webnovel

Sang Idola

“Aku mau mundur saja Soa. Kalau kau ingin tetap maju, biar aku tunggu di sana saja,” tunjuk Hanna ke arah tepi.

“Bukankah kau sangat ingin berfoto dengannya?”

“Tapi aku lelah kalau harus antre begini.”

“Baiklah. Sepertinya aku ikut denganmu saja, kita tunggu Dori di sana.”

Soa dan Hanna pun melangkah menepi dari antrean. Tepat di saat mereka tiba di titik tujuan untuk menunggu. Terdengar teriakan para gadis memanggil-manggil nama Ivander Azura. “Ivander ....” Suara mereka begitu ramai, semakin terdengar di dekat kedua gadis itu menunggu.

“Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka menjerit?” gumam Hanna.

Soa mengangkat bahunya sama sekali tak memahami.

Hingga kerumunan itu memecah. Sebuah kesempatan terbuka tepat di hadapan Hanna dan Soa. Petugas berjaga memasang badan untuk membuka jalan. Lalu muncul sosok yang mereka nantikan. “Soa, itu kan!” Hanna tak dapat melanjutkan ucapannya. Sang bintang muncul dengan penuh percaya diri, dan tanpa diduga berjalan menghampirinya dan Soa.

“Maukah kalian berfoto denganku?” Ivander mengurai senyum sambil meminta.

“A-apa katamu?” Hanna merasa lidahnya kelu.

Soa tidak ingin membuang-buang waktu. “Tentu, kami sangat ingin berfoto denganmu.”

Langsung saja mereka bertiga bergaya. Mengambil beberapa foto untuk dijadikan koleksi pribadi atau dipamer di sosial media. “Soa ... Hanna ...,” terdengar suara Dori memanggil. Wajahnya sudah sangat memelas ingin sekali diajak bergabung.

Soa paham betul raut muka itu. “Bolehkah aku mengajak temanku satu lagi?” pinta Soa dengan sopan kepada Ivander.

Ivander langsung mengangguk. “Ayo, kita lakukan dengan cepat.”

Langsung saja Soa menebar senyum pada Dori, dan begitu lincah gadis itu berlari menghampiri mereka. Kini lengkap sudah, mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dori paling ekspresif bergaya, bahkan ia mendapat kesempatan untuk foto berdua dengan idolanya, baginya ini adalah keajaiban. Sementara para gadis lain, harus sabar menunggu. Kalaulah bukan karena tiga penjaga yang berbadan kekar itu menghalangi, pastilah mereka tidak akan menahan diri dan langsung menyerang seperti kucing lapar memaksa sang aktor bergantian berfoto bersama mereka. Apa mau dikata, mereka harus merasa iri sejenak.

“Terima kasih Ivander,” ucap Soa santun. Ivander Azura pun tersenyum ramah membalasnya.

Sesaat kemudian seorang penggemar yang tak sabar tiba-tiba saja menyerobot masuk di tengah Soa, Dori, Hanna dan juga Ivander. Dengan memelas ia turut meminta, “Ivander, aku juga mau foto denganmu.”

Salah satu penjaga ingin menariknya kembali ke luar batas, tetapi Ivander segera menahan dan membiarkan gadis itu mendekatinya. Jelas saja, para penggemar lainnya yang rela menunggu langsung berubah sinis.

“Hah, gadis itu kan ...,” Dori langsung melirik Hanna dan Soa. Mereka ingat betul, ia adalah si gadis berkulit sawo matang yang bersikap tak ramah terhadap Soa sebelumnya.

“Kau ingin foto juga denganku?” tanya Ivander Azura dengan wajah datar. Gadis itu cepat-cepat mengangguk dan berdiri di samping artis itu.

Dori dan Hanna tampak enggan peduli dengan kehadirannya. Mengingat tingkah laku gadis itu yang kurang bersahabat, mereka berdua sengaja melengos dengan tampang cemberut. Hanya Soa yang tampak masih menganggapnya ada, dan memperhatikan bagaimana ia bersiap diri untuk mengambil foto bersama Ivander Azura.

Akan tetapi, belum sempat gadis berkulit sawo matang itu menaikkan kameranya untuk memantulkan wajahnya bersama sang idola, seekor lalat tiba-tiba muncul mengitari kepalanya. Hingga sesaat kemudian, lalat itu seperti sengaja mendarat tepat di batang hidungnya.

