webnovel

Pasar Malam

POV Aditya

Setibanya di kantor, sudah ada Bayu dan Fikram. Ada beberapa orang yang bekerja sebenarnya. Karena aku tidak ingin pembicaraannya terdengar oleh orang lain, aku mengajak mereka untuk berbicara di ruanganku saja.

"Bagaimana sekarang? Apa ada lagi yang belum aku ketahui?" tanyaku.

"Semua data sudah di print untuk mempermudah. Dan semuanya ada padaku," ujar Fikram.

Dia menyerahkan filenya. Aku melihat data dan beberapa foto dari perusahaan keluarga Sherlin. Dalam foto tertangkap seorang pria yang tidak asing lagi bagiku.

"Ini ada foto aslinya?" tanyaku pada Fikram.

Fikram langsung membuka laptopnya dan mencari gambar tersebut. Ternyata pria itu adalah Yudha. Aku tidak mengerti, apa hubungan mereka dengan Yudha yang sebenarnya, apa benar Yudha memiliki hubungan dengan Sherlin seperti yang Kayla bilang.

"Sudah mencari tahu tentang hubungan Yudha dan Sherlin?" tanyaku.

"Untuk apa? Hubungan mereka tidak ada sangkut pautnya dengan ini," sahut Fikram.

Ponselku berdering. Terlihat nama Rival yang tampil di layar ponsel. Aku mengangkat teleponnya. Rival menanyakan keberadaanku dan aku memberitahunya bahwa aku sedang berada di kantor. Dia bilang dia akan datang ke sini.

"Aku rasa ini ada kaitannya. Jika tidak Sherlin tidak mungkin berkali-kali meminta bantuan pada istriku untuk mendekatkan mereka lagi," kataku.

"Berarti akhir-akhir ini dia suka datang menemui Kayla?" tanya Bayu.

"Ya, aku tidak tahu Kayla menurut atau tidak. Karena memang aku sudah tidak ingin terlibat lagi dengannya. Terlebih lagi sekarang dia tinggal sendiri dan aku tidak ingin muncul rumor baru," kataku.

"Rumor itu dibuat oleh keluarga Sherlin. Intinya ini mau bagaimana?" tanya Fikram.

"Oh iya, sekedar mengingatkan siang ada jadwal untuk bertemu dengan Yudha," ucap Bayu.

Kami pun membicarakan tentang Yudha supaya perusahaanku tidak ikutan hancur seperti perusahaan keluarganya Sherlin. Matahari sudah berada di atas kepala. Begitu terik. Kami pun pergi ke sebuah restoran untuk pertemuan dengan kolegaku yang tidak lain adalah Yudha. Kami datang di waktu yang bersamaan.

"Tidak saya sangka kita datang di waktu yang bersamaan," ujar Yudha.

"Ya, karena saya sangat menghargai waktu," kataku.

Sampai di meja yang telah di reservasi oleh asistennya Yudha. Kami berbincang tentang dengan membahas perusahaan. Ponselku bergetar, aku lihat ternyata Kayla yang menelepon. Aku menjauh dari mereka saat mengangkat teleponnya.

"Sayang, aku mau minta izin," kata Kayla.

"Mau pergi ke mana memangnya?" tanyaku.

"Aku mau ke rumah Vina. Ica ingin ke sana."

"Ya sudah kalau begitu, nanti kalau mau pulang kabari, aku jemput."

"Aku kan bawa motor, sayang."

"Kabari kalau mau pulang!"

"Iya, iya. Nanti aku telepon lagi," sahut Kayla lalu menutup teleponnya.

Aku kembali duduk dan melanjutkan pembahasan yang sempat tertunda tadi. Hingga tak terasa hari sudah mulai petang. Pertemuan tadi berjalan lancar dan tidak ada hal yang mencurigakan. Aku pun meminta Fikram untuk mengantarkan motor Kayla ke rumahku.

Setelah menjemput Kayla, aku membawa mereka pergi ke pasar malam. Clarisa begitu senang. Dia mencoba beberapa mainan untuk anak.

"Dia begitu senang diajak ke sini," kata Kayla.

"Sengaja aku mengajaknya ke sini, lagi pula ini masih hari minggu," kataku.

"Mom, dad, Ica dapat ikannya!" sorak Clarisa yang sedang bermain memancing ikan.

