webnovel

KESETIAAN

Kalau mau jujur baginya bukan hal yang mudah untuk tidak membalas surat kedua dari Bagas saa itu.

Meskipun secara fisik sangat menyukai penampilan Bagas hanya dengan melihat foto yang dikirim padanya, tapi ia harus terpaksa, meskipun sangat berat. Apalagi terkadang hati kecilnya selalu mempertanyakan jalinan pertemanan seperti apa yang sedang mereka jalanin ini.

Jarak cukup jauh, sehingga sama sekali tak pernah terpikirkan ia akan merantau ke kota lain. Atau sebaliknya Bagas akan datang untuk menemuinya, meskipun harus menempuh jarak yang cukup jauh.

Yang terjadi selanjutnya dengan dia dan Bagas hanya penderitaan selama belasan tahun.

Namun cinta sejatinya pada Bagas benar-benar teruji, demikian pun Bagas.

Betapa besar cinta Bagas kepadanya, sampai bisa bertahan tanpa pendamping selama belasan tahun.

Kadang seperti sekarang ini bertanya-tanya pada dirinya sendiri, wanita seperti apa sebenarnya yang diinginkan Bagas? Sampai dapat bertahan selama itu,  gumamnya dalam hati.

Kemudian Liza menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan, lalu masuk kembali kedalam kamar.

Dan melihat pada secangkir kopi yang dibuat Bagas dan sudah dingin.

Meskipun dingin, kopi buatan Bagas tetap diminum. Serta membawanya ke balkon dan meletakkan diatas meja.

Liza duduk di balkon sambil menikmati kopi dingin, karena tak ingin menyianyiakannya. Apalagi yang buatin laki gue, gumam Liza dalam hati.

* * *

Didepan wastafel Liza sedang menyikat gigi dan dilanjutkan dengan mencuci muka.

Kemudian melepas kaos oversize yang melekat ditubuhnya lalu mengenakan kembali rok mini jins dan kaos ketat yang dipakainya saat makan malam dengan Bagas di food court mall.

Sambil duduk didepan cermin rias, Liza menatap wajahnya dan mulai menyisir rambut.

Keluar dari kamarnya, Liza kemudian menyusuri koridor kamar hotel menuju resto untuk sarapan pagi.

Setelah pelayan resto menanyakan nomor kamarnya dan mencocokkan pada kertas kecil yang terdapat nama-nama yang menggunakan kamar hotel. Barulah Liza diperbolehkan untuk mengambil sarapan pagi.

* * *

Di meja makan, Lusi dan papa mamanya sedang menikmati sarapan pagi.

Lusi menatap satu persatu wajah papa dan mamanya bergantian.

"Pa Ma, boleh ya aku ngajak Rara liburan bersama kita?" Tanya Rara memecah keheningan ditengah-tengah mereka.

Papa dan mamanya saling bertatapan.

"Boleh sayang," sahut mamanya.

Ah, Lusi anak satu-satunya yang mereka miliki tak pernah terlalu menuntut terlalu banyak.

Lusi tersenyum senang mendengar papa dan mamanya mengabulkan permintaanya.

"Terima kasih Pa Ma," ucap Lusi sambil berdiri dan memang sudah menghabiskan sarapan paginya.

"Mau jalan sekarang?" Tanya papanya sambil berdiri dan mengeluarkan dompet dari bagian saku belakang celana.

"Pa nggak usah. Masih banyak," tolak Lusi.

"Hati-hati sayang," ucap mamanya.

"Oke Ma," sahut Liza sambil melangkah keruang tamu dan menuju teras depan.

Dilihatnya pak Gito sudah berdiri didepan pintu pagar.

Kemudian Lusi turun dari teras dan menuju pintu pagar.

"Pagi Non," sapa pak Gito.

"Pagi Pak, sudah sarapan?"

"Sudah Non," sahut pak Gito.

Pak Gito geleng-geleng kepala, melihat putri tuannya setiap ke kampus selalu saja menggunakan kendaraan umum.

Anak jaman sekarang mana ada seperti Non Lusi, gumamnya sambil menutup kembali pintu gerbang.

* * *

Di halte kampus, terlihat Rara berdiri sambil memperhatkan setiap penumpang yang turun dari angkot yang berhenti di depan halte.

Hari ini Rara ingin menunggu Lusi, karena yakin sahabatnya itu pasti belum tiba di kampus.

