webnovel

Bertemu Kembali 2

Keesokan harinya. Dika dan timnya sudah selesai memasak dan sedang menyiapkan bingkisan untuk pengajian nanti. Aditya tiba-tiba mengecup pipiku yang sedang duduk melamun.

"Ih, kaget tahu. Bagaimana kali dilihat anak-anak seperti waktu itu?" ketusku.

"Anak-anak sedang main di luar,"

"Tapi anak kita ada di sini!"

"Enggak apa-apa, biar tahu kalau aku mencintai mommynya,"ujar Aditya lalu

Aku mendelik kesal. Kak Tyas datang mengejutkan kami. Katanya ada temanku yang datang. Aditya mengangkat alisnya bertanya siapa dengan isyaratnya. Aku hanya mengangkat bahu karena memang aku tidak tahu siapa yang datang.

"Dia ada di depan. Kakak enggak tahu siapa dia, karena kakak baru melihatnya," ujar kakak lalu pergi.

"Biar aku yang menggendongnya," kata Aditya mengambil Clarisa dari gendonganku.

Aku beranjak dari tempat duduk yang diikuti oleh Aditya. Sampai di depan terlihat Yudha tengah duduk. Aku dan Aditya saling bertukar pandang.

"Sepertinya di sini akan ada acara ya?" ujar Yudha.

"Iya," jawabku singkat.

"Untuk apa kamu datang kemari? Bukankah sudah saya peringatkan untuk tidak menemui istriku?" ketus Aditya.

"Aku mengingatnya hanya saja aku mampir sebentar ke sini karena ada urusan sekitar sini," kata Yudha.

"Ada apa ini?" tanya seorang pria membuat perhatianku padanya.

"Raka? Kamu sudah pulang?" ujarku.

Aku senang melihatnya lagi setelah aku kabur saat itu. Aditya memasang wajah tidak suka akan sikapku seperti itu pada orang lain. Aku lupa bahwa aku sudah menikah dengan Aditya. Aku langsung terdiam dan merubah ekspresi wajahku seperti semula.

"Ya, aku sudah pulang sekarang, senang bisa bertemu kembali," ujar Raka. "Sehat, Dit?" tanyanya pada Aditya.

"Ya," jawab Aditya singkat.

"Siapa?" tanya Yudha.

"Oh, iya. Dia Raka temanku yang pernah aku ceritakan dulu. Dan Raka, ini Yudha teman onlineku sudah beberapa kali bertemu karena dia sedang ada kerjaan di daerah sini," kataku memperkenalkannya.

Mereka bersalaman. Terlihat damai dan biasa saja tidak seperti Aditya yang sering memasang wajah datarnya jika berkenalan dengan teman laki-lakiku. Wajar saja dia cemburu karena aku wanitanya. Vina datang. Dia begitu heboh melihat adanya Raka. Dia langsung memeluk Raka.

"Kangen banget sama si bucin yang satu ini," ujar Vina. "Eh!" pekiknya begitu melihat Yudha.

"Aku baru tahu ternyata kamu periang juga orangnya," ucap Yudha dengan senyum terukir di wajahnya.

Vina langsung merapikan pakaiannya. Mengerutkan keningku melihatnya seperti itu. Karena memang tidak seperti biasanya dia terlihat senang seperti itu.

"Maaf," ujar Vina menunduk lalu menghampiriku. "Aku pinjam Kay sebentar ucapnya pelan kemudian menarik tanganku.

Vina membawaku ke dalam rumah.

"Ada apa sih Vin? Aneh banget tahu enggak? Enggak sepeti biasanya kamu seperti ini, ada kejadian apa?" kataku setelah Vina melepaskan tangannya.

"Tahu enggak? Kemarin aku jatuh ..."

"Ya terus kenapa? Kok kamu merasa senang saat jatuh?" kataku memotong ucapannya.

"Bukan begitu, tanya dulu dong aku jatuhnya di mana!"

"Jatuh di mana memangnya?"

"Di atas Fikram dan saat aku jatuh aku mencium bibirnya. Seharusnya kamu lihat ekspresi wajahnya lucu banget."

Vina begitu senang akan hal itu.

"Kenapa sih ngebet banget sama di Fikram? Lebih ganteng Raka atau enggak itu si Yudha, mana dia punya postur tubuh yang oke juga."

"Aku lebih suka ke orang yang susah di dekati, karena lebih menantang."

"Karena lebih menantang."

