webnovel

Pulang ke Rumah

"Aku tidak menyangka bisa kita bisa bertemu di sini," ujar Sherlin.

Aku sangat heran. Apa maksudnya. Aku melihat matanya yang tertuju pada Yudha. Yudha hanya terdiam.

"Apa maksudmu? Siapa yang mengundangmu untuk datang ke sini?" sahutku.

"Diam kau pelakor! Setiap aku dekat dengan laki-laki pasti ada hubungannya denganmu. Kamu pakai susuk apa sampai semua laki-laki tergoda olehmu? Pertama kau rebut Adit dariku, sekarang Yudha pun kau rebut? Lihat Adit sudah aku bilang, kalau dia bukan perempuan baik-baik," adunya pada Aditya.

Aku masih bingung. Memangnya apa yang sudah terjadi antara Sherlin dan Yudha.

"Kenapa kau membawa Kayla dalam masalahmu?" ketus Aditya.

"Yudha kamu harus tanggung jawab!" kata Sherlin dengan suara meninggi. "Aku sedang mengandung anakmu!" lanjutnya.

Tapi perutnya masih rata, apa dia sedang berbohong dan menipu Yudha untuk bertanggung jawab karena Yudha tidak beda jauh kekuasaannya dengan keluarga Kusuma. Aku memperingatkan Yudha untuk tidak percaya perkataannya.

"Jangan macam-macam kamu!" ujar Yudha.

"Kalau kamu tidak percaya ini anakmu, ayo kita buktikan dengan tes DNA," sahut Sherlin.

"Apa ini rencananya yang baru karena tidak bisa mendapatkanmu?" bisikku pada Aditya.

"Kita lihat sampai mana dia seperti itu," ujar Aditya sambil berbisik.

Aku hanya mengangguk. Melihat pertunjukan drama yang kali ini bukan aku pemeran utamanya. Perdebatan mereka ternyata membosankan. Sama saja aku yang jadi kambing hitamnya.

"Yud, lebih baik kalian selesaikan masalahnya di tempat lain. Maaf bukan mengusir, tapi aku lelah mendengar gosip tetangga," ujarku.

Yudha mengangguk paham. Dia melenggangkan kakinya menuju mobilnya. Sherlin mengekorinya dengan air mata yang berlinang. Entah kenapa aku berpikir bahwa dia tidak sedang menipu, tidak seperti saat dia menjebak Aditya dulu

"Aku jadi kasihan padanya," kataku yang masih melihat mereka pergi menjauh.

"Sudahlah, untuk apa kamu kasihan? Dulu juga dia begitu," ujar Aditya.

Terdengar suara tangisan Clarisa. Aku bergegas menghampirinya lalu menenangkannya.

"Ada siapa tadi?" tanya kak Tyas.

"Itu loh kak, yang pernah mau merusak hubunganku dengan Adit," kataku.

"Tadi kakak dengar dia sedang hamil lagi, cari mangsa baru?" tanya kak Tyas.

"Tapi sepertinya tidak deh kak, aku tidak melihat dia sedang berbohong pada saat dia bicara seperti itu.

"Kakak Cuma in berpesan padamu, jangan terlalu baik dan percaya sama orang lain, belum tentu orang itu baik padamu."

"Iya, kak."

Aku memang tidak pernah bisa membenci orang lain, makanya kakak bicara seperti itu. Padahal aku juga tahu mana yang benar-benar baik dan mana yang hanya pura-pura baik untuk memanfaatkanku.

Sore hari kakak pulang. Begitu juga dengan Aditya yang mengajakku untuk pulang juga. Aku hanya manut perkataan suami.

"Aku tidak menyangka dia akan datang lagi. Hanya saja aku merasa aneh kenapa dia datang hanya saat ada acara di rumahku?" tanyaku begitu mobil dilajukan.

"Sepertinya dia hanya ingin mencari sensasi dan ingin mencemari namamu lagi," jawab Aditya.

"Ada ya orang seperti dia, menyebalkan."

Aditya tidak banyak bicara, dia hanya fokus pada kemudinya. Tak lama kemudian, kami sampai di rumah. Aditya membawakan barang-barang. Aku menidurkan Clarisa di kasur karena Clarisa sudah tidur lagi. Duduk menyandar pada bahu ranjang.

"Sayang, aku capek ..."

Aku bersikap bak anak kecil yang tengah merengek. Aditya menarik tanganku, membawaku keluar kamar. Lalu mendudukkanku di sofa depan TV. Dia duduk di sampingku lalu merangkulku untuk bersandar padanya.

