"Sorry Plend, aku mau jujur nih ... Aku udah jadian sama Ikhsan!" ujar Pina Pagi ini.
Rea, Rina dan Meka saling berpandangan. Tampak sudah tak kaget lagi mendengar semua itu.
"Baru juga dekat_main jadian aja kamu Pin?" tanya Rina.
"Sudah biasa! Pina kan emang gitu kalau ada yang dimaunya cepet dah tu terwujud," seru Rea membuka komik terbarunya.
"Kamu yakin, Pin...?" timpal Meka sambil mengeluarkan diktat kuliah 'Sejarah Jepang Kontemporer'.
Tiba-tiba dosen pengampu mata kuliah datang. Pembicaraan mereka terhenti sampai disitu.
***
"Aku duluan ya Plend!" tanpa menunggu persetujuan teman-temannya. Pina langsung berhamburan ke luar kelas.
"Pinaaaa! Mau kemana? Mentang udah jadian bukan berarti kamu lupa daratan. " celetuk Rina sambil melempar pulpen yang hampir mengenai Pina.
Tak peduli teman-temannya marah. Pina berlari menghampiri Ikhsan yang sudah menunggu di pelantaran parkir kampus.
***
Meka dan Rea menuju ke kos-an Rina. Ada satu mata kuliah lagi hari ini--pukul 16:00 WIB.
"Kita beli nasi bungkus aja ya Mek! Ntar makan siangnya di kos-an Rina aja." ajak Rea.
Saat membeli nasi di warung 'Mbah Min' tak berapa jauh di persimpangan jalan dari posisi mereka berdiri, terlihat Pina menangis sesegukan di atas motor. Ikhsan yang sedang berdiri dengan sigap menangkis tamparan Pina yang akan melayang ke wajahnya.
"Meka, itu ... Pina kenapa nangis?" tunjuk Rea pada sosok bongsor berlesung pipi itu.
Meka dan Rea memandang jauh. Ada kemarahan terpancar dari sorot netranya.
"Sialan tu Ikhsan! Ternyata cowok itu sama aja." Rina akan berlari menghampiri Pina. Namun, saat akan melangkah, pundaknya ditarik Meka.
"Jangan Rin, nanti aja kalau ketemu kita tanyakan kepada Pina!" ujar Meka menenangkan sahabatnya itu.
***
Waktu menunjukkan angka empat sore. Tiga sahabat itu berlari kecil dari koridor menuju ruang kelas.
Hari ini mata kuliah 'Terjemahan Sastra Jepang'. Rea yang merasa kesal_ Enggan memasuki mata kuliah ini. Alasannya simple, dosen yang mengajar selalu memberi catatan tanpa ada diskusi di dalamnya.
"Malas banget masuk dosen ini." gumam Rea.
"Woi_geng... ke mana ni anggota satu lagi? Biasanya berempat?" tanya Ali-cowok cupu yang selalu memakai bot itu.
Sudah lama Ia naksir Meka. Namun, Meka selalu risih jika dia selalu mendekat. Meka bukan tipe cewek yang suka pacaran. Baginya kalau nanti ada yang niat serius langsung aja menemui Aba dan Amanya ke rumah.
"Ke hatimu ...," goda Rina sambil menyenggol pinggang Meka.
Rea yang mendengar langsung berlagak mual.
"Hueeeeek...hueeeek...!"
Meka yang merasa tersudut dengan keadaan, langsung mengambil tempat posisi duduk paling pojok sebelah kiri dari depan. Sedangkan Rea dan Rina hanya bisa mengikuti si kutu buku itu dari belakang.
[Kamu di mana Pin? Kok gak masuk?]
pesan Meka hanya ceklis satu di aplikasi WA itu.
Pina tidak masuk sore ini. Entah apa yang terjadi padanya. Batin Meka berucap.
***
Senja meninggalkan kegelisahan di pikiran Pina. Ditatapnya gulungan ombak di pantai Air Manis kala itu. Hari ini ia ingin sendiri.
Ikhsan mengucapkan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bahkan baru dalam hitungan minggu mereka jadian. Ikhsan mengutarakan bahwa ia akan pulang ke kampung halamannya dan itu tidak akan kembali lagi.
Dan lebih menyakitkan lagi Ikhsan berucap bahwa ia akan menikah dengan mantan pacarnya di kampung.
Bagi Pina menjalin hubungan dengan laki-laki itu sudah biasa. Namun kali ini berbeda. Ia sudah terlanjur menyerahkan harga diri dan kesucian seorang perempuan . Celakanya lagi Itu dilakukannya pertama kali bersama Ikhsan di rumah kontrakannya.
***
Sudah hampir sebulan Pina ditinggalkan Ikhsan. Selama itu pula ia mengubur dalam-dalam perasaannya. Sahabat-sahabatnya hanya tahu kalau Pina sudah putus. Alasannya mengapa? Hanya Pina yang tahu.
"Uni... Nanti ujian duduk di sampingku ya! Aku mau nyontek." seru Pina kepada Meka sahabatnya itu.
"Kalau mau ujian baru deh tu kamu minta dekat duduk dengan aku. Dasar asas manfaat," desis Meka memonyongkan bibirnya.