh banyak calon mahasiswa baru dan beberapa anggota BEM yang ikut andil dalam ospek mereka. Para anggota BEM menjadi panitia untuk membantu calon mahasiswa baru mengenal kampusnya dengan baik. Bagas segera mendekat ke meja administrasi lalu menunjukkan id mahasiswa baru dan melakukan registrasi.

"Kalau ngisi yang bener!" ucap seorang kakak tingkat dengan rambut cepak. "Jangan, sampai salah-salah, nanti kita bisa salah juga waktu inputnya, yang disalahin tukang input, padahal 'kan kamu sendiri yang nulis."

"Iya, ini udah ditulis bener kok, Kak, enggak mungkin salah," jawab Bagas tanpa rasa takut.

"Kok masih bisa jawab, ya, kamu tinggal jawab 'iya' aja, enggak usah dikasih alasannya, bikin ngeselin deh."

"Kakak itu 'kan ngomong, jadi aku harus bales dong, dipikir aku enggak bisa ngomong."

"Dasar, ya, nama lo siapa?"

Bagas menunjukkan id mahasiswa baru lengkap dengan nomor dan juga nama. Kakak tingkat itu tertawa terbahak-bahak melihat foto Bagas yang terlihat polos ketika masih SMA.

"Kenapa ketawa?" tanya Bagas tanpa rasa ragu.

"Udah enggak usah banyak nanya, yang penting kamu sekarang masuk aula. Itu temanmu yang lain sudah pada nunggu, kamu baris sesuai dengan kelas dan jurusan!" perintah kakak tingkat dengan nada tinggi.

Bagas berjalan ke arah aula. Dia masih sedikit bingung, teman yang mana yang bisa dipercaya untuk menjadi kawannya ketika ospek atau bahkan setelah ospek dan ketika kuliah berlangsung.

"Hai!"

"Hai juga!"

"Kenalin, aku Cici, jurusan manajemen perbankan. Kamu jurusan apa?"

"Aku jurusan ekonomi sosial."

"Bagus dong, kamu ada di belakang aku, tuh, barisnya!" ucap Cici dengan nada santai. "Ngomong-ngomong nama kamu siapa?"

"Aku Bagas."

"Wah, nama yang bagus, ya. Udah, ya, semoga kita bisa jadi teman yang baik, kita 'kan satu fakultas tapi beda jurusan aja."

"Iya, makasih, ya, Cici."

Bagas berjalan menuju tempat yang sudah Cici tunjukkan. Dia bersyukur bisa bertemu Cici diwaktu yang tepat. Tidak perlu dia banyak bertanya kepada orang, Cici telah menolongnya.

Dari kejauhan Cici melirik ke arah Bagas. Seperti ada sesuatu yang ingin Cici sampaikan. Namun, karena acara pembukaan ospek yang diawali dengan perkenalan akan segera dimulai, Cici mengurungkan niatnya untuk menghampiri Bagas sampai acara selesai.

"Oke, selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya adalah Yoga Ari Saputra, panggil saja, kak Yoga. Di sini saya sebagai ketua BEM universitas akan mengenalkan tentang visi dan misi kampus, lalu adik-adik semua memiliki kakak tingkat yang nanti membantu adik adik dalam acara ospek ini hingga selesai. Saya harap jika ada keluhan, kritik, dan saran langsung disampaikan ke Kakak pendamping, ya," ucap Yoga dengan sangat tegas melalui pelantang.

Para kakak tingkat yang akan membantu jalannya ospek tersenyum manis kepada para mahasiswa baru. Namun, senyumnya bukan tanpa alasan, ada sesuatu di balik setiap senyum yang mereka tampilkan setelah ketua BEM universitas menyampaikan seluruh visi, misi, dan juga motto. Peraturan ketika ospek dan lain sebagainya lebih kurang empat puluh menit waktu mereka menyampaikan mateti telah selesai lalu masing-masing dari kakak tingkat akan mencari mahasiswa baru yang akan mereka bimbing juga dampingi hingga ospek selesai.

"Semua tas bisa dikumpulkan di depan," ucap seorang kakak tingkat dengan nada sedikit membentak.

Semua mahasiswa baru meletakkan tas mereka sesuai arahan lalu kegiatan ospek pun dimulai. Diawali dengan perkenalan satu sama lain oleh para kakak tingkat. Setelah itu mereka diajak untuk berkeliling area kampus.

Bagas yang pada awalnya memang sedikit tidak enak badan ingin meminta izin kepada kakak tingkat, namun dia takut sehingga Bagas memutuskan untuk tidak melakukan apapun sampai kondisinya benar-benar cukup mengkhawatirkan baru dia akan meminta izin.

"Di sini ada yang sakit?" tanya kakak tingkat kepada seluruh anggotanya.

Bagas yang wajahnya terlihat pucat mengacungkan tangan, "Kak Andi, aku sakit."

Andi pun datang ke tempat Bagas berdiri. Sekilas dia melihat Bagas dengan tatapan sinis, "Kamu sakit apa? Jangan alasan, kamu tuh laki-laki, jangan kayak cewek pura-pura sakit biar dapat perhatian gitu, biar enggak ada petugas, enak banget kamu."

"Ya, Kak. Aku beneran sakit."

"Kamu tuh sakit apa?" Andi tidak percaya begitu saja.

Bagas bingung menjelaskannya. Dari mana selama ini yang diketahui, hanya ada masalah di perutnya. Ayahnya juga selalu menganggapnya itu sakit perut biasa, namun Bagas sering pingsan akan hal itu, "Mungkin aku sakit maag."

"Kamu tuh lucu, ya, sakit sendiri malah enggak tahu. Ditanya sakit apa, malah jawabnya, mungkin sakit maag, alasan tidak diterima. Kamu harus tetap masuk ke barisan, kita akan melakukan penjelajahan kampus hari ini juga, setelah jam makan siang."

Acara Pengenalan kampus telah usai. Mereka diizinkan untuk menikmati jam makan siang sambil beristirahat juga ibadah. Bagas ingin menemui kakak tingkatnya untuk meminta tasnya lantaran di dalamnya ada obat yang harus dikonsumsi sebelum dan setelah makan.

Mencari beberapa kali namun, Andi di tempat administrasi tidak ada, yang ada disana hanyalah Yoga. Akhirnya Bagas memberanikan diri untuk meminta izin kepada Yoga. "Kak Yoga, aku mau ambil tas aku yang tadi dikumpulin waktu di aula."

"Emang buat apa, ketua kelompok kamu siapa?"

"Namanya Andi tapi udah aku cari enggak ada."

"Kamu tunggu saja, mungkin Andi masih beribadah atau dia sedang makan siang, setelah itu kamu bisa minta tasnya di dia, ya."

Bagas menyahut tangan Yoga, "Kak, aku mohon, di situ ada obat aku, aku harus minum obat sebelum makan, kalau enggak minum obat, aku enggak bisa makan."

"Ya, sudah, tunggu saja dia, kamu tuh jangan banyak alasan."

"Ya, Kak." Bagas sudah tidak bisa mengelak lantaran Yoga menyuruhnya untuk tetap menunggu Andi namun di sini rasa lapar Bagas telah menjadi gue juga bingung kalau dia makan kondisinya tanaman obat pasti dia akan kesakitan pun kalau dia tidak makan perutnya cukup nyeri dirasa.

***