webnovel

Yang Ada Di Depan Mata (10)

Editor: Wave Literature

Ji Yi tidak membalasnya, namun ia tersenyum sambil memperhatikan gadis itu melenggang pergi. Sepasang mata Ji Yi berubah sangat dingin setelah Qian Ge menghilang dari pandangan.

Ia tidak bercanda dengan Qian Ge; ancamannya serius.

Ji Yi bukanlah seseorang yang dapat dianiaya tanpa melawan balik. Dalam kamus kehidupannya, kalimat ini adalah yang paling penting: Jangan pernah lepaskan orang yang telah mengancammu.

Ia jelas tidak akan mengijinkan Qian Ge mencuri gelarnya, lalu menikmati hidup yang nyaman dan indah yang tak sepantasnya dimiliki oleh gadis itu.

Ji Yi bertekad untuk mengerahkan seluruh kemampuannya agar Qian Ge dan Xie Siyao mengembalikan semua yang telah diambil mereka darinya.

Apakah itu posisinya sebagai Ratu dunia hiburan, kantornya, bahkan kesuksesan mereka yang sekarang ini... Ji Yi ingin mereka mengembalikan itu semua padanya!

-

Kantor Sutradara Liang cukup dekat dengan rumah orangtua Ji Yi. Karena itu ia segera menghentikan taksi untuk mengambil kartu kafetaria-nya yang dulu tak sengaja tertinggal dalam kunjungannya yang terakhir ke sana. Selama ini ia menggunakan kartu kafetaria TangHuaHua.

Setelah makan malam, Ji Yi mendapati hari masih sore. Maka ia pun duduk di sofa dan mulai nonton TV.

Ibunya memotong buah dan memberikannya pada Ji Yi, kemudian duduk dan nonton TV bersama putrinya itu. Ia lalu terlihat seolah baru teringat akan sesuatu dan menoleh untuk bertanya pada Ji Yi, "Xiao Yi, bagaimana kabar Jichen akhir-akhir ini?"

Begitu ibunya bertanya, kata-kata yang dilontarkan oleh He Jichen padanya kemarin kembali terngiang di telinga Ji Yi, "Kuperingatkan kau, jangan pernah bicara tentangku lagi!"

Ji Yi berhenti sejenak sebelum mengambil sepotong apel. Ia benar-benar tak ingin menjawab pertanyaan itu.

"Xiao Yi?! Ibu sedang bertanya padamu!" ujar ibu Ji Yi melihat putrinya tak memberikan reaksi.

Setelah Ji Yi perlahan menelan apel yang dikunyahnya, dengan malas-malasan ia menjawab, "Sepertinya baik-baik saja."

Ibunya bisa menilai bahwa Ji Yi tidak bersungguh-sungguh menjawab. "Lupakan saja, aku tak bisa mempercayaimu."

Ji Yi mengira semua selesai sampai di situ, tetapi ibunya kemudian berkata, "Ketika di Sucheng, Bibi He menjagamu dengan begitu baik. Kini saat Jichen ada di Beijing, kita belum melakukan apapun untuknya. Xiao Yi, bukankah kau tinggal berdekatan dengan Jichen? Dalam perjalanan pulang nanti, mampirlah ke tempatnya dan berikan padanya minuman suplemen yang sudah Ibu persiapkan."

Ji Yi langsung menolak, "Aku tidak tahu dia tinggal di mana."

Setelah terdiam sesaat, Ji Yi menambahkan, "Lagi pula, Aku tidak punya nomornya, jadi aku bahkan tidak bisa menelponnya. Bagaimana caranya aku memberikan..."

Sebelum Ji Yi selesai bicara, sang Ibu mengambil ponselnya dan menekan beberapa tombol. Setelah itu, ponsel di tangan Ji Yi berbunyi "ding dong." Ji Yi melihat ponselnya, ternyata Ibunya telah mengirim pesan yang berisi sebelas angka.

Tanpa dijelaskan oleh ibunya pun, Ji Yi tahu; itu adalah nomor telepon He Jichen.

Ji Yi tahu jika Ibunya menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa bilang "tidak". Karena tahu bahwa Ibunya akan terus merundungnya tanpa henti, Ji Yi merasa lebih baik mengikuti saja kemauan Ibunya.

Kalau memang terpaksa, nanti Ji Yi bisa membawa minuman suplemen itu kembali ke asrama dan memberikannya pada Bo He dan Tang Huahua...

Rencana Ji Yi langsung kandas, ia baru saja menekan beberapa digit nomor He Jichen ke ponselnya ketika sang Ibu merampas ponsel itu darinya. Sebelum Ji Yi sempat bertindak, Ibunya telah menyelesaikan memasukkan semua digit nomor He Jichen. "Jichen... Ini Bibi Ji."