Ucapku dan vina bersamaan dengan suara agak keras. Refleks jari telunjuk di dekat bibir.

"Suttt, jangan keras-keras," ujar Vina.

"Katanya si Raka si bucin, ternyata tahunya sendirinya yang bucin," kataku diiringi gelak tawa.

"Tapi tahu enggak? Aku ngomong karena aku sudah enggak ada perasaan ya sama itu orang."

"Apa memangnya?"

"Dulu aku sempat suka dengan Raka."

"Hah?"

Melongo aku dibuatnya. Dia melanjutkan ceritanya, bahwa dia menyukai Raka saat masih sekolah menengah dulu, dan karena Raka cerita padanya bahwa Raka suka sama aku dia merasa kesal padaku hingga rasa kesalnya hilang begitu dia kenal dengan yang lain yang mana adalah mantan pacarnya.

Aku tidak tahu kalau persahabatan kami bukanlah murni sahabat melainkan cinta segi tiga. Ternyata memang benar, tidak ada kata berteman yang murni berteman dengan teman lawan jenisnya, karena pasti dari salah satunya akan menyimpan perasaannya.

"Kenapa enggak cerita dari dulu? Ah, ya sudahlah. Toh sudah berlalu juga," ujarku.

"Ayo kita ke depan lagi, aku khawatir dengan para pria di sana takutnya mereka kenapa-napa," kata Vina.

"Apa sih Vin," ujarku sambil menyikutnya.

"Tante Vina lihat Azka punya apa?" tanya Azka membuat kami menoleh ke arah suara anak kecil itu.

"Sini sayang, tantenya lagi ada tamu," teriak kak Tyas.

"Kamu saja yang ke depan Kay, aku akan bermain bersama Azka," ujar Vina.

Aku hanya mengangguk lalu kembali ke depan. Benar saja suasana di halaman depan begitu terasa aura tidak menyenangkan. Diam tidak ada pembicaraan apa pun dan hanya memainkan ponsel. Aku berdeham untuk menyadarkan mereka akan kehadiranku. Mereka melihat ke arahku.

"Sebentar lagi acara pengajiannya akan dimulai. Kalian ikut juga ya?" ujarku pada Raka dan Yudha.

"Sini biar aku gendong," kataku sambil merentangkan tangan pada Aditya untuk menggendong Clarisa.

Mereka mengangguk. Aditya pun ikut masuk, katanya dia akan mengecek makanannya di belakang.

Acara pengajian di mulai. Semua berjalan lancar tanpa hambatan. Setelah membagikan bingkisan pada tamu undangan, kami pun makan bersama.

"Kay, siapa dia?" bisik kak Tyas.

"Yudha, temanku," jawabku.

"Kamu bisa ketemu orang-orang yang ganteng begitu dapat dari mana?"

"Ingat suami kak, sebut!"

"Astaga ini anak diajak bicara malah begitu."

Aku hanya menahan tawaku. Kami pun makan bersama. Setelah itu, para staf masak pamit. Tidak lama kemudian, Yudha juga ikut pamit.

"Semuanya saya pamit dulu, terima kasih atas undangannya," ujar Yudha.

"Buru-buru amat, duduk dulu saja di sini! Kita ngobrol-ngobrol dulu," ujar kak Tyas.

"Terima kasih kak, mari semuanya," katanya.

Langkahnya terhenti di ambang pintu. Aku merasa penasaran dan menanyakan pada Vina yang tengah duduk dekat pintu.

"Kenapa?" tanyaku pada Vina tanpa suara.

Vina melihat ke arah luar dan sama terkejutnya.

"Sherlin," jawabnya tanpa suara.

"Hah? Iin?" kataku dengan suara pelan.

"Sherlin budek!" jawab Vina lewat pesan.

Aku meminta tolong pada kak Tyas untuk menjaga Clarisa sebentar karena aku sedang membaringkannya di kasur bayi sebelum aku makan tadi.

"Sherlin," ucapku pelan pada Aditya sambil menepuk-nepuk pahanya.

Aditya pun terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Aku dan Aditya beranjak dari tempat duduk. Benar. Untuk apa dia tiba-tiba datang, pada hidupku sudah enak karena tidak ada dia menggangguku lagi. Melihat Sherlin terdiam tidak seperti biasanya. Aku keluar.

"Untuk apa kamu datang ke sini? Aku tidak pernah dan tidak akan pernah mengundangmu!" ucapku ketus.