Lusi harus menggunakan dua kali angkot untuk sampai di kampus. Beda dengannya hanya satu kali naik angkot, jarak rumah Rara sangat dekat dengan kampus yang berada diluar kota.

Ah, Lusi sangat baik padanya, sampai mengajak liburan di Bandung.

Belum lagi saat menemani Lusi beli pakaian, selalu mengingatkan untuk ikut membeli juga. Bahkan pakaian dalam pun dibelikan Lusi.

Lusi selalu tidak tegah jika Rara hanya sebagai penonton saat menemani Lusi. Meskipun Rara selalu menolak, namun Lusi akan tetap memaksa.

Ah, dari mana uang orang tuanya untuk membeli kebutuhannya. Bahkan Lusi pun sering membantu melunasi SPP.

Sepertinya sudah tak terkira bantuan Lusi yang diterimanya.

Ah, akhirnya my sister udah datang, gumam Rara melihat Lusi yang baru turun dari angkot.

"Hai Sister," sapa Rara sambil mendekat.

Lusi tersenyum dan merasa heran.

"Kamu nungguin aku?" Tanya Lusi tak percaya. Tidak biasanya Rara menunggunya di halte kampus.

Ditanya seperti itu, Rara hanya tersenyum.

Rara merasa senang, hari ini hari terakhir kuliah mereka, tiga hari lagi mereka masuk minggu tenang selama satu minggu sebelum UAS.

Lusi sudah janji mengajaknya liburan ke Bandung. Mau tanya, Rara tidak berani.

Rasa takutnya macam-macam berbaur jadi satu dalam pikirannya.

Ah, biar aja dengar langsung dari Lusi, gumam Rara sambil mengikuti langkah kaki sahabatnya itu.

Mereka menuju ruang kelas untuk mengikuti kuliah terakhir.

* * *

Bagas dan peserta lain sedang snack pagi dengan beberapa cemilan dan teh atau kopi.

Ponsel Bagas berbunyi dengan notifikasi WA dari Liza.

"Sayang, lagi snack pagi?" Tanya Liza

"Iya sayang lagi snack nih. Mau cemilan?" Sahut Bagas sambil menawarkan cemilan.

"Ih, ngerepotin aja sayang," tolak Liza.

"Nggak kok, tunggu ya sayang," ujar Bagas terus berdiri mengambil beberapa jenis snack dan memasukkan kepiring.

Kemudian membawanya keluar dari ruang pertemuan.

Lima menit kemudian Bagas sudah sampai didepan pintu kamar Liza dan langsung menekan bell.

Senyum merekah Liza setelah membuka pintu dan dibalas Bagas sambil menyodorkan piring berisi beberapa jenis snack.

"Ini sayang," ucap Bagas.

"Makasih sayang," ucap Liza.

"Daaghh," ucap Bagas hendak berlalu dari hadapan Liza.

"Eeh, nyelonong aja," ucap Liza sambil menarik dasi Bagas hingga mereka berdua sudah didalam kamar dan sedang berpagutan dengan napas keduanya saling menďeru.

"Aku belum mandi sayang," ucap Liza dengan suara bergetar saat tangan Bagas menyingkap kaos ketat yang dikenakannya dan mulai mendaratkan cumbuan disekujur belahan dadanya yang saat itu tidak memakai dalaman atas. Karena merasa gerah, Liza melepas sejak satu jam yang lalu.

"Sudah puas?" Tanya Liza setelah Bagas berhenti mencumbunya.

Pria didepannya itu tersenyum. Kemudian Liza merapikan kemeja Bagas dan kerahnya serta dasi.

Lalu mendorong tubuh Bagas keluar dari dalam kamarnya.

Setelah Bagas menghilang dibalik pintu kamarnya, Liza mulai menikmati cemilan yang dibawa Bagas dan melupakan beberapa saat pekerjaan proses pengeditan yang sudah mulai terasa jenuh dan sepertinya tidak ingin melanjutkannya.

Hari ini perutnya terasa kenyang setelah menghabiskan satu piring cemilan. Padahal tadi pagi sudah makan nasi goreng saat sarapan pagi di resto.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, Bagas kirim WA.

"Sayang, makan siang pesan untuk kamu aja ya? Nggak enak sama peserta lain tidak pernah makan siang bersama mereka," jelas Bagas.

"Oke sayang," balas Liza.

* * *