Kayla bertepuk tangan dan menyuruh Clarisa untuk memasukan ikannya ke dalam wadah yang berisi air. Aku baru lagi bisa menghabiskan waktu bersama setelah usai berkerja seperti ini. Setelah bosan bermain memancing ikan, Clarisa mengajak makan. Kami pun pergi ke mencari penjual soto. Setelah selesai makan, dia mengajak bermain kembali.

"Kita pulang ya Ca?" ujar Kayla.

"Ica masih mau main, mom," kata Clarisa.

"Mau main apa?" tanyaku.

"Ica ingin melukis di sana," kaga Clarisa sambil menunjuk ke tempat lukisan untuk anak-anak.

"Itu yang terakhir ya? A

Habis itu kita pulang," kataku.

Clarisa mengangguk. Dia pun pergi ke sana dan memilih gambar yang akan dia lukis. Aku dan Kayla duduk di kursi yang tidak jauh darinya. Sesekali dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Sayang, apa kamu menemui Yudha lagi beberapa hari lalu?" tanyaku.

"Kenapa?" tanya Kayla yang sedikit terkejut.

"Membicarakan apa kalian?"

"Aku hanya membicarakan tentang Sherlin saja. Tidak ada hal lain kok," ujar Kayla.

"Ceritakan!"

Kayla menceritakan dua hari yang lalu saat dia bertemu dengan Yudha yang menceritakan tentang pertemuannya dengan Sherlin dan dia juga menceritakan apa yabg Sherlin katakan. Aku sekarang mengerti kenapa Yudha menghancurkan perusahaan keluarga Sherlin.

"Sayang jangan marah dong! Aku enggak akan melakukannya lagi, janji!" rengek Kayla.

"Iya. Sudahlah di sini banyak orang," kataku.

"Benar tidak marah?"

Aku hanya mengangguk lalu Kayla bersandar pada bahuku. Aku harus menahan diri melihat Kayla yang merengek seperti itu bak anak kecil, dia sungguh terlihat sangat menggemaskan.

Clarisa bersorak kegirangan sambil memanggil kami dengan sedikit berlari. Seseorang menabraknya hingga terjatuh dan lukisan yang Clarisa bawa patah, karena kanvasnya dari sterofom. Refleks aku langsung berdiri dan kayla langsung menghampiri Clarisa dan membantunya untuk bangun.

"Punya anak ajari sopan santun dong! Ajari yang benar!" ujar seorang wanita yang menabrak Clarisa.

"Kamu jangan sembarangan kalau bicara! Justru kamu yang jalannya tidak melihat jalan! Fokus terus sama ponsel. Kalau lagi punya masalah sama pasangan jangan melampiaskannya ke orang lain! Itu lebih tidak tahu malu dan tidak memiliki sopan santun!" sahut Kayla.

Aku memegang bahu Kayla. Wanita itu terdiam saat Kayla berbicara seperti itu. Dia pun pergi dengan perasaan kesal. Aku menggendong Clarisa yang menangis.

"Enggak apa, Ca. Ica enggak salah kok," kataku.

"Gambar Ica rusak ... boohoo," katanya sambil menangis.

"Iya, enggak apa-apa ya? Nanti mommy buatkan lagi gambar yang sama oke?" kata Kayla.

"Enggak mau Ica mau yang itu!" teriaknya.

Kayla mengambil lukisan yang sudah parah tadi. Aku pun membawanya pergi dari tempat itu supaya tidak mengganggu pengggun lain. Sampai di tempat parkir, Clarisa pun berhenti menangisnya. Aku membuka pintu belakang mobil lalu mendudukkan Clarisa di sana. Kemudian aku berjalan cepat menuju kursi kemudi.

"Kita pulang, ya? Sudah malam," kataku begitu duduk.

Kayla hanya mengangguk. Aku pun melajukan mobilnya. Beberapa kemudian, kami pun sampai di rumah. Motor Kayla pun sudah ada di sini. Kayla langsung mengajak Clarisa ke kamarnya untuk segera tidur. Dan aku duduk di ruang tengah depan tv dengan tv yang mati. Aku masih teringat dengan ucapan Kayla tadi. Berarti dia menemui Yudha diam-diam. Apa mungkin dia memiliki hubungan khusus dengan yang lain tanpa sepengetahuanku. Bukannya perempuan lebih ahli dalam menyembunyikan sesuatu? Aku harus mengecek ponselnya.