Ivander langsung bergeser menjauh. Lantas ia menyeletuk tanpa memikirkan perasaan gadis itu, “sebaiknya kau mandi lebih dulu sebelum berfoto denganku!”

Sudah bisa ditebak, gadis itu langsung tertunduk malu. Soa, Hanna dan Dori, sangat terkejut dengan ucapan yang terdengar jelas dari mulut Ivander. Hanna dan Dori langsung menahan tawa, dalam hati mereka dihinggapi rasa puas karena gadis itu sudah mendapat balasan sepadan. Para gadis lain sibuk berbisik-bisik, bahkan ada yang cuek dan tertawa begitu saja.

Berbeda dengan yang lainnya, Soa malah jadi tidak tega pada gadis itu. Sekaligus ia merasa aneh, bagaimana bisa ucapan Ivander sangat bertepatan dengan persoalan yang terjadi antara ia dengan gadis itu sebelumnya. Soa merasa aneh jika ini sebuah kebetulan. “Kenapa Ivander jadi bersikap seperti membalas? Kata-katanya persis seperti yang diucapkan gadis itu tadi padaku,” ucapnya di dalam hati.

“Kembalilah ke tempatmu,” perintah Ivander pada gadis yang telah dipermalukannya.

Sudah seperti orang yang kalah berperang. Gadis itu melangkah menjauh. Ia tertunduk dengan wajah memerah dan mata berkaca-kaca. Kekecewaannya yang gagal berfoto bersama sang idola sejalan dengan rasa kesedihannya yang dipermalukan di depan banyak orang.

Soa ingin bergerak menghampiri gadis itu, namun buru-buru Dori menahannya. “Jangan bilang kau ingin membesarkan hatinya,” bisik Dori.

“Kasihan dia.”

“Itulah karma. Kau tidak perlu mengurusnya, dia sudah punya dua teman yang setia mendampingi.”

Soa pun mengurungkan niatnya untuk membantu Gadis itu. Diperhatikannya Ivander Azura penuh saksama. Soa masih merasa ada hal yang ganjil dalam situasi di depannya. Hingga kemudian, dalam ketajaman matanya memperhatikan perangai sang idola, mendadak sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Wajah Ivander berubah pucat. Ia berdiri lunglai bersiap kehilangan keseimbangan. “BRUKK” sang idola pada akhirnya tersungkur di depan semua penggemarnya.

Dori begitu sigap ingin membantu, tetapi para penjaga yang sigap segera berlari menolong Ivander dan meminta Dori, Hanna, dan Soa memberi jarak lebih jauh untuknya. Semua orang di sana tampak panik dan cemas. Tak terkecuali Soa, dan seketika mata istimewanya menangkap hal yang luar biasa. Ia lihat Arandra keluar dari tubuh Ivander Azura, seperti jin yang keluar dari lampu ajaib milik Aladdin. Gadis itu langsung ternganga tak mampu berkata apa-apa.

“Akh! Panas sekali di dalam tubuhnya,” ujar Arandra langsung mengeluh.

Baru Soa sadar, bahwa itu semua adalah perbuatan Arandra. Sementara aktor itu sudah tak dapat lagi menopang tubuhnya sendiri. Seorang penjaga langsung saja membopongnya di belakang dan membawa Ivander Azura pergi dalam keadaan sudah tidak sadar. Begitulah, acara foto bersama dengan sang idola usai tanpa kesan menyenangkan bagi banyak orang. Soa pun hanya bisa geleng-geleng dengan kelakuan jahil Arandra.

***

Di rerumputan tepi sungai Arandra. Soa, Hanna, Dori dan Arandra yang sayang keduanya tak bisa lihat. Asyik duduk lesehan sambil meminum segelas moccacino yang baru saja mereka beli.

“Untunglah kita masih sempat berfoto dengannya,” rasa syukur Dori bergabung menjadi satu dengan rasa cemasnya. “Tapi kenapa dia tiba-tiba bisa mendadak pingsan begitu? Padahal saat dia masih berfoto bersama kita, dia terlihat baik-baik saja.”

“Aku juga tidak mengerti,” sahut Hanna. Ia lalu menunjukkan layar handphonenya. “Lihatlah, kejadian Ivander pingsan sudah masuk dalam berita. Termasuk berita tentang kita dan gadis judes itu.”

“Apa?!” Soa dan Dori kompak terkejut. Buru-buru mereka memeriksa berita itu di handphone mereka masing-masing.