"Istirahatlah," ucapnya sambil menepuk-nepuk bahunya.

Menyandar padanya sambil memeluknya. Merasa bosan, tangan aku masukan ke dalam bajunya lalu mengusap-usap perut ratanya. Aku suka menyentuh bagian itu darinya. Sesekali Aditya mengecup kepalaku.

"Kenapa sih suka sekali dengan perutku?" tanya Aditya geram.

"Suka melihatnya dan merabanya," kataku yang masih mengusap-usap perutnya.

"Memangnya aku uang?"

"Enggak. Kan enggak diterawang. Eh iya, kamu uangnya aku, yang semangat ya kerja cari uangnya," ujarku lalu mengecupnya.

Aditya pun merasa gemas akan tingahku seperti itu. Dia memcium pipiku begitu lama. Lalu dia kembali menonton televisi.

"Sayang," kataku.

"Hem," Aditya hanya berdeham menanggapiku.

"Ayo pesan makan, aku ingin ayam goreng dan kulitnya juga."

"Pesanlah."

Aditya kalau sedang fokus, menjawabnya selalu singkat. Aku mengambil ponsel pintaku kemudian aku memesannya lewat online. Selesai memesan, aku kembali ke posisi semula yang mana aku memeluknya sambil mengusap perutnya.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Aku beranjak dari dudukku, membuka pintu untuk mengambil pesanan.

"Sayang ayamnya datang," kataku berusaha memamerkan apa yang aku pesan.

Aditya menoleh ke arahku. Dia mengkerutkan keningnya.

"Kapan kamu memesannya?" tanyanya.

"Loh, aku tadi bilang dan kamu mengizinkannya," jelasku singkat.

"Oh. Ya sudah sini," ujarnya sambil menepuk-nepuk sofa tempat dudukku tadi.

Aku duduk kembali kamudian membuka bungkusnya. Aditya dengan cepat mengambil ayam bagian sayap.

"Sayang ..." rengekku. "Aku mau itu juga loh."

"Masih ada yang lain kenapa mau yang ini juga. Jangan seperti itu depan makanan," tegurnya.

Aku menatapnya kesal lalu mengambil bungkus satunya lagi yang belum dibuka.

"Jangan minta yang ini loh," ujarku.

"Ya."

Kami pun makan bersama. Dan setelah habis, inilah saatnya aku beraksi. Aku membuka bungkusnya lalu memakannya sambil melihat ke arahnya. Dia melihat ke arahku. Aku mencoba memakannya begitu nikmat.

"Biasa saja kali makannya tidak perlu sampai seperti itu," ketusnya.

"Mau aku suapi?"

"Tidak! terima kasih."

Aku menggigitnya sebagian lalu menepuk pundaknya Aditya supaya melihat ke arahku. Dia pun menggigit kulit ayam goreng yang aku gigit.

Aku senang saat aku bersamanya menghabiskan waktu bersama. Seperti anak muda pacaran yang masih suka melakukan hal-hal norak.

Akhirnya aku pun menyuapinya sambil menonton televisi. Sungguh hari ini hari yang panjang dan menyenangkan untukku. Seolah dunia sedang berpihak padaku.

"Ayo kita tidur, aku lelah," kataku.

"Baru selesai makan langsung tidur?"

"Aku sudah mengantuk. Ayo, aku ingin di nina bobokan sama kamu, yang."

"Iya, ayo. Kita tidur sekarang."

Aku berjalan bersama sambil melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku berharap aku bisa bersama hingga akhir hayat dan bisa bersama di syurga kelak. Aku bisa mencintainya berulang kali, karena aku tidak ingin berpisah darinya hanya karena bosan.

"Good night sayang. Terima kasih sudah bikin aku senang hari ini, maaf jika aku membuatmu merasa kesal."

"Kamu selalu mengucapkan perkataan seperti itu setiap kamu akan tidur."

"Ya, karena aku senang bisa bersamamu."

Dia menciumku dan aku membalas ciumannya. Dia memelukku dari belakang. Tidak membutuhkan waktu lama, aku sudah bisa mendengar dengkurannya. Tersenyum lalu memejamkan mata. Aku sungguh sangat bersyukur untuk apa yang aku miliki sekarang. Dan aku ingin Clarisa juga bisa merasakan rasa senang akan cinta yang tepat. Setelah bermonolog dalam hati aku pun tertidur.