webnovel

Mendung di Hati Pina

Pina, usianya dua puluh tahun. Menjadi yatim piatu di usia balita. Ia tak pernah tau wujud orang tuanya seperti apa. Sang Bude--adik ibunya tidak pernah memperlihatkan foto ayah ibunya, entah apa maksudnya? Akankah Pina menemukan kebahagiaan? Apa yang menyebabkan Meka sahabatnya mulai menjauh darinya? Temukan jawabannya di cerita 'Mendung di Hati Pina'

Mella_Oktarianti · Teen
Not enough ratings
3 Chs

2. Pendekatan

"Pin, malam ini tidur di rumahku dong!" pinta Meka kepada Pina dari sambungan seluler.

"Memangnyo Ama sama Aba Uni kama... tu?" tanya Pina.

Sambil mengernyitkan dahi, dari kejauhan Meka tertawa geli mendengar logat Minang yang dilontarkan Pina-si gadis Jawa itu.

"Orang tu_semua ke rumah Etek di Desa Tanah Datar ada acara nikahan sepupu, " jelas Meka.

"Ooo bentar ya Uni... Minta izin dulu sama Bude. Nanti kutelpon lagi."

Sambungan telepon terputus.

[Uni... Bude tak percaya dia kalau aku nginap di rumah kamu.]

Isi pesan Pina untuk Meka

[Ya udah_aku yang jemput minta izin. Tunggu jam 19.30 ya]

Balas Meka.

Meka dan Pina sama-sama tinggal di kompleks Graha Sentosa, yang membedakannya Pina di Blok A sedangkan Meka di Blok P.

Tidak terlalu jauh untuk ditembus dengan berjalan kaki.

***

Brum... Brum... Brum...

Suara mesin motor memecah keheningan malam ini di depan rumah Meka. Dengan menyorot tajam sekilas diperhatikannya kerumunan anak muda itu.

Ikhsan dengan tampang cool-nya memetik gitar seolah tak terganggu dengan gelak tawa sahabatnya.

Ya_Ikhsan-anak kepulauan itu sudah lima bulan ini mengontrak di depan rumahnya.

"Kemana Mek? Jalan kaki?" Ikhsan yang pendiam itu menyapa Meka yang melangkah pergi ke rumah Pina.

"Jemput teman." Sahut Meka sambil menapaki jalan.

"Yuk, aku antar!" Ikhsan dengan sukarela menawarkan tumpangan.

***

"Uni...kamu kok bisa diantar sama Ikhsan tadi?" Pina memecah lamunan Meka sepanjang perjalanan.

"Ya_bisa ... kan kontrakan Ikhsan di depan rumahku." Meka menjawab spontan.

"Ha_jadi Ikhsan tinggal disitu? Ayeeeeee..." sorak Pina kegirangan.

"Dasar... kuda betina! Ledek Meka menepuk dahi Pina.

"Hahahahaha..." gelak Pina.

***

Pesan Meka [Ikhsan, ada temanku kirim salam ni namanya Pina]

Pesan dibalas [Pina yang nginap di rumah kamu malam tadi ya?]

[Yap, bener banget. Gimana terima kan? Dia ngefans banget sama kamu tu.]

Pesan dibalas [Bisa minta nomor WA nya?] tanya Ikhsan langsung.

Angin segar ni. Pikir Meka

[Boleh dunk ntar aku send ya!"

***

"Suntuk nih, jalan yuk nonton!" ajak Rea kepada tiga sahabatnya itu.

"Masih ada jadwal kuliah nanti jam dua siang, gimana dunk?" tanya Meka.

"Ah, gampang itu kita nitip absen aja sama Aldi-si cupu itu." Rina ikut menimpali obrolan.

Pina yang tampak gelisah-memegang perutnya. "Aku gak ikut ya Plend... Lagi haid ne... sakit perut." lirihnya.

Ketiga sahabatnya itu saling berpandangan curiga. Sakit perut_apa sakit perut...? tukas mereka serentak kepada Pina.

***

Hari ini terpaksa Pina berbohong kepada sahabatnya. Sebab kalau mau bilang terus terang pasti mereka tidak setuju. Pikir Pina

Siang ini Pina menuju kontrakan Ikhsan. Sebab, hari ini mereka sudah janjian untuk ketemuan.

Rumah tipe 45 itu sepi penghuni. Hanya Ikhsan yang menempati seorang diri. Orang tuanya tinggal di Riau Kepulauan.

Pina dengan penuh semangat mempercepat langkahnya dari jarak dua ratus meter terlihat olehnya Ikhsan menunggu di bahu jalan.

"Kenapa jalan kaki? Motornya kemana?" tanya Ikhsan.

"Gak enak kalau pakai motor, Ntar Meka pulang ketauan aku bohong." jawab Pina santai.

"Ha...ha...ha...." Ikhsan tertawa geli mendengar jawaban Pina-si gadis bongsor itu.

***

Di sebuah halte Meka, Rea dan Rina menunggu Bus. Cuaca siang ini terik sekali, panasnya menusuk ke ubun-ubun.

"Eh_Mek, si Pina kok akhir-akhir ini jadi jarang kumpul sama kita yak?" tanya Rina diantara kerumunan orang yang menunggu.

"Hooh, bener banget," balas Rea mengusap keringat yang mengucur di pelipis matanya.

Meka yang mendengar pura-pura heran dengan sikap Pina. Ia tahu sejak ia memberi nomor Ikhsan kepadanya. Pina jadi sering bertemu Ikhsan diam-diam di belakang mereka.